Jakarta yang selalu macet dan semrawut di pagi hari bertambah kacau karena hujan yang tak kunjung reda. Beberapa pengendara motor tampak meneduh dibawah jembatan penyeberangan untuk mengenakan jas hujan yang baru dikeluarkan dari bagasi motor mereka.
Sasha menguap dibalik kemudinya, membunyikan klakson berkali-kali agar mobil di depannya maju walau selangkah. Dengan gelisah ia melihat jam digital di ponselnya yang sudah menunjukan pukul 09.02 pagi.
Hari ini tepat satu bulan sejak Sasha dipromosikan menjadi Manager Public Relation di kantornya. Ia dijadwalkan untuk menghadiri rapat internal rutin pada pukul 9.30 pagi ini. Rapat tersebut akan dihadiri oleh seluruh manager dan direktur Kencana Hotel Group termasuk Sasha.
Dengan tergesa Sasha berlari ke lift segera setelah mobil pinjamannya terparkir di parking area. Ia membuka ponselnya dan mengirim pesan singkat ke Caroline Manager Marcom untuk menyampaikan keterlambatannya.
Hari ini Sasha mengenakan setelan terbaiknya untuk memberikan kesan yang baik didepan seluruh direktur dan manager hotel kencana. Terusan selutut tanpa lengan berwarna merah marun menjadi pilihannya.
Stiletto hitam yang ia kenakan terdengar menggema nyaring di seantero lobby yang lengang karena pada waktu itu hampir seluruh karyawan sudah masuk ke ruang kerjanya masing-masing.
Rapat rutin bulanan di adakan di ruang meeting besar yang diberi nama 'Brainstorming Room' oleh manajemen Kencana Hotel Group. Sambil mengatur nafasnya Sasha berjalan cepat menuju ke ruangan tersebut.
Sasha membuka pintu ruang meeting perlahan dan mendapati seluruh peserta meeting sudah duduk di tempatnya masing-masing. Di tempat duduk terdepan tampak Direktur Utama Daniel Park sedang berbicara mengenai perkembangan Kencana Hotel Group saat ini. Ia sempat berhenti sebentar dan mengangguk pada Sasha saat Sasha berdiri di dekat pintu.
Setelah mendapatkan isyarat untuk masuk, Sasha segera berjalan secepat kilat menuju kursi yang masih kosong, tepat di sebelah kanan sang direktur utama, Daniel Park.
Sasha membuka laptopnya dan mulai membuka-buka file yang akan dia presentasikan. Sementara itu Daniel Park masih berbicara panjang mengenai penurunan omset yang merosot tajam di beberapa cabang Kencana Hotel Indonesia sambil sesekali menunjuk grafik yang tertera di layar proyektor.
Setelah rapat panjang mengenai omset, servis dan ekspansi hotel tibalah saatnya giliran Sasha untuk mempresentasikan rencana yang ia buat untuk Kencana Hotel Group. Ia berdiri di depan para peserta rapat sambil berbicara dan menunjuk beberapa data yang telah ia siapkan untuk presentasi. Sesekali Sasha menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga karena menutupi sebagian wajahnya yang menurut kebanyakan orang cantik natural.
Tanpa Sasha sadari Daniel Park menaruh perhatian penuh padanya. Ia tampak tidak mengalihkan pandangan sedikit pun dari Sasha saat Sasha melakukan presentasi didepan. Cara bicara Sasha yang lugas dan menarik serta pembawaan Sasha yang elegan membuat ia seperti tersihir oleh Sasha.
"What do you think Pak Dan?" suara Sasha mengagetkan Daniel yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Daniel tergagap, ia menatap singkat ke laptopnya dan mengingat-ingat presentasi yang Sasha sampaikan tadi.
"Well, ide-ide yang kamu sampaikan cukup segar tapi harus kita pikirkan dengan baik cara eksekusinya, supaya kita bisa keep it low cost, karena as we know kita lumayan kebobolan di pengeluaran keuangan," Daniel menanggapi Sasha sambil menunjukan angka pengeluaran keuangan di kertas yang diberikan bagian akunting.
Sasha mengangguk-angguk mengiyakan, lalu ia menutup presentasi nya dengan melaporkan kenaikan rating review Kencana Hotel di situs hotel & travel bergengsi di dunia yang dengan segera disambut tepuk tangan seluruh peserta rapat.
Setelah rapat selesai Daniel meminta Sasha, Caroline dan Indro untuk tinggal. Indro adalah Manager Graphic Design, atasan langsung Raga sahabat dekat Sasha. Mereka merapat dan duduk di seberang kursi yang diduduki oleh Daniel.
"Mulai saat ini sampai saya mendapatkan General Manager Marketing yang tepat, saya akan menjadi atasan kalian langsung, as a temporary replacement dari GM Marketing yang masih kosong.
