Home / Urban / TAKHTA BAYANGAN / Bab 8: Penghianatan yang Tak Terduga

Share

Bab 8: Penghianatan yang Tak Terduga

Author: Zayba Almira
last update Last Updated: 2024-11-26 16:05:05

Malam di rumah persembunyian itu lebih sunyi dari biasanya, tetapi suasana tegang terasa jelas di udara. Dante duduk di ruang tamu, memeriksa dokumen yang mereka curi dari apartemen Rafael. Nama-nama di dalamnya bukan hanya sekutu Rafael, tetapi juga mencakup beberapa orang yang selama ini dianggap netral atau bahkan teman.

"Aku tidak percaya mereka semua ada dalam daftar ini," gumam Dante, suaranya rendah tetapi penuh amarah.

Elena yang duduk di sofa seberang mengamati wajah Dante yang tegang. "Kita tidak bisa hanya mengandalkan asumsi. Beberapa dari mereka mungkin dipaksa, atau bahkan dijebak oleh Rafael."

"Tapi kita tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa mereka telah berkhianat," potong Dante. Matanya menatap salah satu nama dengan intensitas yang membuat Elena merasa tidak nyaman.

"Siapa di daftar itu yang membuatmu gelisah?" tanya Elena, mendekat.

Dante menggelengkan kepala, tetapi Elena menangkap kilatan emosi di matanya. "Dante, kalau ini soal seseorang yang kau kenal, kita perlu membicarakannya."

Dante akhirnya menyerahkan kertas itu kepada Elena. Jarinya menunjuk pada salah satu nama di tengah daftar: Lorenzo De Luca.

Elena tertegun. "Lorenzo? Kau pikir dia berkhianat?"

"Aku tidak tahu," jawab Dante dengan nada frustrasi. "Tapi namanya ada di sini. Itu cukup untuk membuatku bertanya-tanya."

"Dia sudah berada di sisimu sejak awal," kata Elena mencoba menenangkan. "Kita harus memastikan sebelum membuat tuduhan. Kalau tidak, kita hanya akan menghancurkan tim kita dari dalam."

Dante tahu Elena benar, tetapi hatinya masih dipenuhi keraguan. Lorenzo adalah orang yang ia percayai, orang yang selalu berdiri di sisinya sejak mereka mulai melawan Rafael. Tetapi nama itu, tertulis dengan jelas di dokumen Rafael, mengganggu pikirannya.

---

Keesokan harinya, Dante memutuskan untuk mengawasi Lorenzo dengan lebih cermat. Ia meminta Elena untuk membantunya menyelidiki tanpa membuat Lorenzo curiga.

"Bagaimana kita akan melakukannya?" tanya Elena.

"Dia akan pergi ke pertemuan malam ini," jawab Dante. "Katanya untuk bertemu dengan salah satu informannya. Aku ingin tahu siapa yang sebenarnya dia temui."

Malam itu, Dante dan Elena mengikuti Lorenzo secara diam-diam. Pria itu terlihat santai, berjalan menuju sebuah bar kecil di sudut kota yang tampak biasa saja. Namun, Dante tahu tidak ada tempat yang benar-benar 'biasa' di kota ini, terutama dalam dunia bayangan yang mereka jalani.

Lorenzo masuk ke bar, dan Dante serta Elena menunggu di luar. Tak lama kemudian, Lorenzo terlihat berbicara dengan seorang pria yang wajahnya tidak asing bagi Dante.

"Dia bicara dengan salah satu orang Rafael," bisik Dante dengan rahang mengeras.

"Tenang dulu," kata Elena sambil menarik lengannya. "Kita tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Jangan langsung membuat kesimpulan."

Namun, ketika Lorenzo menyerahkan sebuah amplop tebal kepada pria itu, amarah Dante semakin memuncak. "Itu cukup bagi aku," katanya sebelum berjalan menuju bar.

"Dante, tunggu!" bisik Elena, tetapi Dante sudah terlalu marah untuk mendengar.

---

Dante masuk ke bar dengan langkah berat, membuat semua orang di dalamnya menoleh. Lorenzo yang sedang berbicara dengan pria itu tampak terkejut saat melihat Dante.

"Dante," katanya dengan nada bingung. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku yang seharusnya bertanya," jawab Dante dengan nada dingin. "Apa yang kau lakukan dengan orang Rafael?"

Lorenzo terlihat gelisah, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Ini bukan seperti yang kau pikirkan."

"Bukan seperti yang kupikirkan?" Dante mengangkat alisnya. "Kau bertemu dengan musuh kita di tempat tersembunyi dan menyerahkan amplop kepadanya. Jelaskan padaku, Lorenzo, apa yang sebenarnya terjadi?"

