Share

BAB 10. SIAPA DIA?

Acara pesta ulang tahun Panji diselenggarakam sangat mewah dirumah Mahira. Semua teman serta rekan kerja Mahira dan Panji berbondong-bondong datang untuk ikut merayakan acara itu.

Tadinya Panji merasa bingung ada acara apa dirumahnya? Kenapa Mahira tidak memberitahunya, acara untuk siapa ini? Namun ketika sampai di kamarnya, Panji sangat terkejut ketika melihat ada tulisan ucapan ulang tahun dari Mahira. Panji merasa tak percaya Mahira melakukan semua ini untuknya. Mengingat beberapa bulan yang lalu hubungannya sedikit merenggang karena ulah keluarganya.

"Apa aku bermimpi? Apa semua ini Mahira yang telah mempersiapkan? Aku tidak menyangka ternyata Mahira masih peduli kepadaku," batin Panji.

"Happy birthday to you sayang," ucap Mahira tiba-tiba membuat Panji menganga tak percaya bahwa Mahira akan memberinya surprise semewah ini. Mahira menghampiri Panji lalu memeluknya serta memberikan kecupan hangat untuknya.

"Sayang, ternyata kamu tidak lupa dengan hari ulang tahunku? Aku sendiri aja lupa jika hari ini adalah tanggal lahirku. Bahkan keluargaku sendiri juga tak mengingat momen indah ini," gumam Panji.

"Ingat dong. Mana mungkin aku bisa lupa dengan hari spesialmu ini," mata Panji mulai berkaca-kaca.

"Eits, jangan sedih gitu. Nanti wajahmu jadi aneh. Diluar banyak tamu undangan yang sudah datang. Buruan keluar gih temui mereka. Karena sejak tadi teman-temanmu sudah pada nyariin kamu," ujar Mahira.

"Baiklah, tapi sebelum keluar aku ingin memelukmu dulu," ucap Panji yang langsung memeluk tubuh Mahira serta mencium bibirnya.

"Terima kasih surprisenya sayang. Aku bahagia sekali hari ini,"

"Iya sama-sama. Yasudah lebih baik Mas keluar dulu temui mereka. Ibu dan lainnya juga sudah pada datang kok. Aku ingin pergi ke kamar mandi dulu, nanti aku susul,"

"Baiklah sayang,"

Panji patuh dan langsung pergi keluar untuk menemui para tamu yang sudah datang. Mahira memperhatikan Panji dari belakang hingga punggungnya tak lagi terlihat.

"Ini adalah hari yang kutunggu-tunggu. Aku berharap Irma mau datang ke acara ini. Dan aku pastikan akan membuatnya merasa cemburu hingga dia tak bisa mengontrol emosinya lagi. Pada akhirnya Irma sendiri yang akan mengakui hubungannya dengan mas Panji. Dengan begitu tak ada kebohongan lagi yang disembunyikan oleh mas Panji dariku. Tapi masalahnya kenapa Irma tidak ikut datang kesini. Padahal aku sudah menyusun rencana serapi mungkin untuk menyambutnya. Huff, apa ini artinya rencanaku telah gagal? Baiklah, tidak apa-apa. Setidaknya aku telah berhasil membuat mas Panji merasa bahagia. Aku berharap mas Panji lebih memilihku daripada memilih Irma," gumam Mahira.

Panji menemui semua orang yang sudah menantinya sejak tadi. Yaitu ada temannya dari kantor, ada rekan kerjanya, ada teman sewaktu kuliah serta kerabat dekatnya. Tak lupa Panji juga menemui ibu serta adiknya.

"Ibu sudah datang sejak tadi ya? Maaf ya, Panji masih sibuk jadi baru bisa menemui Ibu,"

"Tidak apa-apa kok. Lagian kami baru saja sampai," sahut bu Sita.

"Siapa yang mengemudikan mobilnya tadi?" tanya Panji.

"Kak Hendra," sahut Dara.

"Baguslah, oh iya Irma tidak ikut?" tanya Panji.

"Tidak, karena Ibu tidak mengizinkannya,"

"Tapi kenapa Bu?"

"Kok kenapa? Kamu lupa Irma sedang hamil sembilan bulan? Perutnya sudah membesar Panji. Jika Mahira mengetahui hal ini bagaimana?" sahut bu Sita.

"Kita bisa bilang kepada Mahira bahwa Irma telah menikah. Dan suaminya sedang merantau ke luar negeri," sambung Panji.

"Tidak semudah itu Panji. Mahira bukanlah wanita bodoh. Dia pasti akan mengintrogasi kita semua sampai dia mendapatkan informasi yang tepat. Sudahlah, biarkan saja dia dirumah. Lagian ini demi kebaikan kita semua," ucap bu Sita.

