"Oke, semuanya sehat!" Ucap dokter Rania sambil memberikan tisu diakhir sesi USG sebelum melakukan sesi konsultasi.
Aku mengangguk dan mengikuti langkahnya dengan hati-hati dimeja konsultasi. Dia sudah menjelaskan banyak hal secara detail saat USG tadi, dari jenis kelamin, berat badan sampai rasanya aku tidak tahu lagi apa yang harus aku tanyakan. "Ini sudah memasuki 19 minggu jadi seharusnya rasa mualnya sudah berkurang jauh, masih butuh diresepkan obat mual?" Tanya dokter Rania sambil tersenyum. Aku menggeleng, aku merasa tidak memerlukan obat mual itu lagi karena walau pun kadang-kadang rasa mual itu hadir namun tidak separah sebelumnya. Hanya, mungkin karena sekarang aku tidak sedang bersama Axel jadi rasanya sikap dokter Rania sedikit berbeda dari sebelumnya, terkesan sangat profesional. "Axel tidak ikut mengantar?" Baru saja aku pikirkan tentang bentuk keprofesionalan dia dan sekarang dia malah menanyakan tentang Axel."Ya ampun!" Aku memekik kaget ketika Axel tiba-tiba muncul didepanku sambil memamerkan sebuah kartu berwarna hitam. "Kamu paling ahli membuat orang jantungan ternyata." "Lihat apa yang aku punya!" Pamer Axel. Itu hanya sebuah kartu, kenapa dia seheboh itu dan lagi, ini disekolah, seharusnya kita tidak diperbolehkan bicara sedekat ini disekolah. "Aku membeli mobil baru," jelas Axel, mungkin dia sadar kalau aku tidak paham dengan apa yang dia pamerkan sebelumnya. "Kamu kan memang sudah biasa gonta ganti mobil, memangnya apa yang berbeda dari yang sekarang?" Tanya ku heran, melewati Axel begitu saja karena ada beberapa hal yang harus dia kerjakan. Uangnya banyak dan ganti mobil bukan hal yang mengherankan untuk dia kan? "Ini mobil listrik tanpa suara berisik, sekarang Kak Nadia tidak bisa mengelak lagi untuk berangkat dan pulang bersama." Langkah ku terhenti, aku menoleh pada Axel yang sekarang sedang terc
Dari suara gemercik air dikamar mandi, aku bisa tahu Axel sudah pulang lebih dulu. Sepertinya aku berlebihan menghadapi dia dan mendiamkan dia seharian dirumah juga disekolah. Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang salah dengan aku akhir-akhir ini. Mataku terfokus pada bungkusan kecil-kecil diatas meja, "Dia membeli cemilan? Apa ini sogokan untuk berbaikan?" Gumamku langsung membuka kemasan memanjang tersebut dan memakannya. Aku mengecap beberapa kali untuk merasakan makanan asing yang kini ada dimulutku, sangat asing tapi masih masuk dalam selera, bahkan ketika satu kemaran habis, aku membuka satu lagi. Cklek. Kepalaku menoleh ketika melihat Axel keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut basah yang dia gosok dengan handuk putih, berjalan kearahku. "Axel, dimana kamu beli cemilan ini? Rasanya seperti sosis hanya rasa dagingnya lebih terasa." Axel terbengong beberapa saat, seperti
"Oke, semuanya sehat!" Ucap dokter Rania sambil memberikan tisu diakhir sesi USG sebelum melakukan sesi konsultasi. Aku mengangguk dan mengikuti langkahnya dengan hati-hati dimeja konsultasi. Dia sudah menjelaskan banyak hal secara detail saat USG tadi, dari jenis kelamin, berat badan sampai rasanya aku tidak tahu lagi apa yang harus aku tanyakan. "Ini sudah memasuki 19 minggu jadi seharusnya rasa mualnya sudah berkurang jauh, masih butuh diresepkan obat mual?" Tanya dokter Rania sambil tersenyum. Aku menggeleng, aku merasa tidak memerlukan obat mual itu lagi karena walau pun kadang-kadang rasa mual itu hadir namun tidak separah sebelumnya. Hanya, mungkin karena sekarang aku tidak sedang bersama Axel jadi rasanya sikap dokter Rania sedikit berbeda dari sebelumnya, terkesan sangat profesional. "Axel tidak ikut mengantar?" Baru saja aku pikirkan tentang bentuk keprofesionalan dia dan sekarang dia malah menanyakan tentang Axel.