Are you guys okay with that?" Daniel membuka pembicaraan sambil menatap mereka satu persatu.Sasha, Caroline dan Indro sama-sama mengangguk-angguk tanda setuju.
"Marketing itu ujung tombak perusahaan kita, jadi saya tidak ingin marketing berjalan tanpa kepala. Marcom, PR dan Design harus berjalan bersamaan. So each of you please report to me directly," tutup Daniel sambil membereskan berkas dan mengopernya pada Tita sekretaris nya.
Sasha sudah hampir keluar saat tiba-tiba Daniel memanggilnya.
Daniel tampak setengah duduk di meja ruang meeting yang sangat lebar. Ia mengenakan kemeja putih polos yang lengannya digulung sampai siku, membuat kesan gentleman lebih melekat padanya.
"Yes Pak?" Sasha mendekat pada Daniel. Ia dapat mencium aroma parfum mahal Daniel yang harum dan menenangkan.
"Kamu ada meeting selanjutnya?" tanya Daniel sambil menatap mata cokelat Sasha yang jeli. Dalam hati ia mengagumi kecantikan alami Sasha. Perpaduan kecantikan Asia - Rusia membuat kesan kecantikan yang berbeda nampak di dirinya.
Sasha yang ditatap Daniel dengan intens menjadi sedikit salah tingkah. Tapi ia berhasil menguasai diri. Ia bukanlah tipikal perempuan yang mudah menyerah dengan ketampanan pria, walaupun pesona Daniel diakui Sasha, sangat luar biasa.
"Saya kosong sampai jam 3 sore Pak, setelah itu saya ada meeting dengan purchasing," jawab Sasha lugas.
Ia biasanya bisa sangat luwes dan santai dengan siapa saja bahkan dengan Direktur sekalipun. Tapi Daniel seperti selalu membuat Sasha kehabisan nafas saat berada didekatnya. Mungkin Sasha hanya perlu membiasakan diri dengan ketampanan dan pesona kecerdasan Daniel. Ia yakin bisa mengatasi itu setelah intensitas pertemuan mereka bertambah nantinya.
"Ikut saya ke ruangan ya, sekalian bawa sampel kolateral yang tadi kamu bicarakan," ujar Daniel sambil menunjuk berkas tebal yang digendong Sasha. Sasha mengangguk lalu mengikuti Daniel menuju ruang kerja Direktur Utama.
*****
Ruangan Direktur Utama tampak luas dan elegan. Jendela kaca besar yang terbuka lebar membuat pemandangan Jakarta dari lantai 56 terlihat jelas dan indah.
Di bagian depan ruangan, Sofa berwarna khaki yang tebal dan empuk tampak bertengger manis dengan dilatar belakangi oleh dinding yang dipenuhi oleh pigura-pigura penghargaan hotel terbaik dari berbagai ajang kompetisi bergengsi.
Daniel mengambil dua botol air mineral yang diletakan oleh sekretaris nya di meja dekat sofa lalu memberikannya satu pada Sasha. Ia duduk di meja kerjanya setelah sebelumnya mempersilakan Sasha untuk duduk didepannya.
Sasha mengeluarkan sampel marketing kolateral terbaru yang ia dan tim nya buat untuk Kencana Hotel Group. Daniel mengamati detail sampel tersebut dan membolak-balik sampel tersebut beberapa kali sambil mengernyitkan dahi.
"Who designed it?" tanyanya sambil masih mengamati sampel kolateral tersebut. Sasha tampak khawatir dengan reaksi Daniel yang terlihat kurang puas.
"Raga Pak, Supervisor Graphic Design, Why? You don't like it?" tanya Sasha.Daniel mengangkat bahu,
"Well, we can make it better," sahutnya santai."Do you want me to ask Raga to join us?" tawar Sasha.
"We can arrange another meeting with him, yang penting saat ini konten nya dulu, yang ini saya rasa perlu direvisi," Daniel menunjuk konten tulisan yang dibuat oleh Sasha di sampel marketing kolateral tersebut.
Tiga puluh menit berikutnya mereka habiskan untuk membahas konten yang tepat untuk merevisi konten yang sudah Sasha buat, sampai tidak terasa jam digital di meja kerja Daniel sudah menunjukan pukul 14.00 siang dan mereka baru menyadari mereka belum makan siang sama sekali.
"Sasha kamu meeting jam tiga sore kan?" tanya Daniel sambil mengamati Sasha yang sedang merapikan berkasnya. Sasha mengangguk mengiyakan.
"Ummm Dimana?" tanya Daniel lagi.
Sasha mengerutkan dahi agak bingung, dalam hati merasa aneh karena Daniel tiba-tiba terdengar canggung dan hati-hati.
"Di Ruang Meeting No. 7 Pak, Why?" tanya Sasha heran.
