Setelah beristirahat sejenak, mandi di bawah shower Merri merasa segar kembali. Memulas wajahnya yang cantik dengan make up natural, Merri turun ke bawah. Papa dan mamanya baru selesai sarapan sedang duduk di sofa menonton televisi.
“Morning,” sapa Merri riang.
“Pagi, mmm.. wajahmu sumringah banget.” Ujar mamanya.
“Mama ini kayak tidak kenal masa muda . Dia baru ketemu pujaan hati yang belum ada rencana mau melamar anak gadis kita.”
“Sabar pa, nanti mas Dante akan melamarku pada saat yang tepat, waktu yang tepat dan hari yang tepat.” Jawab Merri langsung mengambil gelas berisi juice jeruk, menyesapnya sebentar lalu meneguknya sampai habis.
“Sarapan dulu nduk, mama bikin omelet kesukaanmu.”
“Hum, tinggal lima belas menit lagi, aku harus berangkat ke kantor. Takut macet.”Ujarnya mencomot roti , dengan garpu memotong sedikit omelet menyatukan dengan roti.
“Pa, kepriye carane bocah wadon sampeyan,menakutkan. Pantas Dante menunda-nunda melamarmu, makan kok asal mencomot saja.” Ujar mamanya.
Merri tidak menghiraukan perkataan mamanya , melenggang menuju pintu ruang tamu, melambaikan tangannya,”Daaag. See you this afternoon.” Dilanjutkan dengan mengirim ciuman jarak jauh ditatap papa mamanya sambil menggelengkan kepala mereka.
Melihat Merri sudah hilang dari pandang mata mereka, papa menghela napasnya kemudian menatap isterinya,”Sebaiknya aku ketemu romo Pramudya, menanyakan apakah Dante serius pacaran dengan anak kita.”
“Pa, sebaiknya jangan. Papa kan tahu Merri tidak ingin kehidupan cintanya kita campurin? Merri sabar menunggu, kita sebaiknya juga sabar menunggu.”
“Sampai kapan? Sampai anak kita jadi perawan tua?”
“Husshh! Merri juga baru umur 25 tahun, sibuk berkarir sebagai desainer, mungkin dia minta Dante jangan dulu melamarnya.”
“Lalu bagaimana hubungannya dengan Dante? Apakah hanya sebagai pemanis hidupnya, punya pacar ganteng, dokter , spesialis bedah, bedah saraf lagi? Dipandang kagum dan iri hati wanita-wanita yang juga menginginkan Dante?”
“Pa, anak muda sekarang lain pemikirannya dengan kita dulu. Kenalan, pacaran , lamaran kemudian menikah, punya anak.”
“Gaya pacaran mereka itu menurut papa tidak sehat, apalagi Merri akhir pekan janjian ketemuan di Semarang, dengan alasan Dante sulit ke Surabaya karena sibuk.Menurut papa alasan yang dibuat-buat oleh si Dante, membiarkan hubungan mereka berlarut-larut, apakah Merri tidak lelah dengan gaya pacaran model itu?”
“Sudahlah pa, nanti kita lihat akhir tahun, kalau Dante belum juga melamar, kita panggil dia menanyakan keseriusan hubungannya dengan Merri.”
“Hum, papa tinggal mengikuti saran mama, kalian berdua mempunyai hubungan emosional yang mendalam. Mama dan Merri sering berbagi rahasia, seperti dia menyatakan jatuh cinta pada Dante orang yang pertama dihubungi ,mama.”
“Menurut Merri meskipun papa sponsornya Dante, papa menyukai Dante tapi papa tidak ingin Dante menjadi mantu.”
“Kriteria mencari pasangan hidup anak kita,harus berdasarkan bibit, bebet dan bobot.Bebet dan bobotnya memenuhi syarat, yang tidak dipenuhi bibitnya,latar belakang keluarganya, seperti status sosial dan garis keturunannya.”
“Itulah, jangan sampai kita terutama Merri menyesal dikemudian hari.”
“Hum, ternyata waktu sudah menyita kita, papa mau mandi, ada meeting di hotel Swiss-Belinn,tolong mama siapkan jasku.”
****
Sampai di kantor, Merri disambut teman-temannya , Rissa, Donna dan Stella.
“Bagaimana weekend dengan dokter Dante?” tanya Stella sambil mengerenyutkan bibirnya.
Merri terlihat gelisah jika dia menjawab tidak sesuai ekspektasi Stella, bisa-bisa Stella bertanya dengan pertanyaan yang nyentrik, membungkam siapa saja yang sulit menjawab pertanyaannya.
“Baik-baik saja.”
“Pasti ada romantis dan hotnya.” Ujar Stella disambut suara cekikikan teman-temannya kecuali Merri.