Pria yang bersama Lorenzo mencoba melangkah pergi, tetapi Dante langsung menariknya kembali. "Kau tidak ke mana-mana."

Lorenzo menghela napas panjang. "Dante, aku mencoba mendapatkan informasi darinya. Aku membayar dia untuk memberitahu kita rencana Rafael berikutnya."

"Dan aku seharusnya mempercayai itu?" tanya Dante dengan nada sinis.

"Kalau aku berkhianat, kau pikir aku akan melakukannya di tempat seperti ini? Aku tahu kau selalu mengawasi. Apa aku terlihat seperti orang yang cukup bodoh untuk membuat pengkhianatan di depan matamu?"

Dante terdiam sejenak, tetapi hatinya masih penuh keraguan. "Namamu ada di dokumen Rafael, Lorenzo. Itu cukup untuk membuatku tidak percaya."

"Aku tahu," jawab Lorenzo dengan suara yang lebih rendah. "Aku sudah melihat dokumen itu. Dan aku tidak tahu kenapa namaku ada di sana. Tapi aku bersumpah, Dante, aku tidak berkhianat. Rafael mungkin mencoba memecah kita, dan sepertinya dia berhasil."

Dante menatapnya tajam, mencoba mencari kebenaran di matanya. Namun, sebelum ia sempat berkata lebih jauh, suara tembakan terdengar dari luar.

---

Semua orang di dalam bar langsung bereaksi. Elena yang menunggu di luar berlari masuk dengan senjata terangkat. "Kita dalam masalah besar!" teriaknya.

Dante dan Lorenzo segera mengambil posisi perlindungan, sementara pria Rafael yang sebelumnya mereka interogasi melarikan diri di tengah kekacauan. Dante tidak punya waktu untuk mengejarnya.

Serangan itu dilakukan oleh kelompok bersenjata yang tidak dikenal. Mereka menembak tanpa pandang bulu, membuat bar itu menjadi medan perang dadakan.

"Siapa mereka?" teriak Elena sambil membalas tembakan.

"Bukan orang Rafael," jawab Lorenzo sambil melirik mereka. "Mereka tidak menggunakan simbolnya."

Dante mengamati dengan cepat dan menyadari hal yang sama. Penyerang ini bukan bagian dari kelompok Rafael. Tetapi siapa mereka, dan kenapa mereka menyerang?

Pertempuran berlangsung sengit, tetapi akhirnya Dante, Elena, dan Lorenzo berhasil melarikan diri melalui pintu belakang.

---

Di tempat persembunyian, ketegangan semakin memuncak. Lorenzo duduk di sofa dengan luka kecil di lengan, sementara Elena membersihkan senjatanya.

"Dante," kata Lorenzo pelan. "Aku tahu kau tidak percaya padaku, tapi aku tidak akan pernah mengkhianatimu. Aku sudah melihat apa yang dilakukan Rafael. Aku ingin dia hancur sama seperti kau."

Dante hanya mengangguk, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Di dalam hatinya, konflik masih berkecamuk.

Namun, pikirannya terganggu oleh hal lain. Penyerang yang mereka temui malam itu bukan bagian dari Rafael. Itu berarti ada pemain baru yang terlibat, seseorang yang mungkin sama berbahayanya dengan Rafael.

"Siapa mereka?" tanya Elena, seolah membaca pikirannya.

"Aku tidak tahu," jawab Dante. "Tapi kita harus mencari tahu sebelum semuanya semakin rumit."

Dalam diam, Dante merasakan beratnya tanggung jawab yang ia pikul. Musuh di depannya terus bertambah, dan kepercayaan di antara sekutunya semakin rapuh. Ia tahu bahwa perang ini baru saja memasuki babak baru—babak yang lebih berbahaya dan penuh pengkhianatan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 130

    Cahaya di altar itu semakin terang, seolah menyelimuti mereka dalam kabut keputus-asaan yang memaksa setiap langkah mereka untuk diambil dengan penuh perhitungan. Ayra bisa merasakan getaran di dalam tubuhnya, seperti sesuatu yang besar tengah berputar di luar kendali mereka. Ini adalah saat penentuan. Keputusan yang mereka buat akan mengubah segala hal.Dante, yang berdiri di sampingnya, menarik napas panjang dan menatap Ayra. "Apapun yang terjadi, kita sudah sampai di sini bersama. Apa pun konsekuensinya, kita akan hadapi."Ayra merasakan ketenangan dalam kata-kata Dante, meskipun hatinya sendiri berdebar keras. Mereka telah melewati begitu banyak rintangan, begitu banyak tantangan, namun apa yang ada di hadapan mereka ini masih penuh misteri. Adakah mereka benar-benar siap untuk keputusan yang ada di depan mata?"Saya tahu," jawab Ayra dengan suara yang agak gemetar. "Tapi ini bukan hanya tentang kita, kan? Ini tentang semua yang kita cintai. Tenta

