Sinar matahari menerobos masuk melalu celah jendela, menyinari kamar motel tempat Dragnar dan Merri tidur. Kamar masih setengah gelap. Merri mencoba membuka matanya yang terasa berat karena semalaman Dragnar Dragnar marathon memacunya membuat Merri blingsatan di bawah tubuhnya. Dragnar seolah takut tidak bisa menikmati tubuh Merri, tidak dapat memainkan benda kesayangannya yang tidak pernah lepas dari bibirnya dan jemarinya. Merri ketakutan jika Dragnar tiba-tiba sakit kepala, kejang dan muntah-muntah, anehnya ketakutannya tidak terbukti. Selama mereka berdua di kamar, Dragnar terlihat normal, tidak terlihat ia kesakitan malah terlihat bersemangat terus memuji Merri jika mereka sedang foreplay. “Kamu cantik, tubuhmu canduku,”gumam Dragnar pelan , namun cukup membuat Merri tersenyum. “Senyummu sejak dulu selalu memikat hatiku,”bisik Dragnar mencium bibir Merri kemudian melumatnya, memainkan lidah Merri dengan lidahnya. “Aku rasanya tidak ingin mati. Aku mau negosiasi dengan
Merri berbaring manja di atas tubuh Dragnar, tubuh mereka saling melekat tanpa jarak,melekat bagai magnit, mata saling menatap , jemari saling membelai sekali-kali bibir mereka tautkan, komunikasi tanpa kata hanya mata, bibir dan jemari yang beraktivitas.Kira-kira lima belas menit mereka lakukan setelah nikmat di bawah pamit .Merri menatap pria yang masih menatapnya penuh cinta,“Yang.. apakah yang tadi memuaskanmu?”Tanya Merri kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Dragnar,”Apakah aku terlihat seperti wanita jalang yang haus sentuhan?”Tanya Merri lagi.Merri teringat baaimana ia menggeliat, berperan seperti wanita liar yang dominan dalam hubungan intim mereka tadi. Tidak ada respons dari Dragnar, tubuhnya meraih tubuh Merri yang berbaring manja di atas tubuhnya,perlahan dibaringkan Merri di sampingnya kemudian sebagian tubuh Dragnar terparkir di atas tubuh Merri.Dragnar menatap wanita yang sangat dicintainya.“Kau …mmm… puas?”tanya Dragnar dengan tatapan sayu berselubung was-was.“H
Sambil menemani Dragnar yang terus-menerus menghisap , Merri meraih ponselnya mengirim pesan ke mama Anna, 'Ma, aku sibuk mengatasi baby ku yang rewel. Jangan ketuk pintu dulu." Ibu Anna tersenyum membaca pesan Merri, membalasnya dengan emoji senyum. "Mer..." "Ada apa sayang ku? "tanya Merri manja, kemudian menggelinjang geli ketika Dragnar menghisap kemudian memainkan kesayangan nya. Merri menatap Dragnar yang sibuk dengan fantasinya,"Sayang simpan buat baby El." "Aku sudah lama tidak mendengar panggilan mesra mu."bisik Dragnar. "Hummm... Sayang cukup dulu ya, jangan terlalu capek. Simpan tenaga mu untuk nanti. " ujar Merri merasakan napas Dragnar tersengal –sengal di payudara nya. Dengan sedikit paksa Merri menarik tubuhnya ditatap dragnar dengan tatapan sayu. “Sayang, istirahatlah. Jangan terlalu capek. Aku juga akan kerja.” “Kerja?” “Aku dipercayakan Ivanka mengelola motel ini, hampir sebulan aku tidak fokus melayani motel. “Karena aku?” “Iya, motel itu penghidupanku dan
Keheningan berselimutkan ketegangan terasa di kamar perawatan Dragnar. Kedua orangtua menatap Dragnar. “Mas…” “No. Mereka harus minta maaf pada kamu karena mereka kamu menderita lahir dan batin.” “Mas, sudahlah meminta maaf itu tidak bisa dipaksakan…” Terdengar pintu diketuk, Merri akan beranjak ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka, dokter Prabu bersama para medis masuk. “Selamat pagi pak Dragnar. Wah.. sudah terlihat stabil kesehatannya.” Kemudian menoleh , menatap pak Baron,”Ternyata pak Baron ada juga di sini. Kemarin mantu bapak ke tempat praktek saya katanya suaminya sudah bosan di rumah sakit, kangen sama anaknya yang sudah lama tidak bertemu.” “Apakah suami saya bisa pulang untuk beberapa hari?”Tanya Merri. “Hum.. tiga hari saja, tidak boleh lebih. Sesudah itu perlu pemeriksaan yang lebih intensif sebelum dilakukan operasi.” “Terima kasih dok.Selama di rumah saya akan merawatnya dengan baik sesuai petunjuk dokter.” “Apakah perlu peralatan medis ketika nak Dragnar boleh
"Ibu, sulit bagi saya mengijinkan pak Dragnar pulang, dikhawatirkan sakitnya kambuh, terutama kejang -kejang. perlu di tangani segera. Penyebarannya sangat cepat dan sudah menyerang jaringan otak terdekat.Dari MRI kami menemukan lokasi dan ukuran Gliobastoma Multiforme karenanya pak Dragnar akan ditangani juga oleh dokter bedah saraf.”Merri tertunduk lesu,”Dok, kami punya bayi. Suami saya .. kangen melihat anaknya. Apakah bisa .. sehari…mmm.. tiga hari di rumah. Siapa tahu dengan melihat kelucuan anaknya bisa menjadi obat penghibur baginya.Rumah sakit melarang bayi dibawa sampai ke kamar pasien.”Dokter Prabu menatap wanita yang terlihat tak berdaya di hadapannya, pasrah mendengar perkataannya.Dokter Prabu kemudian menahan napas, menelan ludahnya. Ia sulit memenuhi permintaan wanita, istri pasien yang sedang dirawatnya, tapi karena kerinduan suaminya ingin melihat bayi mereka yang tentunya sedang lucu-lucunya, serta mengingat sebentar lagi pasien akan menjalani operasi yang sulit, d
Merri mematung dalam duduknya, bibirnya terkatup rapat seolah-olah ingin menjaga agar jangan mengeluarkan lagi kata-kata tanpa dipikirkan lebih dahulu.Merri tidak tahu apa yang harus dilakukan dan dikatakannya agar misinya untuk rekonsiliasi bisa terwujud. “Nak Dragnar sudah lama menderita sakit kepala, sering mual dan muntah-muntah. Beberapa kali daddy sarankan ia ke dokter tapi ia selalu menolak, katanya masuk angin,”Dad, aku masuk angin perlu obat untuk tolak angin atau dikerok. Anehnya setelah minum dan dikerok mbok Minah dia langsung sehat.” “Katanya sejak kuliah di London dia sering sakit kepala .Kembali ke Indonesia, sakit kepalanya semakin parah malah disertai mual dan muntah-muntah.Mas kira asam lambungnya naik, kata dokter sih bukan asam lambung. Setelah dilakukan medical check dan foto di kepalanya, ada tumor kecil di kepalanya, dokter sarankan dioperasi, tapi mas Dragnar menolak.” “Anakku Dragnar tidak ingin menyusahkan kami. Ia menanggung sakitnya sendiri .” “Maaf