Semalam Rachel ketiduran dalam mobil, ketika dia bangun hari sudah pagi dan pakaiannya telah berganti. Kaivan tak ada di kamar dan Rachel hanya bisa menelan ludah sendiri karena itu. Namun karena hari ini dia sidang skripsi, Rachel harus keluar rumah lagi. Tapi kali ini dia izin pada Kaivan -- melalui pesan yang dia kirim pada suaminya tersebut. "Tidak ada balasan sama sekali." Rachel menghela nafas dengan perasaan gunda yang melanda. "Dilihat juga tidak. Aku harus gimana?" monolognya sendiri sembari duduk lesu di depan cermin meja rias. Sepuluh menit dia menunggu balasan Kaivan, namun dia sama sekali tak mendapat balasan apapun. Pada akhirnya Rachel memutuskan untuk pergi ke kampusnya. Dia tidak bisa menunggu pesan Kaivan lebih lama lagi. ***"Yeiiii … kita semua lulus!" pekik teman-teman Rachel dengan bahagia. "Kita foto bareng yah."Mereka sama-sama foto bareng, satu angkatan dan satu geng. Mereka lempar bunga bersama, lalu di sesi Poto berikutnya mereka sama-sama pamer tanga
"O--ouh, begitu ya, Yah?" ucap Rachel gelagapan yang saat ini tengah berbicara dengan ayahnya lewat via telpon. Ayahnya mengatakan jika Kaivan dan anak angkat mereka yang tak lain adalah Jake, datang ke rumah sakit untuk menjenguk Mamanya Rachel. Ayahnya sangat bahagia menceritakannya dan katanya Mamanya Rachel juga senang karena dikunjungi oleh menantunya yang baik hati. Tanpa mereka tahu jika pria itu telah mengusir Rachel dari rumahnya. Dan … beberapa bulan lagi Kaivan akan menikah dengan perempuan lain. 'Mungkin Pak Kaivan datang ke rumah sakit untuk berbicara dengan Ayah mengenai perceraian kami. Dan mungkin juga karena melihat kondisi Mama yang baru pulih, Pak Kaivan tidak jadi mengatakan niatannya. Hah, syukurlah kalau begitu.' batin Rachel dengan senyum getir dan mata yang berkaca-kaca. "Oke, Ayah. Rachel tutup telponnya juga. Rachel baru pulang dari kampus, masih capek banget." 'Iya, Nak. Selamat untuk sidang skripsi kamu.'"Makasih, Ayah. Rachel tutup dulu yah. Assalamu
Rachel sendiri terus meramalkan doa supaya Kaivan tak melihatnya. Dia berharap pria itu juga segera pergi dari sini. 'Jangan ke sini, jangan ke sini!' pekik Rachel dalam hati, mengintip dari lembaran tissue yang menutupi wajahnya. Sedikitnya dia bisa melihat yang terjadi, di mana para ibu-ibu celingak-celinguk dan Kaivan terlihat berjalan ke arah sini. Deg deg deg Jantung Rachel semakin berdebar kencang, semakin Kaivan mendekatinya semakin jantungnya ingin meledak dalam sana. Plas'Kejadian tak terduga tiba-tiba saja terjadi. Tiba-tiba angin bertiup entah dari mana, membuat tissue di atas wajah Rachel -- yang ia jadikan penutup wajah langsung terbang tertiup angin. 'Alam pun tak berpihak padaku. Hiks ….' batin Rachel yang masih memilih memejamkan mata dan enggan membukanya, takut jika Kaivan sudah berada tepat di depan wajahnya. Hingga secara mengejutkan elusan lembut dan halus menyentuh permukaan pipinya, sontak perlahan membuat Rachel membuka kelopak matanya, di mana setelah
"Haah." Terdengar helaan nafas dari Kaivan. Dia duduk si sofa kamarnya sembari menatap Rachel yang sudah tertidur, setelah Kaivan tadi melampiaskan kemarahannya dengan memukul Rachel menggunakan sabuk secara habis-habisan. Sekarang ada perasaan sedih dan kasihan melihat kondisi istrinya itu. Rachel tidur dengan meringkuk seperti bayi kedinginan, memeluk tubuhnya sendiri dengan lelehan air mata di pipi. Isakan beberapa kali masih terdengar keluar dari Rachel, walau tertidur pulas namun perempuan itu masih menangis. Kaivan … sangat menyesal! Namun dia terlanjur dipenuhi oleh emosi. Dia terlanjur dikuasai murkah dan amarah. Dia benar-benar tidak bisa mengendalikan diri saat itu. Dia sulit! Sangking takutnya dia jika Rachel pergi meninggalkannya. "Haah." Kaivan kembali menghela nafas, berdiri dari sofa dan beranjak mendekati istrinya yang tertidur dalam keadaan menangis di atas ranjang. Kaivan sudah mengobati luka Rachel -- akibat cambukan tadi, sudah mengganti pakaian Rachel dengan y
