"Sudah berapa kali ayah bilang, jauhi Mayang." padahal Eric baru masuk rumah, tapi langsung disambut oleh kalimat yang membuatnya marah.
“Apa salahnya, Yah?" tantang Eric, dia tidak suka ayahnya terlalu ikut campur masalah pribadinya.
“Kamu itu anak seorang jendral, seharusnya kamu tahu mana yang baik dan mana yang tidak pantas kamu lakukan. Lihat kakakmu, sukses membanggakan orang tuanya. Kamu tidak mau seperti itu?" murka ayahnya.
“Aku cinta, Yah." kata Eric sambil memelas menatap ayahnya.
"Mana tahu anak ingusan sepertimu masalah cinta." kata ayahnya meninggikan nada suaranya.
"Mayang berbeda, Yah." kata Eric meyakinkan ayahnya.
“Iya, dia berbeda. Bedanya kamu gak akan bisa makan kalau hidup dengannya." setelah mengatakan itu ayah Eric pergi, meninggalkan Eric yang terdiam tidak tahu harus bagaimana lagi.
Memang keluarga Eric tidak terlalu menyukai Mayang, bukan hanya karena dia berasal dari keluarga yang terbilang pas-pasan, tetapi juga karena keluarganya yang berantakkan. Tentang bapak Mayang yang kawin lagi dan sudah memiliki keluarga lainnya, tentang ibu Mayang yang hampir gila setelah kejadian itu, dan juga tentang Mayang yang suka bergonta-ganti pacar.
Ayah Eric bisa tahu, karena nama Mayang cukup sering terdengar saat mereka sarapan atau makan malam, karena penasaran dengan gadis yang sepertinya disukai anaknya itu, dia pun mencari informasi tentang Mayang.
Meskipun Eric dan Mayang cukup lama berteman, hanya kakak dan bundanya saja yang tahu sosok Mayang, itu karena ayah Eric jarang berada di rumah.
~
Eric sangat benci dengan keadaan ini, dia memendam amarahnya yang terasa seperti akan membakar dirinya sendiri. Eric pergi ke kamarnya membanting pintu dan membuangi buku yang ada di meja belajarnya, karena belum puas dia memukul dinding kamarnya dengan kedua tangannya berkali-kali. Setelah puas Eric pun menjatuhkan dirinya ke lantai dan bersandar di dinding yang tadi dipukulinya. Dilihatnya ada beberapa memar dan berdarah di kepalan tangannya, meskipun terasa sakit dia tidak menghiraukannya.
KRIETT...
Pintu dibuka oleh bunda Eric, menghampiri anak lelakinya itu dan memeluknya dari samping, diusapnya punggung anak lelakinya itu berkali-kali untuk menenangkan hati anaknya.
Eric dengan perasaannya tidak tahu lagi harus berkata apa, dia sangat emosi sampai kehilangan kata-katanya.
"Bunda tidak tahu Sayang, ini membantu atau tidak." ucap bundanya masih dengan posisi yang sama. "Jangan dulu pikirkan hal yang serius, masih jauh Sayang, masih harus kuliah, mengejar cita-citamu. Buktikan dulu ke ayah. Kalau kamu sudah sukses kelak dan sudah bisa menghidupi anak orang dengan uangmu sendiri, bunda yakin ayah pasti akan setuju." kata bunda Eric menenangkan anak lelakinya.
Eric menatap bundanya yang tersenyum dan itu bisa menenangkan hatinya yang sedang marah. "Trimakasih, Bunda." kata Eric.
"Iya Sayang, Eric sudah dewasakan? Jangan ceroboh saat mengambil keputusan." dicakupnya wajah anak kesayangannya itu, mengecup pipinya kanan dan kiri. "Pikirkan semuanya, berkali-kali sampai Eric Sayang mendapatkan jalan keluar yang paling tepat dari jalan keluar yang ada. OK Sayangnya bunda?" imbuhnya.
Eric hanya mengangguk sebagai tanda patuhnya kepada bundanya.
"Tetap di sini Sayang, bunda akan mengobati lukamu." kata bunda Eric dan keluar dari kamar Eric.
~~~
Mayang berangkat lebih pagi hari ini, karena dia mau menyelesaikan membaca cerita fantasi di perpustakaan. Beberapa hari lagi liburan dan dia tidak mau penasaran dengan akhir kisah cerita itu.
