Share

Bab 05. Keterpaksaan

"Keylaaa ... !!! Dari tadi brisik terus. Ada apa sih?" sentak Mama. Kepalanya menyembul dibalik pintu kamarku.

Aku hanya melirik sinis pada Mama. Hatiku sudah benar-benar sakit sekali. Aku raih Daffa dan kugendong keluar kamar melewati Mama yang masih berdiri dekat kamarku dengan sorot mata kebenciannya. Sedangkan Mas Azzam entah sudah kabur kemana.

"Cucu, Bun," pinta Daffa menunjuk kotak susu yang biasa aku taruh di atas meja kecil samping rak piring.

Segera saja kubuatkan susu agar tangisnya mereda. Memar dikeningnya membiru. Aku lekas mengambil es batu yang kebetulan tak di gembok untuk meredakan nyerinya setelah selesai membuat susu.

"Maafin Bunda ya Nak!" ucapku seraya menggosok-gosokkan es batu ke luka memarnya meskipun Daffa merintih kesakitan.

Setelah tangis Daffa mereda. Aku kembali masuk ke dalam kamar dan menidurkan Daffa yang tertidur lagi dalam dekapanku. Aku raih koper yang ada di atas almari. Kemudian, aku membereskan baju-baju milik aku dan Daffa lalu aku masukan ke dalam koper kecil tanpa ingin ada yang tertinggal satu potong pun.

Niatku malam ini juga aku harus keluar dari rumah yang laksana neraka dunia untukku. Aku tatap lekat-lekat wajah putraku yang masih terlelap. Luka memar di keningnya semakin membesar.

"Maafin Bunda, Sayang. Semua ini karena Bunda," ucapku lirih seraya mengusap lembut kepalanya.

Tak berapa lama. Terdengar suara adzan di mushola yang tak jauh dari rumah. Sementara Mas Azzam belum juga pulang. Mungkin pergi ke rumah gundiknya pikirku. Ah bodo amat.

Tekadku Malam ini juga aku harus pergi dari sini, dengan membawa serta Daffa. Tujuanku hanya kakak sepupu aku yang berada di Jakarta. Tak perduli menempuh perjalanan malam dari Bandung ke Jakarta.

Lekas aku rapikan semua barang-barang milikku. Dan mainan Daffa hanya sebagian saja aku bawa.

Biasanya pukul 9 malam ruang tengah sudah sepi karena penghuninya masuk ke kamar masing-masing. Ya, di rumah Mama ada 4 kamar. Dan satu kamarku paling belakang dekat kamar mandi.

Sebetulnya aku sudah sangat lapar sejak tadi siang. Tapi, mau makan rasanya malas. Hingga malam ini perut terasa sakit. Terpaksa aku keluar kamar berniat mengambil sedikit nasi serta lauknya.

Dan, betapa aku terkejut, melihat magic com kosong. Nasi serta lauk tak ada sisa sama sekali. Aku hanya menggit bibir bawah merasakan kekecewaan yang luar biasa. Teganya mereka tanpa memikirkan aku sedikitpun.

Karena takut Mas Azzam keburu pulang. Aku segera masuk kamar. Dan tepat pukul 9 malam. Aku menggendong Daffa dan menarik koper keluar dari kamar. Dengan jalan mengendap-endap laksana maling. Aku keluar dari pintu utama. Tapi, aku di kejutkan suara Mama yang membentaku.

"Kayla! Mau kemana kamu? Mau kabur?" sentak Mama.

"Pak .... si Kayla mau kabur tuh. Kamu cepat telepon Azzam!" pekik Mama lagi dan kali ini memanggil suaminya.

Memang, mungkin nasibku jauh dari kata keberuntungan. Bertepatan dengan Mama memanggil ayahnya Mas Azzam.

Suamiku datang dengan membawa serta gundiknya. Sungguh, betapa teganya kedua manusia laknat itu. Di saat semua sedang tidak baik-baik saja. Lagi-lagi wanita keparat itu mau saja dibawa lagi ke rumah ini. Ironisnya, tak ada satupun yang membelaku.

Gundik itu tersenyum puas. Mungkin dia pikir jika aku pada akhirnya yang kalah dan menyerah.

"Mau kemana kamu? Kamu pikir bisa keluar bebas dari rumahku?" bisik Mas Azzam seraya mencengkram kuat tengkuk leherku.

"Kalau kau mau pergi, pergilah sendiri! Jangan pernah bawa Daffa jauh dariku!" imbuhnya. Lalu mengambil paksa Daffa dari gensonganku.

"Mas Daffa lagi tidur!" hardikku mencoba menahan Daffa agar tak terlepas dariku.

