Share

Terbakar

Author: Ai Ueo
last update Last Updated: 2025-02-07 14:11:26

"Kamu belum ngerjain tugas?" tanyaku pada anak pak bos.

"Udah semua, kemarin dibantuin tante Najwa," jawabnya dan hal itu membuatku sedikit kesal. Bukankah tadi bapaknya bilang kalau anaknya punya banyak tugas dan perlu bantuan?

"Terus kamu ngapain ke sini?" Meski kesal, tapi aku tetap harus bersikap manis pada bos kecil ini karena sikapnya tidak se-menyebalkan bapaknya.

"Papi yang nyuruh. Padahal tadi aku mau main sama Tasya, mumpung dia lagi main ke sini sama adek Davin," jelas Arya.

Kok semakin lama aku semakin emosi ya. Sepertinya ini memang disengaja oleh pak Yogi supaya aku tidak jadi pulang kampung, tapi untuk apa?

"Kamu mau makan apa?" tanyaku pada Arya.

Sebenarnya Arya sudah cukup sering bermain ke sini saat bapaknya ada pekerjaan mendadak, apalagi cucu dari pemilik kos ini adalah teman satu kelas Arya.

"Adanya apa?" Arya meletakkan tas di atas kursi tamu, "kata Papi, aku nggak boleh ngerepotin mbak Linda. Aku dikasih uang, kalau mau apa-apa pesen aja lewat online, nggak boleh nyuruh mbak Linda," lanjutnya.

Ah, manisnya. Andai itu benar-benar pak Yogi yang bicara di depanku, mungkin saja aku bisa jatuh cinta padanya. Sayangnya sifat manis dari Arya bukanlah turunan dari bapaknya, mungkin dari almarhumah ibunya.

"Tadi sih rencananya mau bikin oseng jamur sama sambal tomat, dimakan sama nasi anget enak banget. Tapi kalau Arya nggak suka ya kita masak yang lain aja," tawarku.

Sebenarnya Arya ini termasuk anak yang tidak rewel, tidak banyak bicara dan tidak banyak mau.

"Itu aja, nanti aku bantuin masaknya."

Senyumku terbit tanpa bisa kucegah. Pasti siapapun yang akan menjadi ibunya kelak akan bahagia mendapatkan anak semanis ini.

"Mbak lebih suka coklat apa bunga?" tanya Arya disela membantuku menata piring.

"Kenapa? Kamu suka sama cewek?" tebakku. Heran, kenapa anak sekarang lebih cepat besar.

"Nggak lah! Masih kecil, mau sekolah dulu," jawabnya. Aku tertawa, ternyata tebakanku salah.

"Terus buat apa tanya gitu?"

"Papi yang nyuruh tanya."

Dasar pak Yogi, masak anak sekecil ini diajari membuat pertanyaan yang aneh. Kenapa tidak bertanya pada perempuan yang dia sukai. Lagian setiap orang pasti berbeda hal yang disukai, kalau aku jelas lebih memilih uang yang banyak daripada bunga atau coklat.

"Mbak nggak suka dua-duanya. Sekarang mending kita sarapan aja, abis ini mbak ajak kamu jalan-jalan," ucapku mengalihkan pembicaraan.

"Oke," jawab Arya, ia lalu duduk manis di kursinya.

Aku bersyukur mendapat tempat kos yang menyediakan dapur mini dan kamar mandi di dalam kamar, jadi tidak perlu ke dapur umum kalau hanya sekedar ingin sarapan dengan menu sederhana.

"Mau ke mana?"

Baru saja duduk, kini Arya sudah berdiri lagi lalu berjalan menuju depan.

"Mau ambil susu di tas," jawabnya.

Setelah beberapa saat dia kembali dengan membawa dua kotak susu ukuran sedang, Arya lalu menyerahkan satu kotak untukku.

"Ini buat mbak satu, aku satu."

"Makasih, kamu baik banget sih," jujur aku sangat gemas dengan anak berusia sepuluh tahun ini. "Sekarang duduk lagi, kita sarapan."

Dia lalu kembali duduk ke kursinya. Menu sederhana tapi terasa nikmat karena ada teman makan.

Setelah selesai makan, aku lalu membereskan peralatan makan. Arya sudah pergi ke ruang tamu untuk menyalakan televisi. Biasanya kalau Arya dititipkan di sini, bapaknya akan mengantarkan sekitar pukul delapan atau pukul sembilan, baru kali ini Arya diantar ke sini sepagi ini.

"Mbak sapu dulu ya," kataku pada Arya yang tengah asik menonton acara kartun. Hari minggu adalah waktu yang tepat bagi anak seusia Arya untuk menikmati kartun sepuasnya, akupun dulu begitu.

Arya hanya menanggapi dengan anggukan, ia terlihat begitu serius menikmati acara yang ditonton.

