Share

Bab 2

last update Last Updated: 2022-06-18 12:57:55

Aku beranikan diri masuk ke kamar yang memang seharusnya jadi kamarku dengan Mas Rangga. Kuketuk pelan sebelum akhirnya knop itu kuputar dan terbuka. 

Di sana, Mas Rangga sedang duduk di pinggir ranjang dengan tatapan kosong. Aku takut untuk mendekat, tetapi kuberanikan diri. Jika tidak diselesaikan, masalah ini akan semakin membesar. 

Ingat, di sini aku adalah korban. Korban kebiadaban Rimba, juga korban talak dari suamiku. 

"Mas ...," sapaku pelan. Dia bergeming. 

"Ayo kita bicarakan ini baik-baik. Pernikahan kita bukan main-main," bujukku di hadapannya. Dia menatapku datar. Cinta yang biasanya kulihat dari mata itu, kini hilang entah ke mana. 

"Karena bukan main-main, maka dari itu aku tidak mau melanjutkannya, Lin." 

"Tapi, Mas ... aku—"

"Cukup, Aline. Aku bukan anak kecil yang bisa kamu bujuk. Dengar! Coba saja kamu bayangkan, bagaimana jika seandainya aku merasa jijik dan tidak akan pernah mau menyentuhmu seumur hidup? Apa kamu bisa bertahan? Tidak Aline, kita hanya akan saling menyakiti jika pernikahan ini diteruskan. 

"Dari kecil, aku tidak pernah mendapatkan barang bekas. Terlebih lagi bekas anak berandalan itu," ucapnya tegas. 

"Mas, aku ini manusia, bukan barang."

"Tetap saja, Lin. Kamu sudah dijamah berandalan itu. Aku merasa ... aah! Kenapa kamu begitu ceroboh tidak mengunci kamar sebelum tidur."  Dia terlihat frustrasi. Aku bisa memahaminya, tapi aku pun tidak bisa berakhir seperti ini. 

Ya, benar, aku telah ceroboh. Walaupun kamarku dan Mas Rangga berada di atas, tapi aku lupa, jika itu justru membuat orang tua Mas Rangga tidak menyadari saat Rimba masuk ke kamarku. Terlebih lagi, aku begitu lelah hingga jatuh terlelap. Hingga dengan mudahnya lelaki biadab itu menjamah tubuhku.

Ya Tuhan ... kenapa kelalaian ini berakibat fatal?

Mas Rangga bangkit dari tempatnya dan hendak berlalu. Aku menarik tangan itu. Dia pun menghentikan langkah.

"Mas, kamu mau ke mana?" Aku coba menahannya. 

"Aku akan tidur di kamar tamu. Kamu sudah bukan istriku lagi, Lin. Kita bukan mahram," ucapnya hendak melanjutkan langkah. 

"Mas, jika kita bersama malam ini, kita akan kembali rujuk dan menjadi suami istri lagi," ucapku mencoba membujuknya. Mas Rangga melepaskan genggaman tanganku, sebelum berlalu, dia berkata, "Aku tidak bisa."  Lirih, namun mampu membuat dada ini teremas dan perih.

 Lelaki yang kuharapkan bisa menjadi sandaran hidupku di masa depan, kini telah berubah. Dia berubah dingin, bahkan mungkin membeku. Lelaki yang beberapa jam yang lalu adalah seorang yang halal, tapi kini dia memutuskan ikatan suci itu. 

Lalu, untuk apa aku di sini? Kumpulan orang yang bahkan tidak memiliki ikatan denganku. Mereka bahkan tidak peduli lagi dengan perasaan apa yang kurasakan. 

Aku ambil tas besar berisi baju-baju yang kubawa tadi.  Untung saja baju-baju itu belum kumasukan ke dalam lemari. Kuambil sebuah sweater dari dalamnya. Setelah merasa tak ada yang tertinggal, aku segera memesan taksi online. 

Tak ada yang bisa kupertahankan lagi di sini. Aku telah bahkan sebelum pertarungan di mulai.

Aku menuruni tangga. Ruang keluarga terlihat masih menyala lampunya. Ada Rimba di sana dengan wajah bengepnya sedang menonton televisi. Orang yang aneh. Setelah kejadian yang begitu mengerikan bagiku, dia masih terlihat santai tanpa beban. 

Gak ada akhlak, memang. 

Aku melewati pemuda yang disebut mantan suamiku sebagai anak berandalan. Dia melihatkun dan tersentak kaget. 