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 129

    Ayra merasakan getaran aneh yang mengguncang tubuhnya begitu mereka melangkah lebih dekat ke cahaya itu. Setiap langkah terasa semakin berat, seolah dunia di sekitar mereka mulai berubah, menyesuaikan diri dengan keputusan yang sudah mereka buat. Cahaya itu semakin terang, dan seiring dengan itu, bayangan yang mengintai mereka juga semakin jelas."Ini terasa seperti... kita menuju ke sesuatu yang tak bisa kita kendalikan," kata Elena, matanya waspada, menatap cahaya yang semakin mendekat. "Tapi kita sudah di sini. Tidak ada pilihan lain selain melangkah maju."Ayra menatap ke depan, merasakan seakan dunia di sekitar mereka berhenti sejenak. Semua ketegangan yang mereka rasakan, semua rahasia yang tersembunyi di balik kabut, terasa seperti beban yang harus mereka hadapi satu per satu. Namun, meskipun mereka tahu bahwa ini adalah langkah yang tak bisa ditarik mundur, ada kekuatan yang lebih besar di dalam diri mereka untuk tetap melanjutkan.Dante berja

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 128

    Mereka melangkah dengan hati yang penuh ketegangan, menjauh dari tempat Adrian menghilang ke dalam kabut. Setiap langkah terasa berat, seakan beban yang mereka bawa semakin besar. Ayra, yang berjalan di samping Dante, merasa ketidakpastian melingkupi hatinya. Ke mana mereka sebenarnya menuju? Dan lebih penting lagi, apa yang akan mereka hadapi di depan? "Adrian... mengapa ia kembali sekarang?" Ayra berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam gemuruh angin yang berhembus kencang. "Kenapa tidak sebelumnya?" Dante berjalan dengan langkah tegap, meskipun ia pun merasakan kegelisahan yang sama. Ia tahu Adrian tidak pernah datang tanpa tujuan, dan itu yang membuatnya semakin waspada. "Mungkin itu bukan kebetulan," jawab Dante, suaranya tetap tegas meskipun ada keraguan yang menggerayangi pikirannya. "Mungkin ada sesuatu yang lebih besar dari yang kita ketahui." Elena, yang berjalan sedikit lebih jauh di belakang, tiba-tiba berhenti. "Tunggu

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 127

    Suasana malam semakin mencekam, udara dingin menggigit kulit mereka yang terasa lebih sensitif setelah perjalanan panjang yang penuh dengan ketegangan. Langkah-langkah mereka di tengah kabut yang menyelimuti hanya diiringi oleh suara detak jantung yang semakin cepat. Ayra merasa beban yang ada di pundaknya semakin berat. Semakin dekat mereka pada tujuan, semakin jelas bahwa takdir mereka akan segera terungkap, namun apakah itu takdir yang mereka harapkan?"Ayra," suara Dante memecah kesunyian, lembut namun penuh tekanan. "Apa yang kau rasakan sekarang? Kita semakin dekat."Ayra mengangkat wajahnya, matanya penuh pertanyaan. Meski bibirnya ingin berkata sesuatu, kata-kata itu terasa seperti beban yang terlalu berat untuk diungkapkan. Keputusan yang akan mereka buat nanti bukan hanya tentang hubungan mereka, tetapi juga tentang kehidupan mereka, masa depan mereka. Mereka tidak hanya berhadapan dengan pilihan pribadi, tetapi juga dengan sesuatu yang lebih besar,

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 126

    Langkah Dante terasa semakin berat, seolah ada sesuatu yang menahan setiap gerakannya. Udara malam yang dingin menyeruak lewat celah-celah jaketnya, memeluk tubuhnya dengan rasa yang menyusup sampai ke dalam tulang. Jalanan yang mereka lalui semakin sempit, seolah mengarah pada sebuah tempat yang penuh dengan misteri dan ketidakpastian. Kabut tipis yang mulai turun menambah kesan sunyi, menutupi segalanya kecuali langkah-langkah mereka yang semakin terasa berat.Dante menoleh ke belakang, memastikan bahwa Ayra dan Elena masih berada di belakangnya. Mereka berjalan dengan jarak yang sedikit lebih jauh dari biasanya, seolah ketegangan yang ada di udara memisahkan mereka lebih jauh daripada yang sebenarnya. Ayra tampak lebih diam dari biasanya, wajahnya yang biasanya ceria kini diselimuti kekhawatiran yang jelas terlihat. Meskipun ia berusaha menyembunyikan perasaan itu, matanya yang sesekali tertunduk menunjukkan kegelisahan yang sulit ditutupi.Dante merasa beb

