Share

Bab 04. Kita Akhiri Saja

Aku memilih diam saja sembari terus melangkah menuju kamar. Mendengar ucapan Mas Azzam, aku sudah tak ingin perduli apapun kata dia. Yang katanya tak akan melepaskan aku. Mungkin dia belum puas sebelum melihat hidupku benar-benar hancur lebur.

"Kay ... buatkan Mas kopi!" pinta dia dengan santainya. Seolah tak terjadi apa-apa di antara kami.

Meskipun hati tak mau. Terpaksa aku melakukan tugas sebagai istri. Aku buatkan kopi pesanan mafia kelamin sebelum membuat hati semakin sakit dengan segala hinaan dan siksaannya.

Setelah selesai membuat kopi. Aku lekas membawa ke kamar. Karena Mas Azzam masih di dalam menemani Daffa yang masih terlelap dalam tidur siang. Padahal hari sudah semakin sore. Aku lirik jam sudah menujuk di angka 15.15menit WIB.

"Kay, Mau mandi? Mandi bareng Mas yuk!" ajak Mas Azzam ketika melihatku mengambil handuk dan membawa baju ganti.

Aku bergegas keluar kamar dan menuju kamar mandi yang terletak di samping dapur tanpa mau menjawab pertanyaan Mas Azzam. Tetapi ... ternyata ada Mama yang baru masuk ke kamar mandi. Karena kamar mandi cuma satu, terpaksa harus menunggu untuk bergantian.

Setelah Mama keluar tanpa melirikku yang berdiri tak jauh dari pintu. Aku lekas berlari masuk kamar mandi.

"Kayla! Mas ngomong sama kamu bukan sama patung kan? kamu sudah tuli?" sentak Mas Azzam sembari menggebrak pintu kamar mandi yang sudah tertutup rapat dan aku kunci.

Sekitar 15 menit menyelesaikan ritual mandi. Aku segera ganti baju di dalam saja karena takut berpapasan dengan ayah mertua yang kerap menatapku dengan tatapan mesumnya.

Karena pernah aku tak sengaja. Lepas mandi tidak membawa baju ganti ke kamar mandi dan hanya memakai handuk saja. Ayah memergoki dan menatapku tanpa berkedip. Saat itu aku lekas berlari masuk ke kamar dan mengunci diri.

"Mandinya cepat amat, Sayang?" kata Mas Azzam mungkin coba merayu. Aku melihat Daffa sudah tak ada di kamar entah dibawa kemana anak itu.

Aku masih tetap membisu. Rasanya sudah muak melihat wajah laki-laki yang ada di hadapanku. Apa lagi jika teringat beberapa jam yang lalu. Bagaimana pria bejad itu berciuman bersama madunya tanpa mengehiraukan perasaan aku yang hadir di sana.

"Sayang! Kamu pakai sabun apa sih? baunya harum kaya gini," katanya lagi.

Saat aku sedang menyisir rambut. Mas Azzam menciumi punggung serta merayap ke leherku. Aku berusaha menghindar. Tetapi, dengan cepat Mas Azzam menarik paksa lenganku hingga terjatuh tepat dipangkuannya. Lekas aku beranjak dari sana dan berusaha lari keluar. Tetapi, tangan kekar itu kembali menarik paksa tubuh mungilku.

"Layani Mas, Sayang. Lihat kamu seger kaya gini bikin juniornya Mas langsung meronta pengen dimanjain, Yank."

Kata Mas Azzam membuatku serasa ingin muntah. Membayangkan miliknya masuk ke beberapa lubang, sekarang mau masuk ke milikku. Oh no ... !!?

"Aku lagi datang bulan, Mas." Kataku memberi alasan.

Bodo amat mau dikatain durhaka juga. Aku masih bertahan karena memikirkan bagaimana caranya agar bisa lepas dari Mas Azzam juga Daffa bisa jatuh ke tanganku sepenuhnya.

"Hhmm ... yakin?"

