Mentari bersinar cerah di bulan Maret ini. Burung berciutan terdengar merdu di telinga.
Meskipun Mayang yakin ini masih sangat pagi, namun dia merasakan guncangan yang sangat kentara mengganggu tidurnya. Perlahan membuka mata dan menemukan sosok Eric di depannya dengan senyuman seperti biasanya. "Ngapain kesini?" kata Mayang ketus.
“Galak bener, sekolah yuk." kata Eric yang terus menggoda Mayang agar segera bangun.
“Aku lagi sakit." jawab Mayang malas.
"Mana ada orang sakit tidur pake tengtop gitu." kata Eric sambil menarik kaos yang dikenakan Mayang.
"Mendingan Lu urusin tuh cewek-cewek Lu." kata Mayang dan duduk sedikit menjauhi Eric.
Meskipun sedikit tersinggung Eric harus tetap bersabar menghadapi Mayang ketika marah seperti sekarang. "Mandi sekarang atau kugendong ke kamar mandi." tegas Eric.
Mayang segera berdiri, mengambil handuk dan berlalu ke kamar mandi. Meninggalkan Eric yang tersenyum tipis melihat tingkah Mayang. 'Inilah Mayangku yang dulu' gumamnya dalam hati.
"Tumben jemput aku." Mayang keluar dari kamarnya, sudah siap dengan tas sekolah hanya tinggal memakai sepatu saja.
"Aku denger kamu jomblo jadi aku jemput dari pada naik angkot." jawabnya cuek sambil memainkan game Onet Connect di ponselnya.
"Emang lo gak jomblo?" kata Mayang sewot.
“Jomblo." kata Eric.
"Iss...gombal, trus cewek yang Lu cipok kemaren siapa, memedi?" kata Mayang tanpa melihat Eric karena dia sibuk membenarkan tali sepatunya.
“Kamu cemburu." Eric masih tetap main game meski pun sebenarnya sedikit gemas dengan sikap Mayang.
"Iss...ogak banget, siape Lu," jawab Mayang sewot sambil berdiri. "Buruan berangkat." imbuhnya lagi.
"Kamu gak sarapan?" tanya Eric, dia sangat tahu Mayang tidak tahan jika tidak segera mengisi perutnya saat membuka mata.
"Gak punya nasi, soalnya ibu tahunya aku masih di rumah. Kan kalau siangan aku bisa masak mi." jawab Mayang.
Tanpa menjawab Eric berdiri, mendekati motornya dan menungganginya sambil memakai helm di atas motor. Menytarter motor kesayangannya dan bersiap berangkat sekolah.
~
Setelah sampai di tempat parkir sekolah Mayang segera turun dan berniat langsung ke kelasnya menaruh tas dan pergi ke kantin untuk mencari sarapan. Namun tangannya ditahan oleh Eric.
"Tetaplah jadi Mayang yang dulu, jangan terlalu banyak minum. Itu tidak baik untuk kesehatanmu." kata Eric karena tidak tahan kalau harus pura-pura tidak peduli dengan kejadian kemarin.
Mayang melongo dan menatap Eric, dari mana dia bisa tahu tentang itu, apa memang yang kemarin itu bukan mimpi tapi kenyataan. Eric melepas helmnya, turun dari motor dan memegang pundak Mayang kanan dan kiri dengan kedua tangannya.
"Ingat, selalu ada aku." kata Eric dan Mayang hanya mengangguk.
"Tapi maukah kamu berjanji satu hal?" tanya Mayang. Eric mengangguk sebagai tanda setuju, "Lakukan di belakangku. Agar aku tidak tahu apa yang kamu lakukan dengan mereka." kata Mayang.
"Aku janji." jawab Eric mantap dan melepaskan tangannya dari pundak Mayang, memasukkan tangannya ke saku celana dan berjalan mendahului Mayang.
Mayang memandang punggung Eric dengan senyum yang terlukis di wajahnya.
~~~
Mayang dan Eric tetap seperti biasanya, Eric dengan cewek-ceweknya dan Mayang yang masih tetap berburu cowok tajir untuk dijadikan mangsa. Meski pun mereka menyembunyikan satu sama lain, tetapi masih saling tahu juga seperti apa kebenaran di antara mereka. Hanya saja keduanya enggan membahas tentang hal itu.
