Share

Rencana Licik

last update Last Updated: 2023-05-03 15:41:54

***

"Emak dan Bapak ridho dengan pilihanku?" Haikal memecah keheningan di tengah-tengah perjalanan. Untuk sampai di Madiun, butuh waktu sekitar 3-4 jam perjalanan dari Surabaya. Satu jam lagi mereka sampai di rumah, itupun jika tidak ada halangan di jalan. "Bagiku, Delia itu wanita baik, Mak, Pak. Dia memang dari kota, tapi perangainya sangat santun."

"Emak tahu kalau dia wanita baik, Kal," sahut Emak lembut. "Anak Emak tidak mungkin salah pilih. Benar kan, Pak?"

Pak Gani mengangguk membenarkan. Sekalipun di hatinya saat ini tengah diliputi keresahan, namun bibirnya terus tersenyum agar kebahagiaan yang sedang Haikal rasakan tidak terganggu dengan pikiran-pikiran buruk yang pria tua itu miliki. 

Haikal adalah satu-satunya harta yang Pak Gani miliki. Membayangkan bahwa putranya ditolak oleh keluarga Delia pastilah akan menyulut kesedihan di hati pria tua itu. Beruntung, Pak Handoko berbesar hati mau menerima lamaran Haikal, jika tidak ... terlukalah hati Pak Gani dan Emak Karti karena cacian dan hinaan yang keluarga Delia berikan. 

"Terima kasih, Mak. Insya Allah, Delia adalah wanita baik sama seperti Emak," puji Haikal tulus. "Emak dan Delia pasti cocok menjadi mertua dan menantu."

Emak Karti tertawa lebar menyembunyikan keresahan hatinya. Pulang dari rumah Delia membawa kesedihan tersendiri bagi wanita tua itu. Jika saja dulu Emak tidak sakit-sakitan, tentulah Haikal sekarang menyandang status sarjana, sama seperti Delia. Namun sayang, Haikal lebih memilih mengurus Emak dan membiarkan pendidikannya terbengkalai begitu saja. 

"Sudah berpikir berapa mahar yang akan kamu berikan, Haikal?"

Pertanyaan Bapak membuat suasana di dalam angkot seketika hening. Emak menggigit bibir bawahnya gusar sementara Haikal terus menatap jalanan di depannya yang semakin padat. 

"Sesampainya di rumah, Bapak ingin mengatakan sesuatu, ingatkan kalau Bapak lupa, Haikal!"

Haikal hanya mengangguk tanpa bersuara. Mendadak jantungnya berdegup kencang. Perasaan takut mulai merajai hatinya. 

Apa Bapak tiba-tiba tidak ingin merestui hubungan Haikal dan Delia?

***

Delia membiarkan begitu saja pesan dari Faisal. Perlahan, matanya terlelap mengabaikan ponsel yang bergetar di sisi kanan ranjang. 

Ting ....

|Nanti malam aku dan Jaka mampir ke rumahmu, bersiap-siaplah, kita akan makan malam bersama keluarga|

Satu pesan kembali masuk ke dalam ponsel Delia. Siapa lagi kalau bukan Faisal? Pria itu tidak akan melepaskan Delia begitu saja karena rasa penasarannya yang teramat besar. Dinding yang Delia ciptakan amatlah tinggi membuat rasa ingin tahu Faisal semakin menggebu. 

Menjelang makan malam, Delia keluar dari kamar berniat membantu Sang Ibu menyiapkan hidangan di meja. Langkah kaki Delia mendadak terhenti. Di ruang tamu, ia mendengar gelak tawa para pria. "Mau kemana, Del, ayo sini bantu Ibu!" Bu Sarah memergoki Delia yang hendak kembali ke kamar. "Malah bengong, ayo sini!"

Delia terpaksa mendekat. Saat melewati ruang tamu, benar saja ... ada dua pria yang sedang terbahak entah membahas apa sementara satu lagi hanya menunduk menyembunyikan wajah. Ada Jaka, Faisal dan satu pria lagi yang Delia tidak sangka akan datang kembali malam ini.

"Mas Haikal ...?"