"Kay, Maafin Mas ya. Mas menduakan kamu bukan berarti Mas sudah tidak cinta dan tidak sayang lagi sama kamu. Bukan kah dalam agama Islam di perbolehkan suami memiliki istri lebih dari satu?"

Aku tak mau perduli apapun yang dia katakan tentang pernikahan dia yang entah ke berapa kali.

Toh faktanya aku sudah terjebak dalam kepalsuan cintanya.

Tetapi setelah makin ke sini, aku ingin terbebas dari lelaki mafia kelamin ini.

"Meskipun dalam hati Mas sudah ada Tia. Tetapi kamu di hati Mas tetap yang terbaik, Sayang," rancaunya lagi.

Sebelum menjawab, aku tatap wajah lelaki yang sudah membersamaiku selama 3 tahun itu.

"Sepertinya pernikahan kita harus segera kita akhiri saja, Mas." Aku memotong ucapannya.

"M-maksud kamu?" tanya Mas Azzam singkat. Wajahnya terlihat menggelap dengan sorot mata yang sudah tajam menatapku.

"Maksud aku sudah jelas, Mas. Kita sudahi saja pernikahan kita ini. Kamu sudah banyak membohongiku. Harus sabar bagaimana lagi aku menghadapi kelakuan kamu, Mas?"

Sengitku yang kali ini benar-benar ingin mengeluarkan segala uneg-uneg di hati.

Mas Azzam berjalan mendekat. Tatapannya sangat tajam dan mengerikan. Lelaki itu mengepalkan tinjunya kuat-kuat dengan rahang yang sudah terlihat mengetat pula.

"Jangan macam-macam kau Kayla. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan kamu. Kau tau apa alasannya? kau punya hutang banyak sama aku, Kay. Kau lupa? pengobatan ayahmu menggunakan uangku sebesar hampir 20 juta. Jadi, anggap saja kamu itu pengganti uang yang ayah kau pakai meskipun dia pada akhirnya mati. Kau ibarat pel**ur pribadiku, Kayla," sarkas Mas Azzam.

Mendengar itu, mulutku ternganga tak percaya. Jadi, selama ini aku di ibaratkan barang gadai ataukah semacam pel**ur untuk suamiku?

"Hehehe ... kau memperhitungkan uang yang sudah kau berikan untuk pengobatan ayahku, Mas? Lalu, apa kabar uang tabunganku yang terpakai untuk biaya persalian Daffa benih kau, darah daging kau sendiri?" Aku terkekeh meski dalam dada menahan gemuruh yang serasa ingin meledak.

"Kau tau berapa biaya persalinan Daffa? hampir 13juta, Mas. Dan ... uang tanah warisan almarhum ibu, kau jual dengan merayu kakak sepupu aku yang memegang sertifikatnya. Kemana uangnya?" imbuhku tak kalah sengit untuk mengungkit masa yang telah terlewati dan tak berati.

Grek

Aku terkejut saat tangan kekar itu mencekik leherku begitu kuat. Mataku melolot tak percaya melihat Mas Azzam berbuat kasar seperti ini.

"L-lepas-in!"

Sekuat mungkin tanganku menarik lengan kekar itu yang semakin kuat mencecik leher.

"Bundaaa ... "

Beruntung Daffa masuk dan memeluk sehingga Mas Azzam melepaskan cengkraman tangannya. Aku terengah-engah mengatur pernafasan yang nyaris kehabisan. Sakit sekali rasanya cengkraman itu.

"Sekali lagi kau minta cerai, aku bu*uh kau!" sentak Mas Azzam mengancam sebelum ia berlalu keluar kamar.

Dugh!

Brakkk!

Kembali aku tersentak mendapati Daffa ditendang Mas Azzam hingga kepalanya membentur sudut almari baju.Seketika Daffa menangis kecang. sedangkan Mas Azzam keluar dengan membanting pintu begitu kasar.

Lekas aku meraih dan kugendong Daffa yang sedang menangis memegangi kepala yang ternyata benjol di keningnya.

"Astaghfirullah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status