“Mau tau aja.” Jawab Merri pura-pura kesal.
“Percuma mengunjungi kekasih hati sampai menempuh jarak berateus-ratus kilometer hanya dengan baik-baik saja?”
“Kamu seperti tidak pernah pacaran.”Timpal Rissa melihat Merri terlihat jengah .
“Aku kan pacaran jarak dekat. Merri pacaran jarak jauh harus menembus 353 km, capek, lelah, belum lagi rindu yang ingin dipeluk dan dimanjakan.”Goda Stella.
“Mer, apakah Dante sudah memberi lampu hijau mengenai hubungan kalian?” tanya Rissa.
Merri menatap Rissa dengan tatapan sayu,”Belum’”Bisiknya lirih.
“Ceraikan saja dia!” Geram Stella.
“Ih! Sayang dong diceraikan, sudah tiga tahun mereka jadian lalu diceraikan. Sayang dibuang dokter tampan, gagah , spesialis bedah saraf lagi. Profesi yang menjanjikan.” Seru Donna.
“Siapa yang mau diceraikan? Bukankah kalian belum menikah?” terdengar suara bariton khas bos mereka.Pria berusia paruh baya yang masih terlihat gagah, tampan , berpenampilan stylish khas desainer.
“Selamat pagi pak Marco .” Sapa mereka bersamaan, langsung terceraiberai menuju meja kerja mereka masing-masing.
Pak Marco yang mempunyai latar belakang fashion desainer lulusan Paris , pemilik Bridal Christie berdiri di depan mereka , kemudian bertepuk tangan agar anak buahnya yang kebanyakan adalah desainer muda fokus pada dirinya.
“Merri bagaimana desain baju yang akan kami pamerkan pada event pengantin tahun 2025?”Tanya pak Marco
“Sketsanya sudah selesai pak, tinggal Donna menyempurnakannya.” Jawab Merri.
"Tema apa yang kau usung?" Tanya pak Marco
“Mimpi kaum milenial. Mereka menginginkan sesuatu yang terasa istimewa dan unik.Saya fokus pada basque waist. Difokuskan pada lingkar pinggang, fasihion yang disukai kelas atas, dipadukan dengan siluet gaun pesta.” Kata Merri menjelaskan sketsa drawing desainnya kepada pak Marco.
“Hum, kita keluarkan lima gaun pengantin,kamu Stella apa rancangan desainmu?”
“Gaun bersiluet balon, menambahkan buble hem, efek ini seperti balon di bagian bawah .”
“Kau,” pak Marco menunjuk Rissa.
“Apakah gaun pengantin harus putih klasik? Saya mencoba beralih ke warna di luar warna putih, mencermin gaya unik calon pengantin Gen Z , generasi pembentuk trend budaya pop.”
“Boleh saya melihat sketsamu?” tanya pak Marco.
Rissa menyerahkan sketsa drawing desain ke tangan pak Marco, mengamati dengan seksama. ”Kita coba desainmu siapa tahu ada generasi Z yang berminat. Konsultasikan dengan mbak Donna,ada beberapa yang perlu diperhatian terutama pada lingkar pinggangnya.”
Selesai meeting gaya khas pak Marco yang santai, meninggalkan mereka, keempat desainer muda kembali sibuk dengan sketsa mereka.
“Pak Marco selalu sukses jika mengadakan event gaun pengantin. Tahun lalu Royal Wedding yang super sukses setelah menggandeng Him Taylor. Tahun ini dia mengusung konsep Dream Wedding Exhibition, sasarannya kaum milenial dan generasi Z.” Ujar mbak Donna, desainer yang lebih senior dari Rissa, Stella dan Merri.
“Kelihatannya lebih spektakuler dari tahun-tahun sebelumnya,”Cetus Stella.
“Mbak Donna ,pak Marco akan meluncurkan lima gaun berarti dua gaun dia yang desain sendiri?” tanya Rissa.
“Iyaah ,ada beberapa gaun klasik yang masih ingin ditampilkan.”
“Satu hal yang kusukai dari pak Marco dia memberi kita kesempatan untuk turut serta dalam setiap event, namanya semakin terkenal dan karyanya juga semakin terkenal.”Ujar Rissa.
“Meskipun dia memanfaatkan kita.” Cetus Stella.
“Bagiku dimanfaatkan tidak masalah yang penting aku bisa mengembangkan diri. Pak Marco banyak memberikan saran dan mengajar kita cara membuat desain yang bisa membuat para pemakai tertarik membeli pakaian kita.” Kata Merri.
“Kalau kau menikah dengan dokter Dante, akan pindah ke Semarang?” tanya Stella.
“Aku belum memikirkannya, dilamarpun belum, boro-boro mau menikah.” Jawab Merri.