"Kita punya waktu kurang dari 1 jam untuk makan siang, let's go!" ujar Daniel seraya mengambil ponsel dan dompet di meja kerjanya lalu berjalan dengan langkahnya yang lebar keluar ruangan meninggalkan Sasha yang terkejut dan kebingungan. Ia menatap punggung Daniel dan tak bisa menutupi kekagumannya. Tapi pria itu terlalu sempurna untuk ia miliki...
Food court di lantai dasar tampak sepi, hanya ada beberapa orang yang nampak sedang menikmati makan siang mereka yang terlambat. Sasha dan Daniel memilih tempat duduk diluar ruangan karena mereka sama-sama perokok. Baik Sasha maupun Daniel sama-sama terlihat agak canggung, tidak seperti tadi saat membahas urusan pekerjaan."Sasha, kamu gak kelihatan seperti orang Indonesia pada umumnya, kamu ada turunan luar ya?" Daniel memulai percakapan, berusaha memecah kecanggungan antara mereka.Sasha mengangguk,"Indonesia - Rusia sir!" jawab Sasha dengan nada pasukan yang melapor pada komandannya, membuat Daniel tertawa kecil."Ah, tebakan saya benar! I thought you were Ukrainian!" cetus Daniel bangga pada tebakannya."Tetap beda Pak, Russian is not Ukrainian!" ujar Sasha sambil mematikan rokoknya yang sudah habis terbakar."Well they look the same though hahaa!" Daniel membela diri yang dibantah habis-habisan oleh Sasha.
"Kak Sha! Banguuuuuun! Alarm nya bunyi melulu tuh berisik!!!"Katia menepuk-nepuk pipi Sasha dan menggoyangkan tubuh Sasha yang tertidur pulas dengan mulut setengah terbuka.Sasha membuka mata dengan enggan, tangannya meraba-raba kasur mencari ponsel yang masih meneriakkan alarm bangun paginya."Lagian hari Sabtu gini mau kemana sih Kak? udah nyalain alarm pagi aja! Kakak mau kerja?" Katia dengan cerewet menginterogasi Sasha.Cahaya matahari pagi menelusup masuk lewat jendela kamar Sasha yang sudah dibuka lebar oleh Katia si gadis kecil 6 tahun dengan rambut kriwil yang cerewet minta ampun. Katia yang perkataannya selalu lebih dewasa dari usianya. Katia si adik bungsu kesayangan Sasha, yang setiap Sasha pulang kerja selalu minta oleh-oleh dari Sasha. Walau kadang oleh-olehnya hanya berupa permen kaki yang murah harganya."Bawel banget sih kriwil!" Sasha mencubit pipi Katia yang belakangan mulai berkurang bobot badannya karena mulai padat
Puncak bogor di malam minggu pukul 01.00 pagi terlihat masih agak ramai. Raga menepikan mobilnya, mencari tempat yang strategis untuk melihat pemandangan lampu-lampu yang terlihat indah dari Puncak Pass.Ia menoleh dan mendapati Sasha masih tertidur pulas dengan mulut setengah terbuka, nampak begitu kelelahan. Raga enggan membangunkan Sasha dan memilih untuk keluar dari mobil. Ia menghirup nafas dalam-dalam, merasakan hawa segar pegunungan memenuhi dadanya yang belakangan sering sesak tanpa sebab.Sesak bukan karena penyakit dalam, namun sesak karena seorang Sasha. Entah sejak kapan rasa dihatinya berubah, tapi semenjak Raga menyadari rasa itu ada, dadanya jadi sering sesak saat memikirkan perasaannya pada Sasha. Mungkin sesak karena dia sadar rasanya tak akan berbalas rasa yang sama. Karena Raga terlalu mengenal Sasha, lebih dari siapapun di dunia.Raga menghembuskan nafasnya keras-keras melepas rasa sesak aneh yang tidak ia pahami.