Haikal menoleh. Wajahnya yang semula tersenyum kecut kini tersenyum lebar melihat Sang Kekasih menyapanya. 

"Malam-malam kesini sama siapa, Mas?" tanya Delia khawatir. "Bapak sama Emak ikut?"

Faisal bangkit. Dia berjalan mendekati Delia dan menjawab. "Aku yang menyuruhnya kesini, Del. Dia menyanggupi kita semua pergi makan-makan ke Restoran mewah. Ayo, bersiaplah!"

Delia menatap Haikal dengan mimik muka kebingungan. "Mas ....?"

Haikal mengangguk mantap. "Tidak masalah, Dek," sahut Haikal tenang. "Bilang sama semua keluarga agar bersiap, oke?"

Delia mengulum bibir cemas. Wanita cantik itu sangat paham sekali dengan kelicikan yang sedang direncanakan oleh Jaka dan Faisal. Bagaimana dia bisa tenang sementara calon suaminya hendak dipermalukan?

"Ibu masak banyak karena Jaka bilang Faisal akan datang. Ibu gak tau kalau dia akan kesini lagi," kata Bu Sarah ketus. "Ayo bantu Ibu di dapur, kenapa malah bengong disini, hah?"

"Tante, malam ini kita dapat rejeki yang tidak terduga. Haikal mau membawa kita semua ke Restoran mahal. Ayo, bersiap!"

Bu Sarah terpaku. "D-- dia? Yang benar saja, Sal!" seru Bu Sarah pada Faisal. "Kalau kamu yang ajak kami semua, Ibu percaya. Tapi kalau dia ... ayolah, Faisal, jangan membual," imbuh Bu Sarah setengah tertawa. 

"Ibu benar Mas Faisal, bisa-bisa Delia gagal menikah kalau Haikal bawa kita makan-makan di Restoran mewah." Fatimah menimpali. Di belakangnya, sosok Meisya berdiri pongah tanpa melirik Delia sama sekali. "Lagipula duit petani gak sebanyak duit manager. Ya kan, Bu?"

Bu Sarah hendak mengangguk, namun suara Haikal lagi-lagi membuat wanita paruh baya itu terpaku. "Tidak masalah, Bu. Ayo kalau mau makan-makan di Restoran," ajak Haikal dengan suara lembut. 

"Sok-sokan dia, Mbak," bisik Fatimah sambil terkikik geli. "Orang kampung mana tau harga makanan di Restoran mewah. Bisa pingsan dia nanti."

Meisya tertawa disusul dengan tawa Fatimah. "Kalau dipaksa, ya sudah, ayo!" kata Fatimah sembari mengedipkan sebelah mata pada Meisya.

"Assalamualaikum ...."

Pak Handoko yang baru pulang dari masjid teramat terkejut dengan kedatangan Haikal untuk yang kedua kalinya di hari yang sama.

"Nak, sama siapa?" tanya Pak Handoko, "Emak sama Bapak ikut, dimana?"

Saat Pak Handoko celingukan mencari calon besannya, tanpa sadar pria paruh baya itu menangkap mimik sendu dari wajah bungsunya. 

"Ah, Om ... kebetulan tadi aku yang nyuruh Haikal kesini. Ya ... gimana ya, aku penasaran sama calon suami Delia. Sekaya apa sih dia sampai-sampai Delia menolak lamaranku," ujar Faisal congkak. "Untung saja ada Jaka, tau aja dia nomor calon ipar," sindir Faisal setengah berkelakar.

Tetiba Delia melirik tajam ke arah Fatimah. Kedua tangannya mengepal kuat. "Kau benar-benar gak punya adab, Mbak!" cibir Delia sinis. "Berani sekali buka ponselku tanpa ijin?"

Fatimah melengos. Dia pura-pura tidak mendengar ucapan Delia dan berucap, "Makan-makan di Restoran mewah, yuk berangkat!"

Delia membuang napas kasar. Matanya bersirobok dengan mata Haikal yang begitu meneduhkan. Perlahan, kepala pria itu mengangguk seolah berkata, "Semua pasti baik-baik saja, Delia."

"Aku gak mau ikut!" seru Delia lantang.