"Lagian kamu ini Kayla, jadi istri tidak tahu diri banget. Sudah untung anak saya sudi menikahi kamu yang kere. Kerja saja cuma jadi babu," hina Mama. Tatapan matanya begitu tajam menatapku.

"Mas, kamu coba kali ini saja kamu jujur dihadapan keluargamu yang toxic ini. Siapa yang dulu ngemis-ngemis cintanya aku. Kamu tahu kan? saat kamu mendekati aku. Aku sudah jadian sama Mas Yusuf."

Sudah kadung emosiku meledak. Aku coba melawan mereka. Persetan mau dikata apa juga. Hati aku udah benar-benar sakit, sakit teramat dalam.

"Dan ... satu hal yang mau aku tanyakan sama Mama, salahku apa sama Mama sehingga Mama selalu membenciku? Mama ingat? Betapa kejamnya Mama memfitnah aku, menduduhku ngedukunin karena Mama sakit. Ternyata Mama sakit karena ngidam, iya kan?"

"Andaikan benar aku ngedukunin Mama, untuk apa? untuk merebut harta Mas Azzam? Harta apa? Dari mana? Harta benih dari beberapa perempuan?"

Plak! plak!

"Lancang sekali mulut kamu ini!"

Lagi-lagi Mas Azzam menamparku sekaligus mencik leher aku. Daffa yang terlelap pun akhirnya terbangun dan menangis kencang.

Mas Azzam seperti sudah kesetanan. Ia semakin kuat mencekik aku. Sekuat tenanga aku berusa melawan. Hingga terpaksa aku tendang kemaluannya. Ia pun meringis kesakitan dan cekikannya terlepas juga.

"Dasar perempuan i*lis, kau sakiti anak saya hah?"

"Ibu Hasni yang terhormat. Yang i*lis bukan saya, tapi anak Ibu i*lis menjelma manusia." Aku menjawab makin berani. Hati sudah sangat sakit sekali sehingga hilang sudah rasa hormat aku terhadap mertua juga suami.

Sementara si gundik diam saja menyaksikan perdebatan sengit ini. Daffa di gendong kakeknya. Lelaki tua itu juga memiliki sifat yang penuh misteri.

"Ikut aku!" Mas Azzam menarik paksa lenganku masuk ke kamar dan menguncinya. Aku berteriak meminta pintu itu dibuka.

Tetapi apa yang terjadi? Lelaki petualang seks itu merobek bajuku. Mas Azzam memaksaku melayani birahinya. Tanpa perduli aku yang terus meronta. Tubuh kekar dan tinggi itu kini sudah berada tepat di atas tubuh polosku.

"Mas, aku mohon jangan! Hiks ... "

Aku menangis menghiba agar Mas Azzam tak memaksa aku untuk melayaninya.

"Kamu mau pergi kan? Jadi layani aku dulu sampai puas, Kayla. Kamu harus mengandung benih keduaku. Di antara perempuan yang aku tiduri. Ternyata milik kamu yang jauh lebih nikmart, Sayang. Hahaha ... "

Mas Azzam merancau sesukanya. Tangan dan kaki aku di ikat. Sungguh, malam ini malam yang mengerikan bagi aku melayani Mas Azzam.

Meskipun masih kewajiban aku sebagai istri melayani suami. Tetapi jika dengan caranya seperti ini. Rasanya aku tak ikhlas bahkan sudah sangat jijik tubuhku di sentuhnya.

"Euhhh ... Aahh ... Kay, memang kamu pandai merawat milikmu, Sayang. Ini rasanya sempit terus, Mas suka. Aaahh ... " rancau Mas Azzam sambil terus melesakan miliknya semakin dalam.

Aku hanya bisa menangis pilu dalam ketidak berdayaan. Di bawah sana terus saja dihajar Mas Azzam yang tak ada lelahnya.

Aku berusaha berteriak. Namun Mas Azzam lebih licah membekap muluku sembari tangan satunya meremas kuat pay**raku. Sunggguh rasanya tubuh ini remuk redam. Tersiksa lahir dan batin.

Memang, urusan seks-nya sangat tahan lama. Terkadang aku sudah lelah selama dua jam melayaninya. Tapi Mas Azzam masih bertahan karena belum keluar juga.

Aku tatap langit-langit kamar. Dalam hati terus berdo'a berharap ada yang berbaik hati mendengar dan menolongku. Tetapi, seberapa besar apapun keributan di rumah mertuaku seakan tak ada yang berduli. Terbukti saat Mama mertua aku memaki dan menghinaku hanya karena memetik jeruk bali yang ditanam di kebun milik mereka. Semua tetangga hanya menatapku dengan tatapan yang mungkin merasa iba.

