Share

Bab 2

Aku beranikan diri masuk ke kamar yang memang seharusnya jadi kamarku dengan Mas Rangga. Kuketuk pelan sebelum akhirnya knop itu kuputar dan terbuka. 

Di sana, Mas Rangga sedang duduk di pinggir ranjang dengan tatapan kosong. Aku takut untuk mendekat, tetapi kuberanikan diri. Jika tidak diselesaikan, masalah ini akan semakin membesar. 

Ingat, di sini aku adalah korban. Korban kebiadaban Rimba, juga korban talak dari suamiku. 

"Mas ...," sapaku pelan. Dia bergeming. 

"Ayo kita bicarakan ini baik-baik. Pernikahan kita bukan main-main," bujukku di hadapannya. Dia menatapku datar. Cinta yang biasanya kulihat dari mata itu, kini hilang entah ke mana. 

"Karena bukan main-main, maka dari itu aku tidak mau melanjutkannya, Lin." 

"Tapi, Mas ... aku—"

"Cukup, Aline. Aku bukan anak kecil yang bisa kamu bujuk. Dengar! Coba saja kamu bayangkan, bagaimana jika seandainya aku merasa jijik dan tidak akan pernah mau menyentuhmu seumur hidup? Apa kamu bisa bertahan? Tidak Aline, kita hanya akan saling menyakiti jika pernikahan ini diteruskan. 

"Dari kecil, aku tidak pernah mendapatkan barang bekas. Terlebih lagi bekas anak berandalan itu," ucapnya tegas. 

"Mas, aku ini manusia, bukan barang."

"Tetap saja, Lin. Kamu sudah dijamah berandalan itu. Aku merasa ... aah! Kenapa kamu begitu ceroboh tidak mengunci kamar sebelum tidur."  Dia terlihat frustrasi. Aku bisa memahaminya, tapi aku pun tidak bisa berakhir seperti ini. 

Ya, benar, aku telah ceroboh. Walaupun kamarku dan Mas Rangga berada di atas, tapi aku lupa, jika itu justru membuat orang tua Mas Rangga tidak menyadari saat Rimba masuk ke kamarku. Terlebih lagi, aku begitu lelah hingga jatuh terlelap. Hingga dengan mudahnya lelaki biadab itu menjamah tubuhku.

Ya Tuhan ... kenapa kelalaian ini berakibat fatal?

Mas Rangga bangkit dari tempatnya dan hendak berlalu. Aku menarik tangan itu. Dia pun menghentikan langkah.

"Mas, kamu mau ke mana?" Aku coba menahannya. 

"Aku akan tidur di kamar tamu. Kamu sudah bukan istriku lagi, Lin. Kita bukan mahram," ucapnya hendak melanjutkan langkah. 

"Mas, jika kita bersama malam ini, kita akan kembali rujuk dan menjadi suami istri lagi," ucapku mencoba membujuknya. Mas Rangga melepaskan genggaman tanganku, sebelum berlalu, dia berkata, "Aku tidak bisa."  Lirih, namun mampu membuat dada ini teremas dan perih.

 Lelaki yang kuharapkan bisa menjadi sandaran hidupku di masa depan, kini telah berubah. Dia berubah dingin, bahkan mungkin membeku. Lelaki yang beberapa jam yang lalu adalah seorang yang halal, tapi kini dia memutuskan ikatan suci itu. 

Lalu, untuk apa aku di sini? Kumpulan orang yang bahkan tidak memiliki ikatan denganku. Mereka bahkan tidak peduli lagi dengan perasaan apa yang kurasakan. 

Aku ambil tas besar berisi baju-baju yang kubawa tadi.  Untung saja baju-baju itu belum kumasukan ke dalam lemari. Kuambil sebuah sweater dari dalamnya. Setelah merasa tak ada yang tertinggal, aku segera memesan taksi online. 

Tak ada yang bisa kupertahankan lagi di sini. Aku telah bahkan sebelum pertarungan di mulai.

Aku menuruni tangga. Ruang keluarga terlihat masih menyala lampunya. Ada Rimba di sana dengan wajah bengepnya sedang menonton televisi. Orang yang aneh. Setelah kejadian yang begitu mengerikan bagiku, dia masih terlihat santai tanpa beban. 

Gak ada akhlak, memang. 

Aku melewati pemuda yang disebut mantan suamiku sebagai anak berandalan. Dia melihatkun dan tersentak kaget. 

"Lin ...," panggilnya. Tak kuhiraukan. Aku berjalan  cepat tak ingin lagi berdebat. 

Dengan ujung mata aku bisa melihat jika.dia bangkit dn mengejarku. Mau apalagi, nih bocah? 

Sebuah tangan menjegalku. 

"Kita harus bicara," ucapnya. Aku menatapnya dengan terzenyum miring. 

"Apa yang ada di otakmu hingga kamu berani meniduriku, hah? Aku ini kakak iparmu. Istri kakakmu!" ujarku pelan dengan penekanan yang dalam. 

"A-aku ...."

"Lepaskan! Aku tidak sudi kau sentuh!" sentakku sambil menepis tangan besarnya. 

"Kamu mau ke mana?"

"Pulang ke rumah orangtuaku tentu saja."

"Aku antar, ya?" tawarnya. Cih. Terbuat dari apa otak bedebah ini? Dia kira dengan tawarannya itu aku akan memaafkan. Aku hentikan langkah dan menoleh padanya. 