"Mau kamu ikut atau tidak, acara makan-makan ini akan tetap berlangsung, Del," jawab Jaka sambil tersenyum sinis. "Aku mau lihat, apa calon suami petanimu itu bisa membayar tagihan makanan kita nanti."

Bersambung 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (13)
goodnovel comment avatar
ilham Dimi
penasaran banget kyak apa kelanjutannya
goodnovel comment avatar
obososminto obo
lanjut,thoor.
goodnovel comment avatar
Sahmudin Usia
bagus sekali cerita ini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   TAMAT

    ENDING***"Itu bukannya mantan pacar kamu, Sayang?"Hafsah mengikuti arah telunjuk Biru. Benar saja, di meja makan yang terletak di sudut, Azka duduk berhadapan dengan Safina. "Iya. Lagi kencan kali, Mas, sama seperti kita," sahut Hafsah tak acuh."Mau gabung?" tawar Biru dan dibalas gelengan kepala oleh Hafsah. "Tidak perlu memaksakan diri, Mas Biru.""Ya gapapa, Sayang, kita harus menjalin hubungan yang baik dengan mantan. Yuk!"Biru menggandeng tangan Hafsah dan berjalan mendekati meja yang hanya diisi oleh Azka dan Safina. "Hai ...."Azka dan Safina cukup terkejut melihat Hafsah datang bersama seorang lelaki. "Mbak Hafsah," ucap Safina sumringah. "Kapan datang ke Surabaya, kok gak kabar-kabar sih?"Respon Safina yang welcome membuat rasa takut yang sempat Hafsah rasakan memudar perlahan."Tadi niatnya gak mau ganggu acara kencan kamu sama Mas Azka, eh Mas Biru malah ngajakin gabung," ujar Hafsah jujur. "Eh, btw ini Mas Biru. Suamiku."Safina dan Azka saling pandang, "Kok Mbak

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   Minta Cucu

    ***Dua bulan berlalu setelah pesta pernikahan yang digelar secara mewah, hari ini Biru dan Hafsah sedang menikmati liburan di Kota Surabaya. Bukan luar negeri yang Hafsah mau, melainkan kota dimana banyak tercipta kenangan indah bersama Ranti dan kedua orang tuanya. Sengaja Biru menyetir mobil sendiri karena tidak mau liburannya yang ditunggu sejak dua bulan yang lalu diganggu oleh orang lain. Perjalanan yang melelahkan terasa menyenangkan karena sepanjang jalan keduanya tidak henti-hentinya melempar candaan. Hafsah membuka snack yang ada di kursi belakang. Sambil terus bercerita tentang masa kecilnya, sesekali tangan Hafsah menyuapi Biru dengan makanan ringan yang ada di tangan. "Mau cari makan dulu gak, Sayang?" Biru bertanya tanpa menoleh. "Nanti sampai hotel biar bisa langsung tidur. Capek sekali, Yang," keluh Biru. "Boleh," jawab Hafsah antusias. "Ini bentar lagi juga nyampe Hotel, Mas. Cari makan yang dekat-dekat sini saja ya."Biru mengangguk patuh. Matanya menatap satu pe

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   Ujian Pernikahan

    ***"Jadi dia berhasil menggoda kamu, Mas?"Nisya berada jajaran para staf yang hendak memberi selamat. Di belakangnya, Anina justru tersenyum sinis seraya menatap Hafsah yang hari ini terlihat sangat menawan. Gaunnya mewah, perhiasan yang ia kenakan pun tidak berlebihan namun memberi kesan mahal. "Kamu keluar sendiri, atau aku meminta security menyeret tubuhmu keluar dari gedung ini?"Nisya tertawa sumbang. Di atas pelaminan, beberapa staf berdiri agak jauh sementara tepat di depan Biru dan Hafsah, Nisya bersungut-sungut marah karena tidak terima dengan pernikahan diantara keduanya. "Kamu bilang sulit mencari penggantiku, Mas," tutur Nisya sembari tersenyum sinis. "Tapi ternyata tidak lama setelah kamu memutuskan hubungan kita, pernikahan ini malah digelar."Rahang Biru mengeras. "Aku tidak akan melepaskan kamu jika acara pernikahan ini sampai ricuh, Nisya!"Nisya bertepuk tangan, "Wow. Secinta itukah kamu pada wanita ini? Apa yang sudah dia berikan sebelum kalian menikah? Keperawa