Entah berapa jam Mas Azzam menggauliku. Yang pasti, miss V aku serasa sakit dan perih. Ia pun menyudahi setelah cairan hangat terasa menyiram dalam rahimku.

"Euuuuh ... Sayang, nikmat sekali milikmu, Sayang. Kau mau kabur? Mas titip benih dulu ya! hahaha ... Kayla, Kayla. Dasar perempuan bodoh kau."

"Kay, kita main bertiga ya! Mas pengen nyobain," imbuhnya dan sangat menjijikan terdengar di telingaku.

"Cuih! Kamu memang sudah gila, Mas."

Aku meludah ke sebarang tempat. Seraya berusaha bangun dan berjalan. Ternyata sakit sekali bagian bawahku. Aku hanya bisa menangis pilu. Andai bunuh diri tak berdosa, rasanya aku ingin mati saja.

"Kamu kenapa semakin berani sama suamimu, Kayla?" sentak Mas Azzam matanya melotot tajam.

"Kalau belum puas menyiksaku, bu*uh saja aku, Mas! Ayok bu*uh ... !!!"

Plak!

"Keluar kamu sekarang juga! Keluaaarrr ... !!!"

Mas Azzam akhirnya mengusirku dengan menghadiahi satu tamparan lagi di pipiku. Aku berjalan tertatih keluar dari kamar sembari memegangi pipi yang serasa panas. Aku pergi ke kamar mandi untuk mencuci sisa cairan yang menjijikan itu. Aku berharap, tidak akan hamil setelah benih mas Azzam tersemai kembali.

Sebenarnya aku ingin mandi lebih dahulu. Tetapi semua baju ada dikoper dan kopernya sudah dilempar keluar.

Brakk! brakk!

"Kayla cepat keluar!"

Mas Azzam menggebrak pintu kamar mandi. Aku terpaksa keluar tanpa mandi besar setelah melayani si petualang ranjang.

"Nunggu apa lagi? Kamu kan ngotot mau keluar dari rumah ini, cepat sana pergi! Atau mau menerima tawaran Mas untuk main bertiga?"

"Cuih, najis," ucapku.

Setelah berkata itu. Mas Azzam kembali masuk ke dalam kamar.

Aku pun berjalan terseok. Rasa perih dibagian intim belumlah berkurang. Rasanya robek di area sensitifku.

Sesampainya di ruang depan. Tak kulihat istri mudanya Mas Azzam. Namun telingaku mendengar dari kamar. Suara desahan Tia. Rupanya wanita itu sedang dipakai juga.

'Astaghfirullah,' ucapku dalam hati.

Sungguh menjijikan. Gilir sana gilir sini. Biarlah, keputusan aku sudah bulat. Malam ini juga aku harus keluar dari rumah ini.

Tok! tok!

"Mah, Ayah. Daffa mana?"

Aku mengetuk pintu kamar Mama bermaksud mengambil Daffa.

Ceklek!

"Pergi kamu sekarang! Pergiiii ... !!!?"

Ternyata Mas Azzam keluar dan hanya memakai celana dalam saja. Sedangkan si gudik terdengar memanggil-manggil di kamarku.

"Jangan coba-coba bawa Daffa dariku, Kayla! Kamu mau pergi, pergi sendiri sana!!"

"Daffa anakku, Mas. Dia lebih membutuhkan aku dari pada kamu."

Aku mendorong tubuh Mas Azzam yang kembali berusaha mencekik leher aku. Sekuat tenaga aku mendorong tubuh kekarnya.

Tetapi, Mas Azzam lebih kuat mendorong tububku hingga keluar rumah dan Mas Azzam segera mengunci pintu. Aku menggedor pintu itu berulang kali. Berharap ada tetangga yang perduli dan menolongku. Tetapi, harapanku hanya isapan jempol saja. Mereka tetap terlena dibuai mimpi indahnya.

"Mas, tolong berikan Daffa padaku!" Aku menangis tergugu di depan pintu. Tak mungkin aku pergi tanpa membawa Daffa.

Cukup lama aku menunggu tapi tetap tak ada satupun yang membuka pintu. Daffa juga anehnya tak terdengar menangis membuat hati aku semakin miris. Mengingat nasib yang tak pernah berakhir manis.

Karena tak mungkin terus bertahan di depan pintu laksana anjing penunggu. Aku berjalan meniggalkan rumah itu. Aku berpikir untuk tidur di mushola lebih dahulu. Baru besok kembali ke rumah ini mengambil Daffa lalu membawa pergi ke Jakarta ke rumah sepupu aku.