“Mer, tidak mengurangi kepercayaanmu terhadap dokter Dante, kami melihat akhir-akhir ini kamu yang sering ke Semarang. Sesibuk apapun dokter cintamu itu, sebaiknya meluangkan waktu untuk menemui keluargamu agar hubungan menjadi lebih erat.” Ujar Donna.
“Dia sibuk.Katanya setiap hari ada operasi.”Cetus Merri.
“Pernahkah kamu mengunjungi tempat prakteknya, mmm… rumah sakit tempat dia praktek?”tanya Stella.
Merri menggelengkan kepalanya,”Tidak pernah.Dia melarangku ke tempat prakteknya baik di rumah sakit maupun di kliniknya.”
“Mer, kamu ini kupu-kupu cinta dari Surabaya, hinggap di Semarang lalu balik kembali ke Surabaya.” Ujar Stella.
“Maksudmu?’
“Hum, kamu menghisap sari cinta dari dokter cintamu yang tidak peduli sari cintanya kau hisap. Kemudian membiarkanmu balik ke Surabaya. Begitu kamu balik, kupu-kupu lain akan hinggap, dia kembali menyerahkan sari cintanya. Bagiku itu tidak adil.” Seru Stella.
Melihat wajah Merri terlihat murung, Stella berdiri menghampiri Merri,”Maaf, mungkin kata-kataku terdengar vulgar di telingamu, aku rasa dokter Dante mempermainkanmu.Kalau dia sibuk mengoperasi pasien sih tidak masalah,asalkan jangan mempermainkan hatimu, ditengah kesibukannya membedah orang diselingi sibuk bermain cinta dengan wanita lain.” Ujar Stella.
Tiga pasang mata menatap Stella dengan tatapan menegur, dibalas Stella dengan tatapan datar seolah tak bersalah atas ucapannya.
“Aku pernah merasakan dikhianati, aku percaya pada cintanya, tapi dia ternyata bermain di belakangku, membuat diriku terhempas ke jurang penyesalan karena memberikan milikku. Itulah sampai sekarang aku takut pacaran, aku belum seratus persen pulih mempercayai yang namanya cinta, apalagi cinta kupu-kupu!”
Sambil menemani Dragnar yang terus-menerus menghisap , Merri meraih ponselnya mengirim pesan ke mama Anna, 'Ma, aku sibuk mengatasi baby ku yang rewel. Jangan ketuk pintu dulu." Ibu Anna tersenyum membaca pesan Merri, membalasnya dengan emoji senyum. "Mer..." "Ada apa sayang ku? "tanya Merri manja, kemudian menggelinjang geli ketika Dragnar menghisap kemudian memainkan kesayangan nya. Merri menatap Dragnar yang sibuk dengan fantasinya,"Sayang simpan buat baby El." "Aku sudah lama tidak mendengar panggilan mesra mu."bisik Dragnar. "Hummm... Sayang cukup dulu ya, jangan terlalu capek. Simpan tenaga mu untuk nanti. " ujar Merri merasakan napas Dragnar tersengal –sengal di payudara nya. Dengan sedikit paksa Merri menarik tubuhnya ditatap dragnar dengan tatapan sayu. “Sayang, istirahatlah. Jangan terlalu capek. Aku juga akan kerja.” “Kerja?” “Aku dipercayakan Ivanka mengelola motel ini, hampir sebulan aku tidak fokus melayani motel. “Karena aku?” “Iya, motel itu penghidupanku dan
Keheningan berselimutkan ketegangan terasa di kamar perawatan Dragnar. Kedua orangtua menatap Dragnar. “Mas…” “No. Mereka harus minta maaf pada kamu karena mereka kamu menderita lahir dan batin.” “Mas, sudahlah meminta maaf itu tidak bisa dipaksakan…” Terdengar pintu diketuk, Merri akan beranjak ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka, dokter Prabu bersama para medis masuk. “Selamat pagi pak Dragnar. Wah.. sudah terlihat stabil kesehatannya.” Kemudian menoleh , menatap pak Baron,”Ternyata pak Baron ada juga di sini. Kemarin mantu bapak ke tempat praktek saya katanya suaminya sudah bosan di rumah sakit, kangen sama anaknya yang sudah lama tidak bertemu.” “Apakah suami saya bisa pulang untuk beberapa hari?”Tanya Merri. “Hum.. tiga hari saja, tidak boleh lebih. Sesudah itu perlu pemeriksaan yang lebih intensif sebelum dilakukan operasi.” “Terima kasih dok.Selama di rumah saya akan merawatnya dengan baik sesuai petunjuk dokter.” “Apakah perlu peralatan medis ketika nak Dragnar boleh