Kegiatan bersih-bersih pagi sudah beres, sekarang aku melanjutkan mandi dan mencuci baju. Hari ini cucianku sedikit karena kemarin aku sudah mencucinya karena niat untuk pulang kampung, sebelum tahu kalau negara api akan menyerang.

Pukul delapan semua kegiatan bersih-bersih sudah selesai, aku sudah memakai celana training dan kaos oblong warna hijau. Meski sudah siang tapi aku sudah memutuskan untuk pergi ke taman kota, hanya sekedar ingin membeli jajanan dan tentunya menyegarkan mata.

"Mau ke mana, mbak?" tanya Arya saat aku mengajaknya untuk jalan-jalan.

"Taman kota, mau ikut nggak?"

"Mau," jawabnya bersemangat. Karena kesibukan bapaknya, anak ini jadi begitu jarang diajak jalan-jalan. Palingan jalan ke mall atau justru malah keluar negeri.

Aku mengunci pintu setelah Arya keluar dari kamar. Tempat kos saat ini sangat sepi karena banyak yang sudah pulang, bahkan ada yang pulang dari kemarin sore.

Aku menyerahkan helm kecil pada Arya, helm yang dibelikan pak Yogi beberapa bulan yang lalu saat aku mengeluh tidak bisa mengajak Arya kemana-mana karena tidak punya helm.

"Mbak, mau beli itu," tunjuk Arya pada penjual pentol bakar.

Aku mengangguk lalu mengikuti Arya yang sangat bersemangat.

Kami duduk di kursi taman setelah membeli pentol bakar dan es cup.

Saat tengah duduk menikmati suasana, tiba-tiba ada yang menepuk bahuku dari arah belakang. Saat aku menoleh ternyata itu adalah temanku semasa sekolah dulu. Kami mengobrol banyak hal dan baru aku tahu kalau selama ini ada grup W******p untuk kelas kami. Aku memberikan nomorku padanya untuk dimasukkan grup.

Saat tengah asik mengobrol, pak bos melakukan panggilan video.

"Halo pak, ada apa?" tanyaku setelah menggeser layar hijau.

"Arya mana?"

Aku lalu mengarahkan layar ponsel pada Arya yang tengah bercanda dengan temanku.

"Lin, itu siapa? Kamu lagi di mana?"

"Lagi di taman kota, pak. Itu teman saya," jawabku, kamera sudah kuarahkan pada wajahku lagi karena Arya tidak menghiraukan bapaknya.

"Pacar kamu? Kalau mau pacaran jangan ajak-ajak Arya. Pulang sekarang, sebentar lagi aku jemput!"

Belum sempat aku jawab, panggilan sudah diputus. Untung dia bosku, kalau pacarku sudah kupecat dia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Trauma

    "Harusnya kamu lebih bisa mengontrol emosi, ini kehamilan pertama Linda. Bagaimana kalau Linda menjadi stres karena kamu marah-marah."Sayup-sayup aku mendengar suara mama mertua. Meski lirih, aku masih bisa mendengar suara mama.Aku membuka mata dengan perlahan, ternyata aku sudah terbaring di ranjang rumah sakit."Sayang, kamu sudah sadar?" Mama menghampiriku lalu mengusap tanganku yang tidak dipasangi selang infus."Memangnya Linda kenapa, Ma?""Kamu tadi hampir jatuh di kamar tamu," jelas mama."Anakku gimana, Ma?" Aku baru teringat kalau tadi aku sempat mengeluarkan darah.Raut mama berubah, aku takut terjadi apa-apa pada bayiku. Kalau sampai itu terjadi, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri."Ma, bayiku nggak apa-apa kan, Ma?""Alhamdulillah, bayinya nggak apa-apa. Cuma, sekarang kamu harus dirawat dulu beberapa hari. Kandungan kamu lemah, kamu nggak boleh banyak beraktifitas," ujar mama.Aku menoleh ke sofa yang ada di ruanganku, di sana mas Yogi terlihat menundukkan wajahny

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Tragedi

    "Kamu mau apa? Nanti aku bawain pas pulang kerja," tanya mas Yogi saat akan berangkat kerja."Aku pengen sambal kentang yang ada petenya, tapi yang dimasak sama mbak Rania. Mas mau ambilin ke kateringnya?" "Nanti aku telepon mas Damar dulu, takutnya istrinya lagi sibuk," ujar mas Yogi.Aku mengangguk."Aku berangkat dulu, nanti kabarin kalau ada apa-apa," pamit mas Yogi."Iya, hati-hati. Nggak usah ngebut," ucapku.Sekarang mas Yogi lebih sering berangkat agak siang, sementara Arya berangkat bersama sopir.Aku sendirian lagi di rumah, hanya ditemani dengan ART yang sibuk dengan pekerjaan rumah.Saat tengah asik menyaksikan acara gosip, ponsel di sampingku berbunyi. Nama mama terpampang di layar, aku segera menerima panggilan video itu. Sudah lumayan lama tidak bertemu dengan mama, hanya bisa berbagi kabar melalui ponsel saja."Assalamualaikum, Ma," ucapku."Waalaikumsalam calon Ibu, lagi apa ini?"Selalu begitu salam mama setelah tahu aku mengandung cucunya."Lagi nonton tivi, calon

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Berapa garis?