Sangat tenang dan damai. Namun tidak berlangsung lama karena tiba-tiba ada sekantong kresek snack berbagai macam jenis yang jatuh di atas buku yang dibacanya. Mayang mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang berani mencari masalah dengannya saat ini. Dia mendapati Eric sedang tersenyum mengejek di depannya sambil mengacungkan jari tengah dan jari telunjuknya bersamaan.
"Ngapain sih Lu? Ganggu aja." ucap Mayang sambil menaruh snack ke atas meja di depannya.
"Mau ujian, Non ... kok ngapelin perpus?" Eric mendaratkan bokongnya di samping Mayang dan mengambil kacang kulit, membukanya dan mulai memasukkannya satu persatu ke mulutnya.
"Bentar lagi libur, ini tinggal dikit. Dari pada perasaan entar. Besok kan aku sudah lulus, mana bisa maen ke perpus lagi." terang Mayang.
Eric tidak menghiraukannya, dia malah meninggalkan kacang kulit itu dan beralih ke botol teh yang terlihat sangat menyegarkan.
Mayang yang melihat adegan itu mulai tidak tahan dan menyambar teh yang dipegang Eric, tetapi dia terkejut mendapati tangan Eric yang dibalut dengan perban walau hanya tipis saja.
“Kamu kenapa Eric?" tanya Mayang panik.
"Gak papa." jawab Eric cuek.
"Kok diperban?" tanya Mayang lagi.
“Terkilir." jawab Eric santai, dia tidak mau ambil pusing dengan tangannya itu.
"Emang ada gitu terkilir trus diperban." tuntut Mayang karena heran dengan jawaban Eric.
"Ada nih." jawab Eric sambil menunjukkan lukanya.
"Dasar lu, ditanya beneran juga." Mayang cemberut sambil berkacak pinggang dan memelototkan mata beloknya itu. Eric hanya tersenyum sambil menjulurkan lidahnya.
Mayang melanjutkan acara membacanya dan Eric menemani di sampingnya, meski pun dia hanya memakan snack dan memperhatikan semua gerakan Mayang, tetapi Mayang tidak memedulikannya.
“May." panggil Eric setelah keheningan yang sangat sama dan membosankan.
Memang hanya ada mereka berdua di sana. Sekarang masih jam 8 di mana kelas 10 dan 11 pelajaran masih berlangsung saat ini.
"Apa." kata Mayang tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang dibacanya.
“Aku sayang." kata Eric.
"Ame siape, Susan?" Susan adalah siswi kelas 10B yang beberapa hari ini dipepet terus sama Eric.
“Kamu." jawab Eric datar namun bisa membuat Mayang melupakan apa yang dia baca dan menutup bukunya dengan kasar.
"Kita sudah janji kan, gak lagi ngomongin soal ini." tegas Mayang.
"Tapi aku sayang." jawab Eric sambil menatap ke dalam manik berwarna coklat itu.
Mayang hanya terdiam, mengerutkan alis tebalnya. Karena tidak tahu harus menganggap ini sebagai tanda mengajak pacaran, bercanda, atau bagaimana.
Eric yang merasa kediaman Mayang sebagai tanda bahwa dia juga merasakan hal yang sama malah memajukan wajahnya, menyentuh benda kenyal merah muda itu dengan bibirnya, menggigit bibir bawah Mayang yang sedikit terbuka. Dan melumatnya dengan kasih sayang. Meski pun Mayang tidak membalasnya, Eric tetap menikmatinya.
Mayang yang tidak menyangka kalau Eric akan mencium bibirnya hanya bisa membulatkan matanya. Jantungnya berdegup kencang dan merasakan sesuatu yang aneh menjalar ke seluruh tubuhnya. Tubuhnya seperti jeli dan dia tidak bisa bergerak sedikit pun.
Dirasa nafasnya seolah akan habis Eric melepaskan bibir Mayang dan menatap Mayang dengan senyum yang sangat sulit diartikan bagi Mayang.
Eric mendekatkan bibirnya ke telinga Mayang, "Aku yakin itu ciuman pertamamu, rasanya aku baru saja mencium manekin yang memiliki bibir lembut tapi rasanya sangat manis."