"Ibu, sulit bagi saya mengijinkan pak Dragnar pulang, dikhawatirkan sakitnya kambuh, terutama kejang -kejang. perlu di tangani segera. Penyebarannya sangat cepat dan sudah menyerang jaringan otak terdekat.Dari MRI kami menemukan lokasi dan ukuran Gliobastoma Multiforme karenanya pak Dragnar akan ditangani juga oleh dokter bedah saraf.”Merri tertunduk lesu,”Dok, kami punya bayi. Suami saya .. kangen melihat anaknya. Apakah bisa .. sehari…mmm.. tiga hari di rumah. Siapa tahu dengan melihat kelucuan anaknya bisa menjadi obat penghibur baginya.Rumah sakit melarang bayi dibawa sampai ke kamar pasien.”Dokter Prabu menatap wanita yang terlihat tak berdaya di hadapannya, pasrah mendengar perkataannya.Dokter Prabu kemudian menahan napas, menelan ludahnya. Ia sulit memenuhi permintaan wanita, istri pasien yang sedang dirawatnya, tapi karena kerinduan suaminya ingin melihat bayi mereka yang tentunya sedang lucu-lucunya, serta mengingat sebentar lagi pasien akan menjalani operasi yang sulit, d
Merri mematung dalam duduknya, bibirnya terkatup rapat seolah-olah ingin menjaga agar jangan mengeluarkan lagi kata-kata tanpa dipikirkan lebih dahulu.Merri tidak tahu apa yang harus dilakukan dan dikatakannya agar misinya untuk rekonsiliasi bisa terwujud. “Nak Dragnar sudah lama menderita sakit kepala, sering mual dan muntah-muntah. Beberapa kali daddy sarankan ia ke dokter tapi ia selalu menolak, katanya masuk angin,”Dad, aku masuk angin perlu obat untuk tolak angin atau dikerok. Anehnya setelah minum dan dikerok mbok Minah dia langsung sehat.” “Katanya sejak kuliah di London dia sering sakit kepala .Kembali ke Indonesia, sakit kepalanya semakin parah malah disertai mual dan muntah-muntah.Mas kira asam lambungnya naik, kata dokter sih bukan asam lambung. Setelah dilakukan medical check dan foto di kepalanya, ada tumor kecil di kepalanya, dokter sarankan dioperasi, tapi mas Dragnar menolak.” “Anakku Dragnar tidak ingin menyusahkan kami. Ia menanggung sakitnya sendiri .” “Maaf
Setelah berdoa, Merri duduk di sofa panjang , merenung kembali doa yang dipanjatkan ke hadirat Sang Penyelenggara Ilahi. ‘Perlukah aku mengadakan rekonsialiasi dengan keluarga Braspati, demi Dragnar? ‘ batin Merri. Merri menoleh ke arah pria yang tertidur lelap setelah minum obat penghilang sakit kepala, wajahnya tirus, masih menyisakan pucat dan berbaring tak berdaya.Merri mencoba berpikir secara dewasa, perlukah aku memilih untuk membalas sakit hatiku dan sakit hatinya Dragnar?Apa keuntungan yang aku peroleh ? Atau memilih untuk tidak membalas demi ketenangan batinku? Dragnar yang sakit kanker otak stadium 4 sudah menyita ketenangan batinku, perlukah aku tambah dengan membalas sakit hatiku dan sakit hati Dragnar? ‘Luka yang timbul di hati ku dan hati Dragnar perlu diobati agar dalam merawat Dragnar aku tidak disibukkan untuk terus menyakiti balik. Inilah kebijaksanaan cinta, yaitu melindungi orang yang kita cintai dengan memberikan pengampunan,’batin Merri. Merri teringat wejangan
Drama yang diperankan Jennifer Mariska dan ibu Aida telah berakhir di kamar perawatan Dragnar. Merri dan Dragnar sepakat tidak akan turut campur mengenai masalah yang diperbuat mereka berdua, biarlah keluarga Braspati yang menyelesaikan dengan pihak kepolisian.Merri bertekad akan memfokuskan pada perawatan dan pengobatan Dragnar. Bersama Dragnar, saatnya Merri akan merangkai kembali mimpi yang pernah pudar. Mimpi indah bersama Dragnar yang terlewati karena badai yang dihembus Jennifer dan ibu Aida. Mimpi mereka kembali setelah doa Merri dan kenekadan Dragnar untuk merajut kembali masa-masa indah mereka.Masa lalu ditinggalkan , masa depan yang ada di depan mata harus mereka jalani, meskipun Merri tahu perlu pengorbanan, kesabaran dan keikhlasan mendampingi Dragnar yang kadang-kadang sakitnya kambuh, sakit kepala yang sulit di atasi, kejang-kejang, mual dan muntah.Dalam merawatnya Merri selalu menatapnya dengan cinta, disertai senyuman jika Dragnar tiba-tiba muntah, kejang-kejang. J