Gedung Kencana Hotel Group terletak di kawasan perkantoran Jl. Jend Sudirman Jakarta Pusat. Gedung setinggi 56 lantai itu dilantai bagian bawahnya difungsikan untuk ballroom, restaurant dan coffee shop, sementara seluruh lantai sisanya digunakan untuk kegiatan perkantoran Kencana Hotel.Lantai paling tinggi, yaitu lantai 56 ditempati oleh CEO, komisaris dan Direktur Utama. Sementara Departemen Marketing tempat Sasha bekerja berada di lantai 45.CEO Kencana Hotel yang bernama Muchtar Hartono adalah seorang pria keturunan tionghoa yang sudah berusia 61 tahun. Ia adalah seorang pria yang rendah hati dan sering menyapa para karyawannya walaupun ia seringkali tidak dapat mengingat nama karyawan yang ia sapa.Daniel Park, Direktur Utama yang baru saja bergabung di perusahaan Kencana Hotel Group dirumorkan memiliki hubungan yang sangat baik dengan CEO Kencana Hotel Group Muchtar Hartono. Rumor mengatakan bahwa Daniel Park merupakan anak angkat dari Muchtar Hartono, bah
Hujan deras masih mengguyur Jakarta, angin bertiup kencang menggoyangkan pohon-pohon yang tertata rapi di tepi jalan. Sasha meringis merasakan kesakitan di kakinya. Daniel meraba jok belakang mengambilkan handuk kecil lalu menyodorkannya pada Sasha membiarkan dirinya sendiri kebasahan."Kaki kamu gimana Sha?" tanyanya khawatir sambil melirik kaki Sasha."Agak sakit sedikit pak, cuma keseleo kayaknya," jawab Sasha sambil mengeringkan rambutnya yang basah."Saya antar kamu pulang ya," tukas Daniel tanpa menoleh pada Sasha. Ia juga tidak bertanya kenapa Sasha berada di trotoar dan tidak mengendarai mobilnya. Membuat Sasha jadi malu sendiri karena telah berbohong."Saya turun di stasiun MRT depan aja pak," ujar Sasha sambil menunjuk stasiun yang terlihat tidak jauh dari mereka."No way, pertama kaki kamu sakit, kedua kamu basah kuyup, there's no way kamu pulang naik MRT with that condition!" Daniel menggelengkan kepalanya sa
Pagi yang mendung, langit tampak gelap dengan yang angin dingin berhembus kencang. Sasha meringkuk dibalik selimutnya, merasakan keinginan kuat untuk kembali memejamkan mata. Suara ketukan diluar membuatnya terjaga."Sha... Shaa.." panggil Oma sambil mengetuk pintu kamar Sasha.Sasha membuka selimutnya, nampak Oma yang masih mengenakan daster tidur berdiri di pintu kamarnya."Hai Oma!" Sapa Sasha sambil mengucek matanya. Ia duduk bersandar pada dipan mencoba untuk mengumpulkan nyawa. Oma masuk kedalam lalu duduk di ranjang tempat tidur Sasha."Oma mau ngomong," tukas Oma sambil memegang tangan Sasha. Sasha menatap Omanya penasaran."Sha, kemarin sore ada yang dateng..." terang Oma, ia berhenti sebentar sebelum melanjutkan."Cari mama mu..." lanjut Oma.Sasha yang sudah mengerti arah pembicaraan Oma menghela nafas. Ia menegakkan tubuhnya segera, "Pasti tukang tagih deh!" serunya kesal.
Sasha menyeret koper kecilnya dan berjalan timpang di terminal 3 keberangkatan. Ia hanya mengenakan celana jeans dan hoodie over size berwarna putih, warna kesukaannya. Wajahnya ia biarkan polos tanpa make up. Sisa tangisan masih tampak di hidungnya yang terlihat merah muda.Di deretan bangku ruang tunggu bandara tampak Daniel, Raga dan Carolina sedang berdikusi sambil menunjuk sesuatu di laptop yang dipegang oleh Caroline.Daniel dan Raga yang memang sejak tadi menunggu Sasha langsung menoleh saat mendengar suara tapak kaki mendekat."Sha! Astaga lo kenapa!" ujar Raga setengah berteriak melihat kaki Sasha yang dibalut perban, dan wajah Sasha yang kusut.Daniel turut mendekat dan memandang tangan Sasha yang luka dan memar."Tangan kamu kemarin gak pa pa kan Sasha? Ini luka baru? Kamu jatuh lagi?" tanya Daniel yang secara tidak sadar mengangkat tangan kanan Sasha yang memar.Raga menoleh ke Daniel dengan waja
Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali tampak ramai dengan turis domestik dan internasional. Kebanyakan orang terlihat santai mengenakan baju dengan tema tropical.Sasha, Daniel, Raga dan Caroline berkumpul di lobby kedatangan menunggu jemputan dari Kencana Hotel Nusa Dua Bali datang. Mereka tampak sibuk dengan ponsel mereka masing-masing. Tak lama kemudian Pak Ketut supir yang bertugas untuk menjemput mereka datang."Selamat siang Bapak-bapak dan Ibu-ibu, Selamat Datang di Bali!" sapa Pak Ketut dengan ceria.Setelah berbasa-basi sebentar, Pak Ketut segera memasukan koper Sasha dan Caroline. Sementara Daniel dan Raga sigap memasukan koper mereka sendiri.Mobil SUV Hitam yang mereka kendarai menembus lalu lintas Denpasar dengan kecepatan sedang.Sasha mengangkat ponselnya yang berdering nyaring,"Sasha Speaking!" tukasnya lugas"Oh sudah disana ya? Okay okay tolong di servis dengan baik ya, nanti sore saya temui. Okay okay, Th