TERNODA DI MALAM PERTAMA

TERNODA DI MALAM PERTAMA

By:  Lia M Sampurno  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
17 ratings
197Chapters
90.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Di malam pertama pernikahannya, Aline shock karena ternyata bukan sang suami yang telah menghabiskan malam dengannya, tetapi sang adik ipar! Karena kejadian naas itu, Aline pun diceraikan di malam itu juga. Lebih parahnya lagi, Aline bahkan harus menikahi Rimba, sang adik ipar untuk menyelamatkan muka keluarga! Aline pun menerima semuanya sebagai ajang balas dendam. Meski begitu, Rimba menerima semua perlakuan buruk Aline. Bagaimana kisah selanjutnya? Apakah hati Aline akan terus beku pada Rimba atau pada akhirnya mencair?

View More
TERNODA DI MALAM PERTAMA Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
default avatar
Khairil Akbar
Ceritanya sangat bagus
2023-12-22 10:31:56
1
user avatar
Paijo Scatter
ceritanya sangat bagus
2023-11-16 12:52:12
0
user avatar
Pickolo
Baru nemu novel keren....suka banget
2023-08-22 13:49:55
0
user avatar
Vina Marcia
alur ceritanya menarik dan seru, apalagi kalau diangkat menjadi sebuah film, akan menghasilkan film yg luar biasa rame. terutama sosok aline dan rimba, banyak pesan moral positif yg bisa diambil dalam kehidupan mereka, khususnya untuk kehidupan berumah tangga.
2023-04-08 11:02:27
3
user avatar
Bella
...️...️...️...️...️
2022-12-22 21:25:42
0
default avatar
Bunda Shanofashana
alur cerita nya menarik
2022-12-03 13:36:22
0
user avatar
Sumi Tan
Ga sambung lg uptednya thor.. ...
2022-11-21 18:14:40
0
user avatar
Arisca Dwi
seru banget
2022-09-29 14:54:00
1
user avatar
Yenika Koesrini
bagus banget
2022-09-21 17:11:35
0
user avatar
Nana Putra Siregar
bagus , cuma koin yg mengganggu
2022-09-06 11:06:03
1
user avatar
Yen Lamour
Ceritanya menarik, semangat berkarya ya kak thor ^^ salam dari mafia romance. Ketika cinta datang di antara dendam, mana yang akan dipilihnya?
2022-08-10 21:32:08
0
user avatar
Yhennyhethea
ak dah baca d pf sebelah seru loh kak ceritanya suka
2022-08-06 16:45:39
2
user avatar
Wiwit Widiawati
ceritanya menarik, mudah dipahami, semanydalam menulis ya author ...
2022-08-01 19:23:54
1
user avatar
wildan adreana
nggak sabar nunggu lanjutannya
2022-07-26 06:51:50
1
default avatar
PutraLuky
Alur ceritanya beneran bagus bgt!!