Arum sudah berumur tiga tahun sekarang. Tapi baik Banyu maupun Mayang masih saja tetap menawan.Banyu dengan tubuhnya yang tetap seksi dan menggoda, serta Mayang yang lebih berisi namun semakin membuatnya terlihat lebih segar sekarang.“Ayo, Sayang ... habiskan makananmu ... .” Mayang terus mengejar Arum dengan membawa sendok di tangan kanannya dan piring di tangan kiri yang berisi nasi yang tinggal sedikit dengan lauk sop brokoli plus bakso itu, memang Mayang masih menyuapi kesayangannya sekarang.“Kejal, Ma. Kejal telus.” Arum masih saja berlari sambil tertawa sampai ke dalam ruang kerja papanya, Banyu, dan mengagetkan Banyu yang masih fokus dengan pekerjaannya.Banyu segera meninggalkan meja kerjanya dan menunduk karena Arum bersembunyi di bawah mejanya sambil mengacungkan jari telunjuknya dan ditempelkan di depan bibirnya yang mengerucut. “Kenapa, Gadis Manis?”
“Selamat pagi, Nona Mayang. Senang melihatmu setelah sekian lama berkelana di Bali.”Deg.“Masih pagi.” Banyu memperingatkan karena tidak ingin mendengar perdebatan saat sedang sarapan seperti saat ini.“Hey ... Siska.” sapa Mayang, meski sedikit canggung karena merasa Siska mengetahui tentangnya yang kabur bersama Eric.Siska tidak menjawab sapaan Mayang. Dia jengkel karena merasa Mayang telah mempermainkan bosnya. “Barang yang datang sudah aku kirim semalam. Tinggal satu paket lagi, milik MK, Ngunut.” Siska meraih roti gandum di atas meja dan memberinya selai stroberi lalu melahapnya.“Bagus. Aku akan mengambil uangnya setelah ini, dan saat aku kembali kamu kirimkan.” Banyu mempercepat sarapannya dan segera bersiap berangkat sekarang.Mayang yang merasa obrolan Banyu dan Siska ambigu tidak berani b
Eric menghentikan kegiatannya saat melihat wanita yang dicintainya malah menangis tersedu sekarang. Diraihnya tubuh bergetar itu dan membawanya ke dalam pelukannya. “Hey ... maafkan aku, harusnya aku mengajakmu menikah lebih dulu, bukan malah seperti ini. Maafkan aku, May.” dielusnya punggung bergetar itu dan sesekali mencium puncak kepalanya.Mayang hanya diam tidak ingin menjawab apa pun sekarang. Bahkan mendengar sebuah pernikahan saja, seakan menampar dirinya sendiri, betapa telah begitu hina dirinya saat ini.Tidak ingin keadaan ini terus berlanjut, Mayang mengurai pelukan itu, menyeka air matanya, dan menatap Eric setelahnya, “Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, tapi aku ingin kamu menjawab semuanya dengan jujur.”Eric mengangguk, “Ya. Aku akan menjawabnya dengan jujur.” perasaan Eric menjadi tidak nyaman, sepertinya Mayang akan menanyainya sebuah kebenaran yang telah lama disem
“Terima kasih, Pak, Bu.”Tak ada lagi yang terdengar setelah itu, selain isak tangis dari seorang ibu yang sedang meratapi putri tunggalnya saja.“Apa salah anakku? Kenapa kamu tega melakukan semua ini terhadap anakku?” meski seseorang tetap menguatkan dan menyuruhnya untuk bersabar, tetap saja, dia sedang membutuhkan sebuah penjelasan sekarang.“Bapak ... tidak ... tahu ... kenapa ... kamu ... melakukan ... ini, bahkan ... saat ... orang ... suruhanmu ... mengajak ... bapak ... pergi ... waktu ... itu, bapak ... tetap ... mendukungmu, meski ... itu ... sangat ... tidak ... benar.” tidak ingin terpancing emosi, bapak Mayang hanya bisa menarik napasnya berkali-kali agar pikirannya tetap tenang.“Saya hanya ingin Mayang lebih mengenal hatinya saja, saya tidak ingin Mayang menerima saya karena terpaksa saja, saya ingin bersama Mayang jika memang dia benar-benar