Seperti saat ini, Mayang sedang berada di kantin bersama Andre pacar barunya, menyantap soto ayam dengan banyak sambal, karena Mayang sangat menyukai makanan yang pedas. Dan Eric berada di pojok perpustakaan dengan Rita, kekasih barunya juga. Semua berjalan seperti biasa.
“Mayang." panggil Eric saat akan masuk kelas. Mayang berhenti menunggu Eric sambil bersedekap dada. Eric merangkul bahu Mayang dan mengajaknya berjalan beriringan. "Habis ini mau ke mana? Kuliah di UNBRA yuk." ajak Eric.
“Pake duit bokap Lu?" jawab Mayang santai.
"Kan ada jalur beasiswa, aku bantu cari ya? Ayahku kan punya banyak kenalan tuh." kata Eric.
"Pikir entar aja deh, pusing kalo ngomongin itu." terang Mayang.
"Biar kita bisa barengan terus May. Yak elah, ngeselin banget sih kamu May." mereka berhenti dan saling tatap.
“Ya aku kan beda sama kamu Eric. Aku mah apa atuh." jawab Mayang dengan wajah datar tanpa ekspresi berarti.
Eric yang kesal meninggalkannya berjalan lebih dulu ke bangku di pojok ruangan. Tempat yang paling aman untuk bersembunyi dari gurunya saat kantuk melanda di jam pelajaran.
~~~
Mendekati hari UAN. Semua murid sangat getol belajar agar bisa lulus dengan nilai yang maksimal, begitu pun dengan Eric dan Mayang. Tidak ada waktu bagi mereka bercanda dan berkencan dengan pacar mereka masing-masing.
Rasa kangen kepada sahabat sendiri pun diabaikannya, semua demi nilai yang maksimal. Menjadi murid 12 memang sesibuk ini kan.
~~~
Setelah ujian selesai, para murid kelas 12 memiliki waktu luang yang sangat banyak, meski pun harus pergi ke sekolah setiap hari hanya untuk absen, tetap menyenangkan.
"Mayang!" panggil Eric. Tidak ada jawaban hanya kedua alis Mayang saja yang bergerak naik turun. "Ke rumah yuk, bunda lagi masak banyak nih. Kakak aku syukuran, aku kan punya keponakan sekarang." ajak Eric.
"Ciee...yang jadi paman. OK deh." jawab Mayang semangat sambil mengacungkan dua jempolnya bersamaan.
~
Acara berlangsung lancar, meski pun ayah Eric tidak kelihatan sejak Mayang datang sampai acara selesai.
Saat Mayang berpamitan untuk pulang, ternyata barengan sama ayah Eric yang baru pulang dari dinasnya.
"Malam, Om." sapa Mayang dengan senyum manisnya.
Tidak ada jawaban dari lelaki yang sangat gagah dan berwibawa itu, ada perasaan tak enak di hati Mayang.
~
"Maaf Den, tuan mencari Aden." panggil bibi saat Eric mau mengantarkan Mayang pulang, dan dibalas anggukan oleh Eric.
"Ikut ke dalam yuk." ajak Eric ke Mayang.
"Aku tunggu di sini ya." kata Mayang dan dijawab anggukan oleh Eric dan berlalu pergi.
~
Eric keluar rumah dengan wajah yang sedikit aneh di mata Mayang.
"Ada apa Eric?" tanya Mayang heran. Tidak ada jawaban dari Eric dan Mayang pun juga tidak berani menanyainya lagi. Mereka cukup lama kenal, dan aura Eric membuat Mayang lebih memilih untuk diam meski pun dia sangat ingin tahu. Apa yang membuat mood Eric berubah setelah keluar dari rumahnya tadi.
Rumah Eric dan Mayang memang dekat, beda gang saja, hanya butuh beberapa menit dan mereka telah sampai.
"Aku pulang ya, May." ucap Eric dan langsung berlalu meninggalkan Mayang yang kebingungan dengan tingkah Eric yang cepat berubah.
Mungkin memang ada sesuatu yang terjadi tadi, hanya saya Eric masih belum mau cerita dengannya. Itu lah yang dipikirkan Mayang.