2022-07-20 19:39:10
2
  • 1
  • 2
197 Chapters
Bab 1
"Sayang, Mas pergi dulu sebentar. Ada kebakaran di gudang bahan baku," ujar Mas Rangga sambil mencium keningku . Dia tampak terburu-buru mengambil jaket dan kunci mobilnya. "Gak ada lagi yang bisa handle selain kamu, Mas?" tanyaku sambil mengekor. Dia menoleh. "Kamu kan tau sendiri, Papi seperti itu kondisinya. Lalu anak berandalan itu, mana mungkin dia mau mengurusi," ucapnya sambil memakai jaket. Aku membetulkan letak kerahnya. "Ya, udah, Mas hati-hati, ya." "Iya, Sayang. Ada-ada saja, harusnya aku ngelonin kamu, malah harus ngurusin beginian," ucapnya lagi dengan tatapan menggoda. Aku tertawa kecil. "Ya sudah, sana. Biar cepet pulang lagi," usirku, walaupun merasa sedikit kesal. Mas Rangga melepaskan pelukannya. Aku mengekor sampai ke ambang pintu. Sebelum pergi, dia mencium dan memelukku dengan erat. "Tunggu, Mas gak akan lama." Mas Rangga berlalu sambil melambaikan tangannya. Aku membalas lambaian itu dengan sebuah senyuman. Lelaki itu, orang yang baru tadi siang sah
Read more
Bab 2
Aku beranikan diri masuk ke kamar yang memang seharusnya jadi kamarku dengan Mas Rangga. Kuketuk pelan sebelum akhirnya knop itu kuputar dan terbuka. Di sana, Mas Rangga sedang duduk di pinggir ranjang dengan tatapan kosong. Aku takut untuk mendekat, tetapi kuberanikan diri. Jika tidak diselesaikan, masalah ini akan semakin membesar. Ingat, di sini aku adalah korban. Korban kebiadaban Rimba, juga korban talak dari suamiku. "Mas ...," sapaku pelan. Dia bergeming. "Ayo kita bicarakan ini baik-baik. Pernikahan kita bukan main-main," bujukku di hadapannya. Dia menatapku datar. Cinta yang biasanya kulihat dari mata itu, kini hilang entah ke mana. "Karena bukan main-main, maka dari itu aku tidak mau melanjutkannya, Lin." "Tapi, Mas ... aku—""Cukup, Aline. Aku bukan anak kecil yang bisa kamu bujuk. Dengar! Coba saja kamu bayangkan, bagaimana jika seandainya aku merasa jijik dan tidak akan pernah mau menyentuhmu seumur hidup? Apa kamu bisa bertahan? Tidak Aline, kita hanya akan saling
Read more
Bab 3
Rasanya kepalaku berat sekali, saat mata ini berusaha kubuka. Perlahan kubuka mata dan memindai ruangan serba putih ini."Aline?" terdengar suara Mama."Kamu sudah sadar, Sayang?" tanyanya lagi. Tak kuhiraukan. "Mereka benar-benar tidak punya perasaan," ucap Papa. "Terutama si Rangga itu. Dia pengecut," timpal Mama. "Apa sebaiknya kita lapor polisi saja, ya, Ma?" terdengar Papa bertanya. "Jangan, Pa. Kalau kita lapor polisi, nanti semua keluarga besar kita akan tau. Belum lagi jika ada orang mulut ember yang membuat viral kasus ini. Pasti Aline akan kembali jadi korban. "Dia sudah sakit hati karena perceraiannya, lalu trauma karena diperkosa. Apakah harus ditambah lagi dengan nama baiknya yang tercemar? Kita harus pikirkan semua ini baik-baik, Pa, jangan sampai Aline, terluka untuk kesekian kalinya" jawab Mama. Aku hanya bisa menitikan air mata. Benar kata Mama. Jika aku lapor polisi, semua orang akan tahu. Aibku semakin menyebar. Betapa menderitanya seorang korban perkosaan. A
Read more
Bab 4