    Urin perlahan mulai naik dan terlihatlah garis itu. Satu garis, dan dengan perlahan menjadi dua garis samar. Aku tidak tahu ini artinya apa, karena garis kedua tidak terlalu terlihat.Aku mencucinya lalu membawanya keluar. Mas Yogi sudah menunggu di depan kamar mandi."Gimana?" tanyanya.Aku menggeleng. Wajah mas Yogi yang awalnya tampak cerah, kini mulai redup."Nggak apa-apa, mungkin memang belum rezeki," ujarnya.Mas Yogi menggandengku lalu mendudukkan aku di ranjang kami."Aku nggak tau ini maksudnya apa?"Aku menyerahkan benda itu pada mas Yogi, mas Yogi mengamatinya dengan seksama."Garisnya dua tapi samar, maksudnya gimana? Kamu hamil?""Nggak tau," jawabku.Bagaimana aku bisa tahu, bahkan melihat benda itu saja belum pernah, apalagi menyentuhnya."Kita ke rumah sakit aja biar jelas," ujarnya.Aku setuju, daripada kami hanya menebak.Aku dan mas Yogi berangkat menuju rumah sakit, Arya berada di rumah bersama ART. Sebenarnya ia ingin ikut, tetapi mas Yogi melarang karena rumah s

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Harapan

    "Aku tuh nggak pernah jatuh cinta sedalam ini, sekalinya cinta malah dipatahin gitu aja. Tega kalian sama aku!""Nggak usah bikin rusuh deh, Van. Jangan pura-pura jadi korban!" ujar mas Yogi."Dari awal aku juga nggak pernah nanggepin kamu, kamu yang terus-terusan gangguin aku. Kamu pergi aja, jangan bikin malu. Banyak keluarga yang berada di sini," timpaku."Van, kamu ngapain di sini? Udah, turun sana!" perintah pak Dafa. Aku baru sadar kalau kami sudah menjadi pusat perhatian.Dengan terpaksa Yovan turun dari pelaminan. Bu Najwa juga sudah berdiri di dekatku."Maaf untuk ketidaknyamanannya, ini hanya salah paham," ujar pak Dafa pada tamu undangan yang hadir. Akhirnya semua kembali menikmati acara."Gila ya itu, Yovan. Nggak nyangka kalau dia masih berani ngomong di sini. Aku kira udah berakhir dari yang Mas ceritain dulu," ujar bu Najwa."Emang biang rusuh dari dulu dia itu," tambah pak Dafa."Maaf ya, Lin. Dulu dia itu minta nomermu katanya buat konfirmasi karena nomer resort ngg

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Patah hati

    "Heh, jam segini udah keramas aja. Abis ngapain kalian?" Aku baru saja keluar dari kamar saat melihat bu Najwa yang juga keluar dari kamarnya. Kapan dia datang?"Aku kok nggak tau kalau mbak Najwa di sini?""Jelas lah, kamu di kamar mulu. Ganas banget ya mantan duda satu itu," goda bu Najwa.Malu, sebenarnya aku sangat malu terpergok begini. Padahal tadi aku sudah menolak, tapi mas Yogi sangat pandai menggoda. Aku yang awalnya tidak mau, akhirnya menikmati juga."Panas, Mbak, abis perjalanan jauh. Jadi aku mandi sekalian keramas," bohongku."Alesan aja, aku udah pengalaman kali, Lin. Udah, turun aja yuk, di tungguin Mama di bawah."Aku mengikuti bu Najwa menuruni tangga, di ruang tengah sudah banyak orang berkumpul."Cerah banget penganten baru," ujar pak Dafa."Jangan digodain, itu sekarang kakakmu!" Peringatan mas Yogi untuk pak Dafa."Sewot banget, Pak. Baru juga dikasih enak, masih emosian aja," ucap bu Najwa."Apa, Ma, yang enak? Tasya mau juga," sambar Tasya."Udah, udah, janga