“Hahahahahaha.” Eric terbahak mendengar ucapan Banyu yang baru saja terlontar dari mulutnya itu, “Bagaimana jika Mayang mendengar ini, pasti dia akan menyukainya.”“Hahahahahaha.” berganti Banyu yang terbahak sekarang, “Lakukan saja sesukamu.”“Bos?” Siska menoleh ke Banyu, dan Banyu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Siska diam dan tidak ikut campur sekarang.“Ya ... aku akan melakukannya setelah bertemu dengannya nanti.” Eric sangat bahagia mengetahui kenyataan yang baru saja didapatnya.“Duduklah, aku yakin bukan hanya itu tujuanmu, sampai kau rela datang ke tempat yang sejauh ini.” Banyu mengambil gelasnya lagi dan meminum isinya.“Aku akan membawa Mayang pergi dan menikahinya, ayahku sudah meninggal dan tidak ada lagi alasan untuknya tidak menerimaku.” Eric mengatakannya de
Mayang baru saja menyelesaikan sarapannya dengan Banyu di kamarnya. Untung saja tadi Mayang mengambil nasi goreng cukup banyak, jadi perutnya yang keroncongan itu bisa terisi dengan cukup meski makan sepiring berdua bersama Banyu.Tok. Tok. Tok.Mayang segera menaruh piring kosong yang dipegangnya di atas nakas, dan segera membuka pintu kamarnya setelah mendengar ketukan di pintu kamar itu, “Ya?”“Nduk, ibu mau pulang sekarang.” kata ibu Mayang dengan wajah yang cukup panik.“Kenapa, Bu ... kok buru-buru?” Mayang penasaran karena ibunya sangat panik saat ini.“Nak Eric, Nduk. Nak Eric.”Deg.Rasanya seperti tersambar petir, meski belum tahu apa yang akan dibicarakan ibunya, tubuh Mayang sudah bergetar sekarang, “Kenapa Bu sama Eric?”Ibu Mayang hanya menangis
“Papa merusak suasana.” Sekar menyusul mamanya dan meninggalkan papanya di tengah lautan manusia yang sedang berjoget sekarang.Mayang yang tidak sengaja melihat kejadian yang baru saja, segera mendekati papa Banyu yang sekarang sudah resmi menjadi papanya juga, “Pa?”Papa menoleh dan tersenyum ke Mayang, “Papa banyak salah sama mama, jadi wajar kalau mama gak mau ketemu sama papa.”“Gak papa, Pa. Mama masih marah, sama Mayang aja dulu. Sekar beneran kurang enam bulan, Pa ... kuliahnya?” Mayang mencoba mengalihkan pembicaraan.Papa mengangguk, “Memang dia mau kuliah di sana sambil merayu papa agar pulang, tapi bukannya papa gak mau, tapi papa gak bisa.”“Tapi Mayang gak lihat ada anak kecil di sana?” Mayang menanyakan tentang jika papanya itu sudah memiliki anak dari wanita lain yang merawatnya di Malay
Mayang memeluk tubuh Banyu erat. Meski dia ingin segera masuk ke dalam sana, tapi dirinya pun takut setelah melihat genangan air yang menyerupai rawa di tengah rumah besar itu. Rumput yang memenuhi bibir kolam itu pun menambah kesan seram di pikiran Mayang.Banyu berjalan perlahan terus semakin dalam sambil menajamkan pendengarannya. Dia tidak ingin membahayakan gadis manisnya degan mendatangi tempat ini sendirian, apa lagi Banyu tidak mengenal daerah ini. Tapi dirinya juga tidak mungkin meninggalkan Mayang di rumah karena akan membuat ibunya semakin kawatir nanti. “Jangan jauh dariku.” pelan Banyu.Mayang mengangguk, melangkah perlahan seperti Banyu juga dan sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri.Hampir menghabiskan satu putaran penuh dan bapak Mayang belum kelihatan. Pintu kayu yang hampir reot juga sudah terbuka semua, hanya menyisakan empat pintu saja. Banyu mendekat ke pintu selanjutnya dan membuka
Sore ini Mayang sudah kembali ke rumahnya. Tapi Banyu tidak bisa menginap karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.Waktu luangnya yang cukup membuat Mayang ingin berjalan-jalan untuk melepas penat sore ini. Mungkin sedikit keluar mencari martabak manis bisa menyenangkan hatinya.Perlahan Mayang menyusuri jalan di kompleks perumahannya, dengan jaket parasit berwarna hijau lumut membuat Mayang tidak kedinginan meski langit sudah menggelap sekarang.Tin. Tin.Mayang menoleh, melihat senyuman yang lama tidak ditemukannya, dari pemilik yang duduk di depan kemudi mobil berwarna citrus mica metalik.“Masuklah.” teriak seseorang dari dalam mobil itu.“Aka mau nyari martabak di depan.” tolak Mayang halus.“Iya, aku juga mau ke sana.” jawabnya sambil membukakan pintu mobil itu dari dalam.