"Lin ...," panggilnya. Tak kuhiraukan. Aku berjalan  cepat tak ingin lagi berdebat. 

Dengan ujung mata aku bisa melihat jika.dia bangkit dn mengejarku. Mau apalagi, nih bocah? 

Sebuah tangan menjegalku. 

"Kita harus bicara," ucapnya. Aku menatapnya dengan terzenyum miring. 

"Apa yang ada di otakmu hingga kamu berani meniduriku, hah? Aku ini kakak iparmu. Istri kakakmu!" ujarku pelan dengan penekanan yang dalam. 

"A-aku ...."

"Lepaskan! Aku tidak sudi kau sentuh!" sentakku sambil menepis tangan besarnya. 

"Kamu mau ke mana?"

"Pulang ke rumah orangtuaku tentu saja."

"Aku antar, ya?" tawarnya. Cih. Terbuat dari apa otak bedebah ini? Dia kira dengan tawarannya itu aku akan memaafkan. Aku hentikan langkah dan menoleh padanya. 

"Jangan mimpi!" 

Dia melepaskan tanganku dengan tatapan mengiba. 

*

Aku sampai di rumah Mama saat dini hari. Mama  bahkan kaget melihat kepulanganku seorang diri. Anak gadisnya yang baru tadi siang resmi dipinang orang, kini pulang dengan status janda. 

"Aline, kenapa kamu ke sini?" tanya Mama saat membuka pintu. Aku masuk lalu duduk di sofa. Tubuh ini terasa begitu lelah.

"Aline, kamu belum jawab pertanyaan Mama.Kenapa kamu pulang sendiri? Mana Rangga?" ulang Mama. Aku embuskan napas kasar. 

"Kami sudah bercerai, Ma ...."

Aku bisa melihat mata Mama membulat. Mungkin dia tidak percaya, dalam hitungan jam anak gadisnya menjadi seorang janda.

"Kamu jangan bercanda, Aline! Maksud kamu apa?" 

"Rangga menceraikan Aline, Ma. Tadi ... Aline ... diperkosa sama Rimba," ucapku tergugu diselingi tangis. Mama melongo mendengar ceritaku. Dia menghambur dan memelukku erat. 

"Bagaimana itu bisa terjadi, Lin?"

"Aline ceroboh, tidak mengunci pintu kamar. Aline pikir orang itu tidak akan berani masuk ke kamar kami."

"Memangnya Rangga ke mana, kok bisa-bisanya ninggalin kamu di saat malam pertama kalian?" 

"Gudang bahan bakunya kebakaran, dia pamit untuk melihat ke sana sebentar. Saat menunggunya, Aline tertidur, dan tau- tau ... Rimba ...." Aku bahkan tidak kuasa menceritakan kejadian itu pada Mama. Rasanya terlalu menjijikan. 

"Lalu, keluarga itu membiarkanmu pergi begitu saja?" 

Aku mengangguk. Mama tampak menahan amarahnya. 

"Ini tak bisa dibiarkan, Lin. Besok Mama sama Papa harus ke sana. Mereka anggap apa kamu ini? Dikira kaleng rombeng, dibuang ke pinggir jalan begitu saja. Dasar biadab," rutuk Mama. 

"Ya, sudah, kamu istirahat dulu. Besok kita selesaikan semua ini." 

Mama menuntunku ke kamar. Entahlah apa aku bisa tidur malam ini atau tidak. Bayangan Rimba saat berada di atas tubuhku kembali tergambar jelas. Dia begitu puas, bagai serigala sehabis menerkam mangsanya. 

Aku jijik!

*

Aku kembali ke rumah rumah itu bersama Mama dan Papa. Walaupun setengah mati aku menolak ajakan mereka, tetapi mereka bersikukuh bahwa aku harus ikut.

"Kami minta maaf atas sikap kurang ajar dari anak kami, Rimba. Dia memang kurang ajar," ucap papinya Mas Rangga. 

"Bukan masalah minta maaf. Kata maaf itu mudah diucapkan, tapi bagaimana nasib anak kami ini, Pak? Seenaknya saja Rangga menceraikan Aline." Papa terlihat menahan amarah. Kulihat Papi tertunduk dan manggut-manggut di atas kursi rodanya. 

Mas Rangga duduk diam di sebelah maminya. Dan, si Biadab itu duduk di sebelah papinya. 

"Kalau masalah perceraian, itu mutlak hak anak kami, Rangga. Kami tidak bisa memaksakan," jawab Papi lagi. 