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Pelan-pelan

    Aku keluar dari kamar setelah menunaikan salat subuh, mas Yogi ---aku harus menbiasakan memanggil mas mulai saat ini--- masih di masjid bersama Arman. Aku berjalan menuju dapur untuk memulai memasak.Hari ini aku ingin masak nasi goreng sebagai sarapan dan membuat rawon untuk nanti siang. Tadi malam mama sudah membantuku menyiapkan bumbunya, jadi aku bisa langsung memasaknya.Selagi menunggu nasi goreng panas, aku menyeduh air untuk membuat teh. Lima gelas teh panas sudah aku siapkan di meja makan. Nasi goreng juga sudah siap di sana.Mengambil piring dan sendok lalu menatanya di samping gelas teh masing-masing."Harumnya," ujar mama yang baru keluar dari kamar saat aku sudah selesai menyiapkan sarapan."Nasi goreng, Ma," ujarku. Mama menarik kursi, beliau duduk di meja paling ujung."Bangun jam berapa? Kok Mama nggak denger pas kamu masak?""Pas Arman sama mas Yogi ke masjid, aku mulai masak," ujarku."Assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam," jawabku dan mama bersamaan.Mas Yogi berjala

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Cincin Kenangan

    "Masih jauh?" tanya pak Yogi. Kami akan menuju simpang lima Gumul, menikmati suasana malam di sana. Rencananya sore kami akan ke sana, tetapi rencana berganti karena suatu hal."Udah deket, lurus aja," jawabku.Kami sudah berada di depan kantor kabupaten, sebentar lagi untuk mencapai tempat parkir sebelum masuk ke area Gumul."Di situ aja," tunjukku pada tempat parkir yang masih luas. Ini bukan malam minggu, jadi parkiran tidak begitu penuh.Kami turun dari mobil, berjalan mendekati tempat masuk menuju area monumen."Jauh jalannya?""Enggak, tinggal lurus terus naik tangga, sampai," jelasku.Kami sudah berada di area monumen, cukup banyak pengunjung meski tidak seramai saat akhir pekan."Mau foto?" tanya pak Yogi. Aku mengangguk setuju.Kami mengabadikan foto berdua di gawai pak Yogi, pak Yogi memasang salah satunya sebagai foto profil di aplikasi hijau."Kok foto profilnya diganti? Nggak mau sama kolega?""Kenapa harus malu? Aku pasang foto sama istriku sendiri," jawabnya.Meski han

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Mata Polosku Ternoda

    Pagi ini aku terbangun pukul lima, aku tersenyum kala melihat suamiku masih tertidur di sampingku. Wajah yang kulihat setiap hari kala aku berkutat dengan pekerjaan, sekarang aku melihatnya saat baru membuka mata.Aku berusaha turun dari ranjang, rasa nyeri masih terasa di pangkal paha. Padahal tadi malam tidak sesakit ini, kenapa sekarang rasanya aku seperti tidak mampu berjalan.Beruntung tadi malam aku sudah memakai baju saat aku merasa kedinginan. Perlahan aku berdiri, menyeimbangkan kaki yang masih bergetar. "Aduh!" Suara yang cukup keras keluar dari mulutku, aku segera menutup mulutku dengan kedua tangan. Aku menatap pak Yogi. Terlambat! Pak Yogi sudah membuka matanya dan menatapku."Kamu kenapa?" tanyanya yang langsung bangun dan menghampiriku."Astaghfirullah!" Aku menutup mataku dengan kedua tangan. Bagaimana aku tidak terkejut, saat ini pak Yogi berlari ke arahku tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Mataku yang masih polos ini belum mampu menerima pemandangan yang iya

  • TERJERAT CINTA BOS DUDA   Awas!

    Pak Yogi tidak jadi membuka pintu, ia menatapku lekat. "Kamu istirahat aja, pasti masih capek kan? Aku aja yang ke sana, nanti aku pulang kalau keadaan Arya sudah membaik," ujarnya."Arya sekarang juga anakku, gimana seorang ibu bisa tenang saat anaknya kesakitan?""Ya udah ganti baju, aku tunggu di depan," ucap pak Yogi.Aku segera berganti baju yang lebih pantas karena tadi aku hanya memakai baju tidur.Aku segera keluar dari kamar dan mencari keberadaan pak Yogi, ternyata ia sedang duduk di ruang tamu bersama mama dan Arlan."Ma, kami pergi dulu ya," pamitku."Iya, hati-hati. Mama cuma bisa berdoa semoga Arya cepet sembuh," ujar mama."Makasih doanya, Ma. Maaf malam-malam malah ganggu istirahat Mama," ucap pak Yogi."Nggak apa-apa, namanya juga musibah. Apa Arlan ikut aja sekalian?""Nggak usah, Ma. Kami pergi berdua aja. Di sana juga sudah ada bu Najwa," ucapku.Aku dan pak Yogi pamit dan dengan cepat naik ke mobil pak Yogi. Pak Yogi melajukan mobilnya menuju rumah sakit Bhayangka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status