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 125

    Matahari pagi memancarkan sinarnya dengan lembut di atas kediaman keluarga Dante. Udara musim semi yang segar membawa keheningan yang menenangkan, tetapi di dalam hati beberapa orang, badai perasaan masih berkecamuk. Ayra duduk di taman belakang rumah, jari-jarinya memetik kelopak bunga melati yang tumbuh di pinggir pagar. Wajahnya terlihat damai, namun sorot matanya memancarkan kebimbangan yang mendalam. Ia masih mengingat percakapan terakhirnya dengan Dante, di mana pria itu mengungkapkan perasaannya. Kebahagiaan yang meluap-luap masih terasa, tetapi bersamanya datang juga beban. Langkah kaki pelan terdengar mendekat. Ayra menoleh dan melihat Elena berdiri di belakangnya. Wajah Elena terlihat tenang, meskipun Ayra tahu ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan perempuan itu. "Elena," sapa Ayra, mencoba tersenyum. Elena balas tersenyum dan berjalan mendekat, duduk di bangku yang sama dengan Ayra. “Pagi yang indah,

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 124

    Langit pagi menyambut mereka dengan cahaya lembut berwarna jingga. Kabut tipis masih menyelimuti lembah, menciptakan pemandangan yang menenangkan. Di kejauhan, suara burung-burung pagi mulai terdengar, mengiringi langkah mereka yang perlahan kembali ke rumah utama.Ayra berjalan sedikit di depan, langkahnya ringan namun pikirannya jauh melayang. Ia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang baru saja terjadi semalam. Kata-kata Dante masih terngiang di telinganya, seperti melodi yang tidak selesai dimainkan.“Kenapa rasanya semakin sulit untuk memahami hatinya?” gumam Ayra dalam hati. Ia menggenggam erat syalnya, seolah mencari kehangatan di tengah udara pagi yang dingin.Elena, yang berjalan di samping Dante, mencuri pandang ke arah pria itu. Wajahnya tampak letih, dengan sorot mata yang kosong. Elena tahu Dante sedang bergulat dengan pikirannya sendiri, mencoba mencari arah yang benar.“Kau tahu, Dante,” kata Elena, memecah keheningan di antara

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 123

    Malam yang dingin terasa menusuk tulang. Langkah Dante yang berat menyusuri jalan setapak di tengah hutan hanya ditemani oleh suara angin yang menggerakkan dedaunan. Setelah percakapan yang penuh emosi antara dirinya, Ayra, dan Elena, hatinya terasa seperti medan perang. Keputusannya untuk tetap berdiri di tengah-tengah mereka telah menyisakan perih yang tak bisa ia hilangkan begitu saja.Dante berhenti di sebuah pohon tua yang menjulang tinggi. Ia bersandar di batangnya yang kasar, menatap langit malam yang dihiasi ribuan bintang. Sebuah napas berat meluncur dari bibirnya, seolah-olah ia mencoba melepaskan beban yang menghimpit dadanya.“Dante…” suara itu, lembut namun tegas, terdengar dari belakangnya.Dante menoleh. Elena berdiri di sana, membawa lentera kecil yang sinarnya berkilau redup. Wajahnya terlihat tenang, namun sorot matanya memancarkan kecemasan yang tak bisa ia sembunyikan.“Kau seharusnya istirahat, Elena,” kata Dante, mencoba

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 122

    Senja mulai mengintip di ujung cakrawala, mewarnai langit dengan semburat oranye yang lembut. Di tengah reruntuhan kota tua, Dante berdiri dengan tubuh tegap, matanya memandang ke arah Elena dan Ayra yang berada tak jauh darinya. Ada ketegangan yang begitu nyata di udara, namun sekaligus kehangatan yang tak bisa disangkal.Ayra memalingkan wajah, membiarkan angin memainkan rambut hitam legamnya. “Kita sudah sampai sejauh ini, tapi aku masih merasa ada yang kurang,” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri daripada orang lain.Dante menoleh, menatapnya dengan sorot mata yang hangat. “Apa yang kurang, Ayra?” tanyanya pelan, suaranya terdengar seperti bisikan yang meresap ke dalam kesunyian.“Elena tahu,” jawab Ayra, suaranya serak. Ia menoleh ke arah Elena yang berdiri beberapa langkah di sebelahnya, wajahnya diliputi keraguan. “Kau tahu, kan? Apa yang sebenarnya masih kita cari?”Elena terdiam, wajahnya yang biasanya dingin tampak goyah. Ia meng

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status