Setelah beberapa hari janin ini tak juga mau keluar. Aku mulai merasa frustrasi. Apakah harus mencari klinik aborsi ilegal? Tapi di mana? Aku mondar-mandir di kamar sambil berpikir. Apa aku minum obat-obatan saja ya, biar bayi sialan ini keracunan? 'Iihh kenapa kamu gak mati saja, sih!' umpatku dalam hati. Aku mengendap keluar. Kulihat Mama sedang asik menonton acara TV kesayangannya. Aku segera ke bufet di mana obat-obatan berada. Kuambil semua yang ada dan segera mengembalikan kotaknya ke tempat semula. Berbagai obat pereda nyeri dan entah obat apalagi ýang ada di depanku. Aku mengambil beberapa butir dan menelannya bersama segelas air putih. 'Semoga kau mati bayi sialan! Aku tidak jngin terikat denganmu, apalagi dengan ayahmu.' Beberapa saat kemudian jantungku berdetak semakun kencang, mulutku terasa semakin pahit dan kesadaranku mulai hilang. Semuanya gelap, sangat gelap. **Entah apa yang terjadi, saat kubuka mata, aku kembali berada di ruangan serba putih. Aku memindai se
Read more
Bab 5
"Lin, aku kerja dulu ya," pamit Rimba yang kujawab dengan gumaman. Rasanya tak penting banget dia harus pamit. Mau pergi ke neraka pun aku tak peduli. Dia ulurkan tangannya padaku. Alisku bertaut."Apaan?" tanyaku ketus. "Salim. Doain supaya aku dapat rejeki yang halal buat kamu juga anak kita," ucapnya yang membuatku merasa ... entah. Selama aku pacaran dengan kakaknya, Mas Rangga bahkan tidak pernah bersikap semanis ini. Cih! Modus ini, pasti.Aku melengos."Ya sudah kalau gak mau salim. Aku pergi dulu, ya," ucapnya sambil mengelus pucuk kepalaku. Dia berlalu setelah menenteng tas besar. Entah apa isinya. Sepertinya sebuah gitar. Suami? Hah! Aku bahkan tidak tau dia bekerja di mana dan sebagai apa. Dan aku pun tak peduli. Menjelang pukul sepuluh malam orang itu baru pulang. Aku sengaja tak menghiraukannya. Saat dia mengucapkan salam pun, hanya Mama yang menjawabnya. Acara di TV rasanya lebih menarik daripada harus melihat kehadiran orang itu. Orang itu? Aku mulai menyebutnya
Read more
Bab 6
Setelah menyanyikan beberapa lagu, Rimba turun dari panggung, dan digantikan oleh personel lain. Dia sepertinya hendak menuju ke arahku, saat Cindy tiba-tiba muncul membawakan segelas besar air putih. Rimba menerimanya tanpa lupa mengucapkan terima kasih.Sepertinya perempuan itu sudah hapal betul kebiasaan Rimba setelah manggung. Terbukti, saat lelaki itu duduk di sebelahku, dia menyusul dan memberikan selembar tisu."Kamu keringetan," ucapnya. Rimba menerima tisu itu dan mengelap wajahnya yang basah karena keringat. Lalu, dia duduk di depan kami."Kamu lapar gak, Lin?" tanya Rimba.Aku menggeleng."Makanan di sini enak-enak, lho. Apalagi kalau Cindy yang masak," pujinya. Aku tersenyum datar. Cindy juga tersenyum ke arahku."Aku lagi pengen rujak sama nasi goreng rempah," ujarku."Apa? Rujak? Jam segini?" tanya Rimba. Aku mengangguk dengan wajah masam."Memangnya kenapa kalau mau rujak? Itu kan masih makanan," ucapku ketus."Ya, gak papa. Nanti aku cariin. Kalau nasi goreng rempah,
Read more
Bab 7
"Aline? Kamu kenapa?" Cindy terlihat makin bingung. Menyadari itu, aku langsung menjauh dari Rimba, walaupun gejolak hati ingin mendekati cangkir itu. Namun, aku tak mau menjadikan situasi ini bertambah aneh.Duh, bayi ini ada-ada saja keinginannya.Dari jauh aku menatap cangkir yang mengepulkan asap berbau wangi. Rimba menyesapnya perlahan. Aku menelan ludah saat melihatnya.Sepertinya Rimba menyadari jika sedang aku perhatikan. Dia menoleh padaku."Kamu mau?" tawarnya. Ya Tuhan, apakah wajahku menunjukkan demikian? Aku ingin menggeleng karena malu, tapi hati berkata lain. Akhirnya aku hanya diam sambil menatap cangkir itu.Rimba perlahan menyodorkan cangkir kopi itu padaku. Ya Tuhan, betapa bahagianya aku. Tanpa ba-bi-bu lagi aku langsung menyesapnya, diiringi tatapan heran dari dua orang yang berada satu meja denganku."Kalian kok, aneh, sih? Tadi rujak, sekarang kopi. Kamu juga, Rimba, tak biasanya kamu mau makan bekas orang."Aku dan Rimba saling melempar pandangan."Ah, gak pap