Arum sudah berumur tiga tahun sekarang. Tapi baik Banyu maupun Mayang masih saja tetap menawan.Banyu dengan tubuhnya yang tetap seksi dan menggoda, serta Mayang yang lebih berisi namun semakin membuatnya terlihat lebih segar sekarang.“Ayo, Sayang ... habiskan makananmu ... .” Mayang terus mengejar Arum dengan membawa sendok di tangan kanannya dan piring di tangan kiri yang berisi nasi yang tinggal sedikit dengan lauk sop brokoli plus bakso itu, memang Mayang masih menyuapi kesayangannya sekarang.“Kejal, Ma. Kejal telus.” Arum masih saja berlari sambil tertawa sampai ke dalam ruang kerja papanya, Banyu, dan mengagetkan Banyu yang masih fokus dengan pekerjaannya.Banyu segera meninggalkan meja kerjanya dan menunduk karena Arum bersembunyi di bawah mejanya sambil mengacungkan jari telunjuknya dan ditempelkan di depan bibirnya yang mengerucut. “Kenapa, Gadis Manis?”
“Selamat pagi, Nona Mayang. Senang melihatmu setelah sekian lama berkelana di Bali.”Deg.“Masih pagi.” Banyu memperingatkan karena tidak ingin mendengar perdebatan saat sedang sarapan seperti saat ini.“Hey ... Siska.” sapa Mayang, meski sedikit canggung karena merasa Siska mengetahui tentangnya yang kabur bersama Eric.Siska tidak menjawab sapaan Mayang. Dia jengkel karena merasa Mayang telah mempermainkan bosnya. “Barang yang datang sudah aku kirim semalam. Tinggal satu paket lagi, milik MK, Ngunut.” Siska meraih roti gandum di atas meja dan memberinya selai stroberi lalu melahapnya.“Bagus. Aku akan mengambil uangnya setelah ini, dan saat aku kembali kamu kirimkan.” Banyu mempercepat sarapannya dan segera bersiap berangkat sekarang.Mayang yang merasa obrolan Banyu dan Siska ambigu tidak berani b
Eric menghentikan kegiatannya saat melihat wanita yang dicintainya malah menangis tersedu sekarang. Diraihnya tubuh bergetar itu dan membawanya ke dalam pelukannya. “Hey ... maafkan aku, harusnya aku mengajakmu menikah lebih dulu, bukan malah seperti ini. Maafkan aku, May.” dielusnya punggung bergetar itu dan sesekali mencium puncak kepalanya.Mayang hanya diam tidak ingin menjawab apa pun sekarang. Bahkan mendengar sebuah pernikahan saja, seakan menampar dirinya sendiri, betapa telah begitu hina dirinya saat ini.Tidak ingin keadaan ini terus berlanjut, Mayang mengurai pelukan itu, menyeka air matanya, dan menatap Eric setelahnya, “Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, tapi aku ingin kamu menjawab semuanya dengan jujur.”Eric mengangguk, “Ya. Aku akan menjawabnya dengan jujur.” perasaan Eric menjadi tidak nyaman, sepertinya Mayang akan menanyainya sebuah kebenaran yang telah lama disem
“Terima kasih, Pak, Bu.”Tak ada lagi yang terdengar setelah itu, selain isak tangis dari seorang ibu yang sedang meratapi putri tunggalnya saja.“Apa salah anakku? Kenapa kamu tega melakukan semua ini terhadap anakku?” meski seseorang tetap menguatkan dan menyuruhnya untuk bersabar, tetap saja, dia sedang membutuhkan sebuah penjelasan sekarang.“Bapak ... tidak ... tahu ... kenapa ... kamu ... melakukan ... ini, bahkan ... saat ... orang ... suruhanmu ... mengajak ... bapak ... pergi ... waktu ... itu, bapak ... tetap ... mendukungmu, meski ... itu ... sangat ... tidak ... benar.” tidak ingin terpancing emosi, bapak Mayang hanya bisa menarik napasnya berkali-kali agar pikirannya tetap tenang.“Saya hanya ingin Mayang lebih mengenal hatinya saja, saya tidak ingin Mayang menerima saya karena terpaksa saja, saya ingin bersama Mayang jika memang dia benar-benar