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   Setelah sah

    ***"Apa?" tanya Biru tanpa berniat menjauhkan bibirnya dari bibir Hafsah. "Mas, ih!" Hafsah mendorong tubuh Biru dengan kesal. "Aku mau mandi, gerah!""Sayang!" Panggil Biru membuat langkah kaki Hafsah terhenti. "Apa?" tanya Hafsah ketus. "Bareng," ucap Biru merengek manja. Hafsah mencebik sebelum akhirnya berlari memasuki kamar mandi sampai-sampai lupa membawa baju ganti. Biru yang menyadari itu seketika tersenyum licik. Bisa dipastikan setelah ini Hafsah keluar hanya mengenakan bathrobe dan membayangkan hal itu saja sudah membuat kepalanya pusing. "Mas!" teriak Hafsah dari dalam kamar mandi. Biru berdiri di depan pintu, kemudian menyahut, "Kenapa, Sayang?""Mas, aku lupa bawa baju ganti ....""Aku tidur dulu ya, lelah sekali," sela Biru berdusta. "Ah, begitu ya. Ya sudah, nanti aku ambil sendiri, Mas tidur saja yang lelap."Biru tidak menjawab, pria itu justru menyandarkan tubuhnya di atas ranjang sambil memeriksa laporan kerja dari laptop yang sengaja ia bawa. Pintu kamar m

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   Menjelang Tamat III

    ***Biru menuntun bahu Hafsah dan membawanya lebih dekat pada gundukan tanah yang masih basah. "Hapus air matamu jika tidak ingin Bunda sedih di dalam sana, Haf."Wajah Biru menegang, namun ketika Hafsah menggamit jemarinya, CEO muda itu perlahan menghela napas panjang. "Dia Mas Azka, Mas," ucap Hafsah memperkenalkan. Biru hanya mengangguk seraya tersenyum, kemudian kembali menuntun Hafsah mendekati makam yang baru saja memiliki penghuni itu. Para pelayat beberapa di antaranya memilih pulang setelah jenazah Ranti dikebumikan, namun beberapa yang lain masih berada di sana, sedikit banyak membantu merapikan makam yang baru saja ditabur bunga beraroma wangi. "Aku pamit ya, Haf. Semoga Bunda khusnul khatimah.""Aamiin, terima kasih banyak, Mas," sahut Azka. Azka mengangguk ragu, kemudian berkata, "Mari, Mas!"Biru tidak menjawab namun kepalanya mengangguk di depan Azka. "Semoga semua amal ibadah Bunda diterima Allah," ucap Hafsah nyaris tidak bersuara. "Doakan yang baik-baik untuk a

  • TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA   Kehilangan

    ***"Bunda ...." Hafsah berteriak histeris sementara Biru segera menekan tombol yang ada di samping ranjang Ranti. "Bangun, Bun!" Hafsah mengguncang tubuh Ranti berharap wanita yang sudah ia anggap sebagai Ibu kedua itu mau membuka mata. "Tidak, Bun. Ini gak lucu!" teriak Hafsah. Biru menarik tubuh Hafsah dan memberi kesempatan para tenaga medis untuk memeriksa keadaan wanita paruh baya di atas ranjang itu. "Buka mata Bunda. Bunda berjanji mau lihat aku menikah dengan Pak Biru. Bangun, Bunda Ranti. Bangun!" Hafsah berteriak tanpa perduli apakah akan ada yang terganggu dengan suaranya. "Haf, tenang ....""Tidak, Mas. Bunda udah gak napas, aku tidak merasakan hangat napasnya. Bunda ... Bunda bohong padaku! Bunda pembohong!" Suara Hafsah terdengar pilu. "Bunda masih hidup kan, Sus? Aku yang bodoh ini pasti salah mengira ....""Innalilahi wa inna ilaihi raji'un ...."Dua orang suster mengucap kalimat istirja membuat dunia Hafsah yang baru saja berwarna kembali kelabu. Tidak lama, seora

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status