"Kau bilang aku yang menyuruhmu pergi dari sini. Kapan aku mengatakannya?" Rachel menundukkan kepala, melirik Kaivan dengan ekor mata -- takut untuk menatap langsung pria itu. "Waktu aku menjenguk Mama ke rumah sakit. Pak Kaivan menelpon dan menyuruhku untuk tak pulang," jawab Rachel dengan mencicit pelan dan lirih. Tubuhnya terasa panas, dadanya juga sangat panas dan sesak. Kekerasan yang pria ini lakukan padanya terus mengiyang di kepala Rachel. Kaivan mengerutkan kening, rahangnya mengatup dan kembali kemarahan menguasai dirinya. Namun kemarahan itu lenyap seketika, melihat Rachel yang menunduk takut dan enggan menatapnya. "Kau takut padaku?" tanya Kaivan dengan pelan dan datar, terus memperhatikan tubuh Rachel yang bergetar hebat. Rachel menganggukkan kepala pelan. Memangnya siapa yang tak takut pada orang yang telah berbuat kasar pada kita?!Kaivan terdiam sesaat, terpukul melihat sikap Rachel. Dia seperti de javu. Tetapi ini berbeda! Wanita itu-- dia ketakutan dan menutup
Ceklek'Kaivan menoleh ke arah Rachel, menatap istrinya tersebut yang duduk di atas ranjang dan terlihat sedang sibuk dengan handphone-nya. Andai Kaivan tahu jika sebenarnya Rachel hanya men-scroll galeri handphonenya saja. Tak ada yang dia lakukan selain itu -- dan dia begitu karena gugup Kaivan masuk dalam kamar nya. 'Ichi suka laki-laki yang kukunya memakai hena.'Mengingat hal itu, jantung Rachel berpacu dengan kuat. Matanya membulat dengan tubuh yang panas dingin. Ka--Kaivan mewarnai kukunya dengan hena karena dia tahu Rachel suka pria yang seperti itu. Apa yang sebenarnya Kaivan rencanakan dan darimana dia tahu itu? "Ini sudah larut malam, kenapa kau masih belum tidur, Ichi?" Rachel menoleh ke arah Kaivan. Dia tersenyum canggung dengan air muka gugup luar biasa. Dia tidak tidur karena menunggu Kaivan, tetapi tak mungkin dia mengatakan itu bukan?! "Aku … tidak mengantuk, Pak--Mas." "Tidurlah." Kaivan berucap rendah, memasuki kamar mandi. Sedangkan Rachel, dia langsung berb
"Setelah kau wisuda, kita akan bulan madu," sahut seseorang dari belakang Rachel dengan suara serak dan rendah, sontak membuat Rachel tergelonjak kaget. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Kaivan yang …-Deg deg deg Kaivan berdiri tepat di belakang Rachel, jadi ketika dia menoleh kebelakang Rachel langsung menghadap ke arah perut pria itu. Masalahnya, Kaivan hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggang, dia telanjang dada. ABS serta roti sobeknya yang menggugah terlihat, terpampang jelas di depan wajah Rachel. Jantung Rachel berdebar dengan kencang, matanya melotot sempurna dengan pipi yang sudah memerah padam -- syok tetapi menikmati pemandangan perut suaminya. Ingin berpaling, tapi … astaga! Kapan lagi kan?! Lagipula pepatah mengatakan rezeki tak boleh ditolak, cui. "Kau melihat apa?" Kaivan merunduk, bersedekap dengan alis sebelah alis terangkat, menatap istrinya dengan sorot geli dan smirk tipis yang menyungging di bibir manisnya. "Hah?" Rachel sontak mendongak, menat
Namun tiba-tiba saja …. Rachel menghentikan langkahnya, menatap sosok pria bertopeng dengan balutan toxedo mahal yang berjalan di depannya. Di sebelah pria bertopeng tersebut, terlihat Jake berjalan dengan membawa buket bunga mawar merah yang sangat besar, cantik dan sangat indah. Setelah di depannya, pria bertopeng yang tak lain adalah suaminya tersebut berhenti tepat di depannya. Rachel langsung mendongak, menatap ke arah wajah Kaivan yang berbalut topeng dengan air muka tegang dan bercampur aduk. Sangat sulit bagi Rachel menebak ekspresi Kaivan. Selain karena pria ini mengenakan topeng, garis bibirnya hanya membentuk horizontal dan tatapannya seperti biasa -- tajam dan menghunus dingin ke arah manik Rachel. Kaivan meraih bunga di tangan Jake, setelahnya dia memberikannya pada Rachel. "Untukmu, dan mari pulang," ucap pria itu singkat, meraih pergelangan tangan Rachel kemudian menarik istrinya dari sana. Sedangkan Jake, melihat sahabat Mamanya yang suka dempet padanya, buru-buru