“Hahahahahaha.” Eric terbahak mendengar ucapan Banyu yang baru saja terlontar dari mulutnya itu, “Bagaimana jika Mayang mendengar ini, pasti dia akan menyukainya.”“Hahahahahaha.” berganti Banyu yang terbahak sekarang, “Lakukan saja sesukamu.”“Bos?” Siska menoleh ke Banyu, dan Banyu mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Siska diam dan tidak ikut campur sekarang.“Ya ... aku akan melakukannya setelah bertemu dengannya nanti.” Eric sangat bahagia mengetahui kenyataan yang baru saja didapatnya.“Duduklah, aku yakin bukan hanya itu tujuanmu, sampai kau rela datang ke tempat yang sejauh ini.” Banyu mengambil gelasnya lagi dan meminum isinya.“Aku akan membawa Mayang pergi dan menikahinya, ayahku sudah meninggal dan tidak ada lagi alasan untuknya tidak menerimaku.” Eric mengatakannya de
Mayang baru saja menyelesaikan sarapannya dengan Banyu di kamarnya. Untung saja tadi Mayang mengambil nasi goreng cukup banyak, jadi perutnya yang keroncongan itu bisa terisi dengan cukup meski makan sepiring berdua bersama Banyu.Tok. Tok. Tok.Mayang segera menaruh piring kosong yang dipegangnya di atas nakas, dan segera membuka pintu kamarnya setelah mendengar ketukan di pintu kamar itu, “Ya?”“Nduk, ibu mau pulang sekarang.” kata ibu Mayang dengan wajah yang cukup panik.“Kenapa, Bu ... kok buru-buru?” Mayang penasaran karena ibunya sangat panik saat ini.“Nak Eric, Nduk. Nak Eric.”Deg.Rasanya seperti tersambar petir, meski belum tahu apa yang akan dibicarakan ibunya, tubuh Mayang sudah bergetar sekarang, “Kenapa Bu sama Eric?”Ibu Mayang hanya menangis
“Papa merusak suasana.” Sekar menyusul mamanya dan meninggalkan papanya di tengah lautan manusia yang sedang berjoget sekarang.Mayang yang tidak sengaja melihat kejadian yang baru saja, segera mendekati papa Banyu yang sekarang sudah resmi menjadi papanya juga, “Pa?”Papa menoleh dan tersenyum ke Mayang, “Papa banyak salah sama mama, jadi wajar kalau mama gak mau ketemu sama papa.”“Gak papa, Pa. Mama masih marah, sama Mayang aja dulu. Sekar beneran kurang enam bulan, Pa ... kuliahnya?” Mayang mencoba mengalihkan pembicaraan.Papa mengangguk, “Memang dia mau kuliah di sana sambil merayu papa agar pulang, tapi bukannya papa gak mau, tapi papa gak bisa.”“Tapi Mayang gak lihat ada anak kecil di sana?” Mayang menanyakan tentang jika papanya itu sudah memiliki anak dari wanita lain yang merawatnya di Malay
Mayang memeluk tubuh Banyu erat. Meski dia ingin segera masuk ke dalam sana, tapi dirinya pun takut setelah melihat genangan air yang menyerupai rawa di tengah rumah besar itu. Rumput yang memenuhi bibir kolam itu pun menambah kesan seram di pikiran Mayang.Banyu berjalan perlahan terus semakin dalam sambil menajamkan pendengarannya. Dia tidak ingin membahayakan gadis manisnya degan mendatangi tempat ini sendirian, apa lagi Banyu tidak mengenal daerah ini. Tapi dirinya juga tidak mungkin meninggalkan Mayang di rumah karena akan membuat ibunya semakin kawatir nanti. “Jangan jauh dariku.” pelan Banyu.Mayang mengangguk, melangkah perlahan seperti Banyu juga dan sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri.Hampir menghabiskan satu putaran penuh dan bapak Mayang belum kelihatan. Pintu kayu yang hampir reot juga sudah terbuka semua, hanya menyisakan empat pintu saja. Banyu mendekat ke pintu selanjutnya dan membuka
Sore ini Mayang sudah kembali ke rumahnya. Tapi Banyu tidak bisa menginap karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.Waktu luangnya yang cukup membuat Mayang ingin berjalan-jalan untuk melepas penat sore ini. Mungkin sedikit keluar mencari martabak manis bisa menyenangkan hatinya.Perlahan Mayang menyusuri jalan di kompleks perumahannya, dengan jaket parasit berwarna hijau lumut membuat Mayang tidak kedinginan meski langit sudah menggelap sekarang.Tin. Tin.Mayang menoleh, melihat senyuman yang lama tidak ditemukannya, dari pemilik yang duduk di depan kemudi mobil berwarna citrus mica metalik.“Masuklah.” teriak seseorang dari dalam mobil itu.“Aka mau nyari martabak di depan.” tolak Mayang halus.“Iya, aku juga mau ke sana.” jawabnya sambil membukakan pintu mobil itu dari dalam.