"Jangan mimpi!" 

Dia melepaskan tanganku dengan tatapan mengiba. 

*

Aku sampai di rumah Mama saat dini hari. Mama  bahkan kaget melihat kepulanganku seorang diri. Anak gadisnya yang baru tadi siang resmi dipinang orang, kini pulang dengan status janda. 

"Aline, kenapa kamu ke sini?" tanya Mama saat membuka pintu. Aku masuk lalu duduk di sofa. Tubuh ini terasa begitu lelah.

"Aline, kamu belum jawab pertanyaan Mama.Kenapa kamu pulang sendiri? Mana Rangga?" ulang Mama. Aku embuskan napas kasar. 

"Kami sudah bercerai, Ma ...."

Aku bisa melihat mata Mama membulat. Mungkin dia tidak percaya, dalam hitungan jam anak gadisnya menjadi seorang janda.

"Kamu jangan bercanda, Aline! Maksud kamu apa?" 

"Rangga menceraikan Aline, Ma. Tadi ... Aline ... diperkosa sama Rimba," ucapku tergugu diselingi tangis. Mama melongo mendengar ceritaku. Dia menghambur dan memelukku erat. 

"Bagaimana itu bisa terjadi, Lin?"

"Aline ceroboh, tidak mengunci pintu kamar. Aline pikir orang itu tidak akan berani masuk ke kamar kami."

"Memangnya Rangga ke mana, kok bisa-bisanya ninggalin kamu di saat malam pertama kalian?" 

"Gudang bahan bakunya kebakaran, dia pamit untuk melihat ke sana sebentar. Saat menunggunya, Aline tertidur, dan tau- tau ... Rimba ...." Aku bahkan tidak kuasa menceritakan kejadian itu pada Mama. Rasanya terlalu menjijikan. 

"Lalu, keluarga itu membiarkanmu pergi begitu saja?" 

Aku mengangguk. Mama tampak menahan amarahnya. 

"Ini tak bisa dibiarkan, Lin. Besok Mama sama Papa harus ke sana. Mereka anggap apa kamu ini? Dikira kaleng rombeng, dibuang ke pinggir jalan begitu saja. Dasar biadab," rutuk Mama. 

"Ya, sudah, kamu istirahat dulu. Besok kita selesaikan semua ini." 

Mama menuntunku ke kamar. Entahlah apa aku bisa tidur malam ini atau tidak. Bayangan Rimba saat berada di atas tubuhku kembali tergambar jelas. Dia begitu puas, bagai serigala sehabis menerkam mangsanya. 

Aku jijik!

*

Aku kembali ke rumah rumah itu bersama Mama dan Papa. Walaupun setengah mati aku menolak ajakan mereka, tetapi mereka bersikukuh bahwa aku harus ikut.

"Kami minta maaf atas sikap kurang ajar dari anak kami, Rimba. Dia memang kurang ajar," ucap papinya Mas Rangga. 

"Bukan masalah minta maaf. Kata maaf itu mudah diucapkan, tapi bagaimana nasib anak kami ini, Pak? Seenaknya saja Rangga menceraikan Aline." Papa terlihat menahan amarah. Kulihat Papi tertunduk dan manggut-manggut di atas kursi rodanya. 

Mas Rangga duduk diam di sebelah maminya. Dan, si Biadab itu duduk di sebelah papinya. 

"Kalau masalah perceraian, itu mutlak hak anak kami, Rangga. Kami tidak bisa memaksakan," jawab Papi lagi. 

"Rangga, bagaimana? Apa kamu bisa menerima Aline sebagai istrimu?" tanya Papi seraya menoleh pada anaknya. 

Perlahan Mas Rangga mengangkat wajahnya menatapku. Aku bagaikan pesakitan yang menunggu ketuk palu hakim. 

Mas Rangga kemudian mengalihkan pandangannya pada Papa. 

"Maaf, Om. Saya tidak bisa," jawab Rangga, lalu menunduk. Sudah bisa kupastikan jawabannya sama seperti sebelumnya. Terlihat raut kecewa dari wajah Papa. 

"Saya bersedia bertanggung jawab, Om." Tiba-tiba bedandalan itu bersuara. Semua pandangan kini tertuju padanya. Napasku mendadak tersengal. Aku merasa ingin muntah. 

"Nah, mungkin lebih baik jika Rimba yang menikahi Aline, karena dia yang sudah berbuat kesalahan," saran Papi. 

Aku menggeleng kuat. "Tidak! Aku tidak mau!" 

Tubuhku gemetar saat mengingat semua kejadian itu. Mama memeluk dan mengusap punggungku. 

"Sstt ... tenang, Sayang. Kami tidak akan memaksa," bisik Mama. 

Aku bisa melihat raut kecewa dari manusia terkutuk itu. Seandainya mampu, aku ingin meludah di wajahnya. 

"Yang saya khawatirkan jika seandainya Aline hamil, bagaimana nantinya? Jika Rimba yang menikahi Aline, semua masalah ini bisa selesai," ujar Papi yang semakin membuat tubuhku berguncang menahan tangis. 

Bagaimana aku tidak berpikir sampai ke sana? Bagaimana kalau seandianya nanti aku mengandung benih manusia biadab itu? Aku tak sanggup lagi menopang tubuh. Semuanya tiba-tiba terlihat gelap.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
masalah rumit utk aline dan tdk ada jalan keluar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status