Panji menghela nafas berat. "Baiklah Bu. Gimana baiknya aja," sahutnya pasrah.

Mahira menuruni anak tangga lalu ikut bergabung dengan yang lain. Acara ulang tahun Panji pun dimulai. Dimulai dari potong kue, lalu makan-makan. Juga ada hiburan yang tentunya siap memeriahkan acara pesta itu. Panji tampak asyik ngobrol bersama teman-temannya. Mahira sendiri mencoba mendekati bu Sita lalu duduk disebelahnya.

"Bu, kenapa Anda tidak makan? Hari ini adalah hari ulang tahun anak kesayangan Ibu, jadi aku harap Ibu juga harus berbahagia ya?" ucap Mahira.

"Iya Nak. Ibu bahagia kok. Barusan Ibu sudah ambil makan juga. Sekarang Ibu sudah kenyang," sahutnya.

"Sayang sekali ya, Irma tidak bisa hadir diacara ulang tahun kakaknya. Padahal kalau bisa ngumpul semua, pasti sangat menyenangkan sekali,"

celetuk Mahira.

Bu Sita memilih diam dan hanya mengulas senyum tipis.

"Yasudah, Mahira pergi menemui tamu yang lain dulu ya Bu,"

"Iya Nak," Mahira melenggang pergi meninggalkan bu Sita sendirian.

Dara dan Hendra tidak ingin melewatkan acara membahagiakan ini. Keduanya memilih asyik mengisi perut daripada ikutan ngobrol bersama tamu lain. Melihat hal itu Mahira hanya menggeleng kepala merasa heran.

"Dasar mereka berdua. Makanan terus yang dicari. Sepertinya cuma makanan yang mereka butuhkan. Seakan tak membutuhkan yang lainnya," gumam Mahira.

Tak disangka tak diduga tiba-tiba Irma datang ke acara pesta ulang tahun Panji. Tentu saja kedatangannya itu membuat Panji merasa terkejut. Irma sengaja memakai gaun yang dibelikan oleh Mahira. Karena menurutnya gaun pemberian Mahira terlihat lebih berkelas ketika dipakai. Dan tentu saja membuat Irma semakin percaya diri.

Karena Irma sedang hamil besar otomatis gaun yang dipakainya menjadi sedikit melebar. Tidak sedap dipandang mata. Beruntungnya Irma memiliki wajah yang sangat cantik, jadi tak masalah baginya jika penampilannya kurang pas.

"Irma, kenapa kamu datang kesini?" tanya bu Sita setengah berbisik.

"Suka-suka akulah Bu. Memangnya cuma kalian aja yang pengen makan enak. Aku juga pengen Bu," sahutnya ketus.

"Bukan itu maksudnya. Tapi lihat penampilanmu. Perutmu sudah membesar, tidak seharusnya kamu datang kesini. Jika Mahira mengetahuinya bisa berbahaya," ujar bu Sita mencoba mengingatkan.

"Aku tidak peduli," sahut Irma.

"Irma, seharusnya kamu bisa menahan diri bukan seperti ini. Main nyelonong datang kesini tanpa memberitahuku, itu perbuatan tidak benar. Jika Mahira sampai tahu kehamilanmu apa yang harus kamu katakan padanya?" sentak Panji setengah berbisik.

Belum juga Irma menjawab tiba-tiba Mahira datang menghampirinya.

"Irma, akhirnya kamu datang juga," ujarnya sumringah.

"Iya Mbak. Aku harus tetap datang, karena hari ini adalah hari ulang tahun mas Panji," sahutnya sedikit gugup.

Kini pandangan Mahira fokus ke arah perut Irma yang kian membuncit.

"Irma, kenapa perutmu besar sekali? Apa kamu sedang hamil? Siapa yang telah menghamilimu?" tanya Mahira.

Deg!

Irma merasa tegang ketika Mahira mempertanyakan hal itu padanya. Bahkan bibirnya terasa kelu dan tak tahu harus menjawab apa.

"Kenapa kamu diam saja Irma? Apa ada masalah? Apa lelaki itu tidak mau bertanggung jawab? Ayo bilang sama Mbak," Mahira sedikit memaksa.

"Jika dia tidak mau bertanggung jawab, biar Mbak yang akan memberinya pelajaran," Mahira berpura-pura memasang wajah kesal.

"Di-dia, dia ...," ucapan Irma tercekat ditenggorokan.

"Kata siapa tidak mau bertanggung jawab? Justru kedatanganku kesini karena ingin mempertanggung jawabkan perbuatanku terhadap Irma," sahut seorang lelaki muda yang kini berjalan menghampiri Irma.

Melihat wajah asing didepannya tentu saja membuat Mahira bertanya-tanya, siapa lelaki ini? Ada hubungan apa dia dengan Irma?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status