Entah apa yang dia pikirkan, sedari tadi Axel terus mondar mandir tidak jelas, sangat mengganggu konsentrasi ku yang harus menyelesaikan pekerjaan yang sekarang harus aku kerjakan didepan leptop. Apa sebenarnya yang lakukan? Apa dia sedang bertengkar dengan Stela? Axel berhenti mondar mandir dan duduk disudut lain sofa panjang yang aku duduki. Dari sela rambutku, aku bisa melihat dia yang mencoba menyibukkan diri dengan mengerjakan soal dengan sangat mengganggu, melakukan semuanya dengan suara keras, bahkan membuka buku pun dengan sangat keras seakan memamerkan apa yang dia lakukan. "Apa dia tidak ingin menjelaskan dengan siapa dia pergi tadi?" Gumam Axel kesal, yang membuat jariku yang tengah mengetik diam beberapa detik? Siapa yang sedang dia bicarakan dengan nada sekesal itu? Kugelengkan kepala, mencoba tetap fokus pada pekerjaan didepanku. Aku harus segera menyelesaikannya. "He em," Axel berdehem sambil melirik aku
"Mau kemana?" Aku hampir terlonjak ketika Axel tiba-tiba muncul entah dari mana dan kini sudah ada disebelahku. "Aku ada urusan. Kenapa kamu ada disini? Aku pikir hari ini kamu akan menjemput June dan Jay." Axel menggeleng, "Carlo mengatakan dia yang akan menjemput adik-adiknya. Sepertinya dia merasa tidak enak kalau merepotkan kita terlalu banyak atau dia tidak percaya kalau kita bisa menjaga adik-adiknya dengan aman," gumam Axel seperti memikirkan jawaban atas pertanyaan tidak pentingnya. "Aku bisa mengerti kekhawatiran Carlo untuk ragu kamu bisa menjaga adiknya dengan baik." "Memangnya apa yang salah dangan aku. Aku menjaga mereka dengan baik, walau pun aku hanya sarapan apel, aku memberikan mereka bubur ayam tadi pagi." Kulirik Axel jengah, bagaimana mungkin dia lupa siapa yang membelikan dua anak itu bubur ayam kedepan apartemen. Dia baru bangun ketika kedua kembar itu sudah selesai sarapan pagi ini.
"Apa yang terjadi?" Stela bergegas mendekati Axel begitu melihat Axel datang namun langkahnya terhenti ketika dia sadar kalau Axel tidak sendiri. Seketika pandangannya berubah. Aku bisa dengan jelas melihat kekesalan disana. "Kenapa kamu membawa dia?" Tanya Stela yang memilih melempar pertanyaan lain pada Axel dari pada harus menjawab pertanyaan Axel sebelumnya tanpa rasa segan sedikit pun pada aku padahal aku adalah wali kelasnya. Axel diam, terlihat memikirkan jawaban yang akan dia utarakan karena dia juga pasti bingung dan tidak menyiapkan jawaban atas alasan membawa aku. Tidak mungkin dia mengatakan aku ada diapartemennya ketika Stela memberikan kabar Ayah Carlo kecelakaan. "Axel menghubungi karena kalian masih dibawah umur dan tidak ada orang dewasa lain yang bisa bertanggung jawab atas Carlo," jawab ku cepat, ingin membantu Axel keluar dari kecurigaan Stela. "Kenapa kamu perlu menghubungi wali kelas kita ketika Ayah Carlo bera