Dari suara gemercik air dikamar mandi, aku bisa tahu Axel sudah pulang lebih dulu. Sepertinya aku berlebihan menghadapi dia dan mendiamkan dia seharian dirumah juga disekolah. Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang salah dengan aku akhir-akhir ini.
Mataku terfokus pada bungkusan kecil-kecil diatas meja, "Dia membeli cemilan? Apa ini sogokan untuk berbaikan?" Gumamku langsung membuka kemasan memanjang tersebut dan memakannya. Aku mengecap beberapa kali untuk merasakan makanan asing yang kini ada dimulutku, sangat asing tapi masih masuk dalam selera, bahkan ketika satu kemaran habis, aku membuka satu lagi. Cklek. Kepalaku menoleh ketika melihat Axel keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut basah yang dia gosok dengan handuk putih, berjalan kearahku. "Axel, dimana kamu beli cemilan ini? Rasanya seperti sosis hanya rasa dagingnya lebih terasa." Axel terbengong beberapa saat, seperti"Axel, sudah bel sekolah, kenapa kamu tidak masuk kedalam kelas?" Tanyaku sambil melihat kanan kiri, khawatir ada yang melihat Axel didepan ruang guru padahal kelas setelah istirahat sudah dimulai. "Ada yang ingin aku katakan." "Ya kan bisa nanti dirumah," potong ku cepat, aku paling tidak suka kalau dia membolos kelas. Dia masih punya tugas menaikkan nilainya. "Ini tentang makan malam kita nanti." "Jangan pikirkan itu, aku sudah memilih..." "Apa bisa kita tunda dan reschedule?" Tanya Axel cepat. Aku diam sesaat dan aku sangat yakin tidak bisa menutupi ekspresi kecewa diwajahku sekarang. Dia yang berjanji dan menentukan waktu tapi kenapa tiba-tiba membatalkan? "Besok malam atau lusa, kapan pun asal jangan malam ini. Aku baru saja berbaikan dengan Stela dan dia ingin aku menemani belanja, ya ya ya!" Mohonnya. Stela lag
"Kenapa Kak Nadia lama sekali?" Sapa Axel yang ternyata sudah menunggu dibar dapur sambil makan apel. Sekarang seakan menjadi rutinitas kita berdua untuk sarapan apel sebelum berangkat kesekolah. "Aku kesulitan memilih baju," jelasku sambil menyentuh perutku yang semakin terlihat dan menerima apel yang Axel siapkan. "Benar, perut Kak Nadia sudah semakin besar, akan sulit menutupnya dengan baju yang biasa Kak Nadia pakai, jadi akan lebih baik pakai yang longgar seperti itu." Itu dia masalahnya, walau bagaimana pun besarnya perut ini tidak bisa disembunyikan. Ini baru lima bulan dan perubahan yang signifikan sudah terlihat, bagaimana nanti ketika memasuki bulan kesembilan? Aku tidak tahu dengan menggunakan apa lagi aku harus menutupinya. "Makan apelnya dimobil saja, kita sudah terlambat!" Sejak kapan dia peduli dengan terlambat masuk sekolah? Padahal sebelumnya dia selalu melewatkan jam pelajaran pertama d
Axel sudah pulang, dia sudah sampai diapartemen ketika aku sampai. Bagaimana aku bisa tahu, tentu saja karena aku melihat mobilnya dilobi apartemen. Dan itu membuat aku lebih gugup, entah kenapa selama beberapa hari ini aku selalu gugup ketika masuk kedalam apartemen. Aku tidak sedang bertengkar dengan Axel setelah kejadian tadi pagi tapi ini lebih sulit dari bertengkar karena setelah itu aku tidak melihat Axel dimana pun, entah perasaanku atau bagaimana tapi sepertinya Axel sengaja menghindari aku selama disekolah tadi. Apa dia marah? Atau mungkin dia kecewa setelah tahu aku hanya anak supir Stela. "Apa aku tidur diluar saja?" Gumamku sendiri ketika ragu akan masuk atau tidak padahal sudah ada didepan pintu. Dia pasti benar-benar marah karena seharian tidak mengirim pasan dan mengajak pulang bersama padahal kemarin dia terus merengek pulang bersama, apa sebaiknya aku langsung minta maaf begitu masuk kedalam. Kugelengkan kepalaku keras-keras,
Axel benar-benar tidak pulang semalaman, entah dimana dia tidur tadi malam, dia juga tidak mengabari aku. Terserah apa yang mau dia lakukan, aku tidak peduli! Itu adalah tekad yang aku tanamkan semenjak keluar dari apartemen. Namun, aku kembali bersikap munafik karena begitu sampai disekolah, aku menunggu ditempat parkir mobil. Bahkan dengan alasan tidak masuk akal apapun, aku tetap tidak bisa menemukan alasan wajar kenapa aku bisa berada diparkir mobil siswa kecuali menunggu Axel, aku ingin memastikan Axel baik-baik saja dan datang kesekolah, tidak membolos. "Papa Adipati mengatakan aku harus menjaga Axel seperti aku menjaga seorang adik ipar, jadi yang aku lakukan sekarang adalah memastikan adik ipar aku baik-baik saja," gumamku, meyakinkan diriku sendiri. "Bu Nadia sedang apa disini?" Sapa Carlo yang entah sejak kapan ada dibelakangku. "Sa-saya...," aku merutuki diriku sendiri yang tidak bisa menjawab dengan benar pe
"Apa Kak Nadia menunggu seseorang menghubungi?" Aku tergagap ketika mendapatkan pertanyaan begitu dari Maxim, bagaimana dia tahu? "Dari tadi Kak Nadia terus melirik handphone." Cepat-cepat aku menggeleng, aku tidak ingin Maxim berpikir aku tidak fokus ketika kami sedang bersama. "Kamu benar-benar tidak ingin pesan makanan apapun?" Tanyaku menawarkan karena dia hanya memesan kopi saja. "Tidak, aku datang bukan ingin minta traktir makan, aku punya uang!" Tolaknya sambil terkekeh. Aku mengerutkan dahi, kenapa tiba-tiba Maxim bersikap begini? Apa yang salah? Biasanya dia bersikap biasa saja, seperti adik kecil kami yang selalu manja. "Apa ada yang salah?" Tanyaku memastikan. Dia yang datang sendiri saja aku sangat yakin kalau ada yang salah. "Kak Maya kembali ke Surabaya karena aku," tuturnya sambil menundukkan kepala dalam. "Hmm, dia bilang dia ingin menemani
"Ya ampun!" Aku memekik kaget ketika Axel tiba-tiba muncul didepanku sambil memamerkan sebuah kartu berwarna hitam. "Kamu paling ahli membuat orang jantungan ternyata." "Lihat apa yang aku punya!" Pamer Axel. Itu hanya sebuah kartu, kenapa dia seheboh itu dan lagi, ini disekolah, seharusnya kita tidak diperbolehkan bicara sedekat ini disekolah. "Aku membeli mobil baru," jelas Axel, mungkin dia sadar kalau aku tidak paham dengan apa yang dia pamerkan sebelumnya. "Kamu kan memang sudah biasa gonta ganti mobil, memangnya apa yang berbeda dari yang sekarang?" Tanya ku heran, melewati Axel begitu saja karena ada beberapa hal yang harus dia kerjakan. Uangnya banyak dan ganti mobil bukan hal yang mengherankan untuk dia kan? "Ini mobil listrik tanpa suara berisik, sekarang Kak Nadia tidak bisa mengelak lagi untuk berangkat dan pulang bersama." Langkah ku terhenti, aku menoleh pada Axel yang sekarang sedang terc