Read more
Bab 8
"Lin, cek kandungan yuk ke dokter? Mumpung aku off," ajaknya di suatu sore saat aku sedang membaca novel online."Males," jawabku."Semenjak kamu hamil, kita belum sekali pun periksa kandunganmu. Aku ingin tahu kondisinya, apa dia sehat, atau gimana," bujuknya. Hih, cerewet amat! Bikin pusing aja, nih, orang."Bener kata Rimba, Lin. Kamu harus periksa kehamilan, biar bayimu sehat, nanti," timpal Mama.Duh berasa dikelilingi dua ibu-ibu. Menyebalkan!"Mau dia sehat, kek. Mati, kek. Aku gak peduli," ucapku ketus."Aline! Jaga ucapanmu!" Rimba menarik tanganku yang sedang asik memainkan game cacing, hingga ponselku terjatuh ke lantai.Aku menoleh padanya. Aku bisa melihat tatapannya yang ... entah itu sedih atau marah.Hahaha, aku tertawa dalam hati. Aku berharap kalian mati saja!Dia bangkit dan pergi ke luar. Aku tak peduli."Aline, gak boleh berkata seperti itu. Ingat, kamu itu seorang ibu. Jangan sembarangan berucap. Setiap ucapanmu adalah doa. Doa seorang ibu itu langsung sampai ke
Read more
Bab 9
"Lin, beli perlengkapan bayi, yuk! Kita beli yang netral aja. Warna hijau atau kuning, biar bisa buat anak laki-laki atau perempuan. Kamu mau anak laki atau perempuan?" tanyanya di suatu pagi."Mau laki, kek. Perempuan, kek. Aku hak peduli. Urus aja sama kamu!" ucapku ketus. Semoga saja dia makin sakit hati."Kamu mau ikut gak belinya?" tanyanya lagi. Tak kujawab. Kupasang wajah masam."Takut kamu gak sesuai sama seleraku. Selera cewek sama cowok kan beda—""Terserah! Aku gak peduli kamu mau beli baju kayak gimana. Lagian emang kamu punya duit buat beli? Kalo kamu mau ngajak aku belanja, minimal di dompetmu harus ada seratus juta," potongku. Terlihat raut wajahnya berubah sendu. Hahaha. Aku puas melihatmu menderita. Semoga saja kamu menikmati saat menelan kata-kata pahit dariku. Dia menunduk dan berlalu dari hadapanku.**"Rimba, bukannya kamu mau ngajak aku belanja peralatan bayi?" tanyaku esok harinya. Dia tampak bahagia mendengar tawaranku."Beneran kamu mau beli peralatan bayi?"
Read more
Bab 10
"Dek, lagi apa? Ini Papa. Sebentar lagi kamu akan melihat dunia. Lihat Papa, Mama dan semua yang sayang sama Adek," ucapnya sambil mengelus. Kurasakan gerakan dari dalam perutku."Setelah anak ini lahir, aku ingin kita bercerai. Bawalah anak ini. Aku tidak menginginkannya," ucapku dengan wajah masam. Rimba bangkit dan menoleh ke arahku."Apa tidak sebaiknya kita bicarakan itu nanti? Aku tidak berniat menceraikanmu. Aku ingin kita bersama membesarkan anak ini," ucapnya dengan tatapan nanar.Aku mendengkus."Mimpimu terlalu tinggi. Mana bisa kamu memenuhi kebutuhanku dan anakmu, jika gajimu saja tidak lebih besar dari uang jajanku," cibirku. Dia menunduk dan mengangguk pelan."Benar, jika kamu selalu menilai segala sesuatu dengan uang. Aku selalu melihat berkahnya, bukan jumlahnya.""Hahaha, bilang aja kamu gak mampu kaya kakakmu. Kalian itu bagaikan langit dan bumi," ucapku dengan senyuman miring."Ya, aku memang tidak seperti kakakku. Kak Rangga memang selalu jadi kebanggaan Mami sam
Read more
DMCA.com Protection Status