"Rangga, bagaimana? Apa kamu bisa menerima Aline sebagai istrimu?" tanya Papi seraya menoleh pada anaknya. 

Perlahan Mas Rangga mengangkat wajahnya menatapku. Aku bagaikan pesakitan yang menunggu ketuk palu hakim. 

Mas Rangga kemudian mengalihkan pandangannya pada Papa. 

"Maaf, Om. Saya tidak bisa," jawab Rangga, lalu menunduk. Sudah bisa kupastikan jawabannya sama seperti sebelumnya. Terlihat raut kecewa dari wajah Papa. 

"Saya bersedia bertanggung jawab, Om." Tiba-tiba bedandalan itu bersuara. Semua pandangan kini tertuju padanya. Napasku mendadak tersengal. Aku merasa ingin muntah. 

"Nah, mungkin lebih baik jika Rimba yang menikahi Aline, karena dia yang sudah berbuat kesalahan," saran Papi. 

Aku menggeleng kuat. "Tidak! Aku tidak mau!" 

Tubuhku gemetar saat mengingat semua kejadian itu. Mama memeluk dan mengusap punggungku. 

"Sstt ... tenang, Sayang. Kami tidak akan memaksa," bisik Mama. 

Aku bisa melihat raut kecewa dari manusia terkutuk itu. Seandainya mampu, aku ingin meludah di wajahnya. 

"Yang saya khawatirkan jika seandainya Aline hamil, bagaimana nantinya? Jika Rimba yang menikahi Aline, semua masalah ini bisa selesai," ujar Papi yang semakin membuat tubuhku berguncang menahan tangis. 

Bagaimana aku tidak berpikir sampai ke sana? Bagaimana kalau seandianya nanti aku mengandung benih manusia biadab itu? Aku tak sanggup lagi menopang tubuh. Semuanya tiba-tiba terlihat gelap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
masalah rumit utk aline dan tdk ada jalan keluar
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TERNODA DI MALAM PERTAMA   Bab 197

    Ravi menyiapkan pesta pernikahannya yang kedua kali. Jika pernikahannya yang pertama cintanya tak berbalas, berbeda dengan yang kali ini. Ravi adalah cinta pertama bagi gadis itu. Banyak tetangga yang tak menyangka dengan jodoh Rina yang begitu dekat. Apalagi lelaki itu adalah tetangga baru dan banyak diidamkan oleh anak-anak gadis mereka. Rimba sengaja menyewakan sebuah tempat yang banyak dipakai oleh artis terkenal untuk merayakan pesta pernikahan sahabatnya itu. Ravi sempat menolak, tetapi Rimba bersikukuh ingin ikut membantu di hari bahagia kawannya. “Gue bener-bener bahagia denger lu mau kawin. Akhirnya elu bisa move on juga dari mantan istri lu. Makanya gue mau ikut rayain. Anggap aja ini sedikit kado dari gue sama Aline,” ucap Rimba di telepon. “Gue sewain kalian WO yang bagus. Nanti kalian tinggal bilang ke mereka mau seperti apa,” lanjut lelaki tegap itu. Ravi sampai geleng-geleng kepala mendengarnya. Tak disangka Rimba ternyata memiliki hati yang baik dan jiwa dermawan

  • TERNODA DI MALAM PERTAMA   Bab 196

    “Iya, Mas. Mmh, jadi, apakah Mas Ravi mau jadi pacar saya?” tanya Sari penuh percaya diri.“Eh, apa? Pacar apa?” Ravi pura-pura kaget dan tak mengerti.“Pacar saya. Apa Mas Ravi mau jadi pacar saya?”“Lho, memangnya kamu mau sama mantan napi seperti saya?”“Lha, kan Mas Ravi nggak bersalah. Mas Ravi berbuat seperti itu untuk menolong orang lain. Saya justru salut sama Mas Ravi,” ucap Sari.“Oh, begitu.”“Iya, Mas. Mmh, jadi gimana? Mas Ravi mau, kan, pacaran sama saya?” Sari kembali bertanya.Ravi tertawa pelan dan menggeleng.“Maaf, sari. Saya memang putus dengan Rina sebagai pacar, karena saya akan segera melamarnya jadi istri saya,” jawab Ravi dengan senyuman sinis.“Lho? Kok, begitu? Tadi kata