"Neng Kayla! Kenapa malam-malam di luar? Ini teh sudah tengah malam malah sudah mau pagi," ujar Pak Rt yang bertemu di dekat mushola. Ia terbiasa begadang menemani orang yang suka nongkrong di pos ronda.

Aku terdiam bingung harus berkata apa. Karena yang aku tahu jika pak Rt itu masih saudranya ayah mertua dan hubungan kedua keluarga itu tak pernah akur semenjak ribut masalah warisan.

"Neng, kok malah melamun! Apa ada masalah?"

"A- eh iya, Pak. Saya lagi ada masalah sama Mas Azzam. Saya sudah di usir tapi Daffa diambil mereka."

Aku terpaksa menjawab jujur meski tergagap. Karena memang itu faktanya dan pasti besok lusa pun semua orang di kampung itu heboh dengan kejadian semalam. Kenapa aku bisa berkata demikian? Karena setiap masalah apapun, Mama selalu menceritakan pada orang luar.

"Astaghfirullah. Terus gimana, Neng? Apa mau nunggu besok apa bagaimana? Da Bapak mah nggak bisa ikut campur urusan keluarga itu. Mohon maaf saja. Neng pasti tahulah hubungan Bapak dengan keluarga mertuanya Neng teh gimana." Kata Pak Rt.

"Iya, Pak. Nggak apa-apa. Biar saya cari jalan keluarnya nanti. Sekarang kalau boleh, saya mau numpang mandi di musholah, kan ada kamar mandi dekat tempat wudhunya."

"Apa nggak dingin mau mandi tengah malam begini, Neng?" tanya Pak Rt lagi. Aku hanya menggeleng lemah. Aku juga meminta izin pada pak Rt untuk izin tidur di musholah itu sampai pagi tiba. Alhamdulillahnya pak Rt itu mengizinkan.

Rasa kantuk yang tiba-tiba datang membuat aku harus segera mandi. Karena kalau sampai menjelang subuh aku belum mandi, bisa-bisa antri di toilet musholahnya.

"Ya sudah, Neng. Bapak pulang dulu ya. Kamu yang sabar dan hati-hati kalau berurusan dengan keluarga Azzam," peringat Pak Rt sebelum akhirnya beliau berlalu dari hadapanku.

Aku pun segera menuju musholah dan membuka koper untuk mencari handuk. Untung saja aku beli shampo yang rencengan dan selama di rumah Mas Azzam. Setiap mau pakai shampo. Aku membawanya 1 sachet saja. Sebab, kalau beli yang botolan dan ditaruh di kamar mandi. Bisa-bisa raib sebelum aku memakainya.

Bukan aku perhitungan dengan mertua. Karena aku kerja sendiri dan Mas Azzam jarang sekali memberikan uang untuk aku juga Daffa. Maka, aku harus berhemat diri.

Aku juga baru tahu beberapa hari terakhir. Ternyata Mas Azzam selama di Palembang juga rutin kirim uang ke Mama tanpa aku tahu dari salah satu tetangga yang suka diajak curhat oleh Mama Hasni.

Pantas saja, Mama selalu belanja banyak setiap bulannya. Entah itu kebutuhan anak bayi atau kebutuhan dapur yang di taruh di kulkas dan kulkasnya selalu terkunci.

Memang, tetangga Mama tidak semua baik dan juga sebaliknya. Namun, kereka rata-ratanya lebih memilih cuek saja. Karena jika ada yang berani ikut campur. Urusannya berakhir di ilmu perdukunan. Kabar ini akun dapatkan dari Teh Nani yang kemaren menyuruh aku untuk melabrak Tia.

Baru saja aku masuk ke kamar mandi di musholah. Sayup-sayup terdengar ayam berkokok. Itu tandanya sudah menjelang pagi. Lekas aku mandi dan setelah selesai, aku segera berganti baju lalu mengambil air wudhu. Aku masuk ke dalam musholah. Sambil menunggu adzan subuh tiba, aku membaca ayat-ayat al qur'an yang ada di handphonde.

Setelah waktu subuh tiba. Orang-orang mulai berdatangan untuk melaksanan kewajibannya sebagai muslim.

"Kayla!"

"Ah, Teteh?" Aku menoleh setelah ada yang memanggil.

"Kamu kenapa tidur di mushola?" Tanya Teh Nani.

"Tadi Teteh lihat Azzam sudah pergi bawa Daffa sama istri mudanya." Imbuhnya.

Kakiku tiba-tiba serasa lemas mendengar kabar itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status