  • TERNODA DI MALAM PERTAMA   Bab 195

    Pak Udin tiba-tiba mendaratkan tamparannya di pipi Ravi saat lelaki itu mengantar Rina ke rumahnya. Lelaki berkaos hitam itu kaget dan memegangi pipinya yang terasa perih.“Ada apa ini, Pak?” tanya Rina tak kalah kaget.“Rupanya itu yang kalian lakukan di belakang Bapak, hah? Berbuat mesum di ladang. Mana dua temanmu itu? Apa mereka sengaja meninggalkan kalian berdua di ladang sana, supaya bisa berbuat zina?” tuduh Pak Udin membuat Ravi dan Rina saling melempar pandangan tak emngerti. Bagaimana Pak Udin bisa tahu?“Maaf, Pak, jika perbuatan saya mengecewakan Bapak. Saya dan Rina memang memiliki hubungan lebih dan saya berniat untuk segera melamar Rina menjadi istri saya,” ujar Ravi tulus. Rina bernapas lega mendengar Ravi mengatakan itu, tetapi Pak Udin malah semakin naik pitam.“Jangan mimpi! Aku tidak akan pernah memberikan putriku pada mantan penjahat. Kamu ini pernah d

  • TERNODA DI MALAM PERTAMA   Bab 194

    Setelah Aline puas berbelanja, Rimba kembali ke hotel tempatnya menginap setelah sebelumnya mengantar Ravi ke rumahnya. Mereka sengaja memakai satu mobil agar bisa ngobrol banyak. Rimba dan Ravi saling timpal bercanda. Kebersamaan yang sangat mengasyikan walaupun Ravi harus menutup kios bunganya untuk sementara.Rina sengaja meminta Rimba menurunkannya dan Ravi di pinggir jalan agak jauh dari rumah. Ravi mengerti, jika kekasihnya itu ingin membicarakan sesuatu.Ada sebuah gubuk di tengah kebun tak jauh dari sana dan Rina mengajak Ravi ke sana. Mereka duduk di bale-bale bambu gubuk itu. Ravi terdiam menunggu Rina bertanya. Namun, gadis itu tak kunjung berucap.“Ada yang ingin kamu tanyakan?” ucap Ravi memecah kesunyian. Rina menoleh.“Apa Mas Ravi tidak ingin menceritakan semuanya sama Rina?” tuntut gadis itu dengan mata mulai berkaca-kaca.“Aku baru

  • TERNODA DI MALAM PERTAMA   Bab 193

    “Eh, keasikan ngobrol, sampai lupa ngenalin Rina.” Ravi menarik lengan gadis itu menuju Rimba juga Aline.“Wah, wah, baru aja ngomongin move on, ternyata elu udah move on duluan.” Rimba tergelak. Namun, tangannya terulur pada gadis yang menatapnya itu. Sebagai wanita normal, Rina juga kagum dengan ketampanan wajah Rimba yang tampak meneduhkan. Kebaikan hati begitu terpancar jelas dari sana. Apalagi tadi dia bisa melihat bagaimana sikap Rimba pada istrinya. Sungguh seorang suami idaman.“Rina,” ucap gadis itu malu-malu.“Aku Rimba, temennya Ravi. Dan ini Aline, istriku,” balas Rimba yang menyambar pinggang sang istri. Aline tersenyum ramah pada gadis yang baru ditemuinya itu.“Kebetulan sekali kedatangan kami ke Lembang kali ini. Selain bulan madu yang ke sekian kalinya, melihat rumah Nenek, juga ketemu sama kawan lama.” Rimba terkekeh.

  • TERNODA DI MALAM PERTAMA   Bab 192

    Setiap seminggu sekali ada mobil boks yang datang dari perkebunan tanaman hias yang mereka biasa sebut ‘PT’. Bukan satu jenis saja, Ravi menjual aneka bunga, dari aglonema, alocasia, juga aneka anggrek.Setiap akhir pekan, banyak wisatawan yang berlibur ke daerah Lembang dan para pedaganng tanaman hias akan laris diserbu pengunjung.Setelah hari itu, Ravi dan Rina diam-diam berpacaran. Rina yang meminta agar Ravi tak mengatakan pada siapapun. Dia takut jika Sari memusuhinya. Awalnya Ravi tidak setuju, karena dia justru merasa risi dengan keberanian dan kegenitan Sari yang selalu mengganggunya ketika bertemu. Namun, Rina bersikukuh memaksanya, akhirnya Ravi pun menerima syarat itu.“Mas, ada singkong goreng,” ucap Rina membuuyarkan lamunan Ravi yang tengah menyiram bunga-bunganya.Ravi langsung menoleh pada Rina yang membawa nampan berisi sepiring singkong goreng yang masih pan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status