Share

POV GIAN

Author: Ayashiyaa
last update Last Updated: 2025-08-24 22:40:00

Setelah keluar dari kamar Salsa, Gian berjalan dengan tergesa-gesa menuju garasi. Ia mengambil kunci mobilnya dan segera melajukan mobilnya keluar dari rumah.

Tujuan Gian adalah sebuah apartemen mewah yang ia beli khusus untuk Gina. Gina adalah wanita yang sangat berbeda dengan Salsa. Gina tampak berani, percaya diri, dan menggoda. Ia selalu membuat Gian merasa tertantang dan bersemangat.

Gian memarkirkan mobilnya di basement apartemen dan segera naik ke unit Gina. Gian memencet bel apartemen Gina. Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan Gina muncul dengan senyum cerah di wajahnya.

"Sayang, kamu pulang ke sini lagi?" ucap Gina dengan nada manja sambil bergelayut di lengan Gian.

Gian tersenyum dan membalas pelukan Gina. Ia menciumi rambut dan wajah Gina dengan mesra.

"Tentu saja, Sayang," jawab Gian sambil mencium bibir Gina dengan lembut. "Aku selalu ingin bersamamu."

Gina tertawa senang dan menarik Gian masuk ke dalam apartemennya. Gina duduk di samping Gian dan mulai bermanja-manja. Gian tertawa melihat tingkah manja Gina.

Gina bersorak senang dan langsung menarik Gian untuk berbaring di sofa. Mereka berpelukan dan bercumbu dengan mesra.

Tiba-tiba, Gian mengangkat tubuh Gina dan membawanya pindah ke atas ranjang. Ia kemudian mencium bibir Gina dengan lembut, lalu semakin dalam dan bergairah. Gian mulai membuka pakaian yang dikenakan Gina dengan lembut dan penuh kasih sayang. Satu per satu, pakaian Gina terlepas dari tubuhnya.

Gian kemudian mulai menciumi setiap jengkal tubuh Gina dengan penuh gairah. Ia menciumi leher, dada, perut, dan paha Gina. Gina mendesah nikmat merasakan sentuhan Gian di tubuhnya. Ia membalas ciuman Gian dengan penuh semangat, membuat suasana semakin panas dan membara. Tangan Gian bergerak bebas, membelai punggung Gina, lalu beralih meremas lembut payudaranya. Gina mendesah pelan, tubuhnya menggeliat menikmati setiap sentuhan.

"Gian..." bisiknya di sela ciuman.

Gian tidak menjawab, hanya terus menciumi dan membelai tubuh Gina. Gian menurunkan ciumannya, beralih ke payudara Gina. Gina menggeliat di bawahnya, tangannya mencengkeram rambut Gian. Desahannya semakin keras, bercampur dengan erangan kecil.

Gian semakin bersemangat. Ia memainkan kedua payudara Gina dengan lincah, bergantian menghisap dan menggigit putingnya. Tangan yang lain membelai perut rata Gina, turun hingga ke area sensitifnya.

"Ah, Gian..." desah Gina, tubuhnya bergetar hebat. "Jangan berhenti..."

Gian tersenyum mendengar permohonan Gina. Ia tahu, wanita itu sudah berada di ambang batas kenikmatan. Bibir Gian turun ke bawah, menuju pusat kenikmatan Gina. Dengan lembut, ia menjilat dan memainkan klitoris Gina dengan lidahnya. Sentuhan itu membuat Gina menggeliat dan mendesah semakin keras.

Tangan Gian tak tinggal diam. Ia terus membelai dan memainkan area sensitif Gina dengan tempo yang semakin cepat dan gencar.

"Ahhh... Gian... jangan berhenti..." erang Gina, tubuhnya bergetar hebat.

Gian semakin bersemangat. Ia tahu, Gina sudah sangat dekat dengan puncak kenikmatannya.

"Gian... aku mau... aku mau..." desah Gina, air matanya mulai menetes.

Gian terus memacu dirinya, memberikan yang terbaik untuk Gina.

Gian meningkatkan tempo permainannya. Sentuhan lidah dan jarinya semakin kasar dan cepat, membuat Gina semakin kehilangan kendali. Tubuhnya menggeliat hebat, napasnya tersengal-sengal.

"Ahhhhh!" jerit Gina, tubuhnya menegang lalu melemas seketika. Ia mencapai puncaknya, merasakan ledakan kenikmatan yang luar biasa.

"Gian..." bisik Gina dengan nada lemah. "Aku sangat mencintaimu."

Gian mengangkat wajahnya dan menatap Gina dengan tatapan penuh cinta. "Aku juga sangat mencintaimu, Gina," balas Gian sambil mencium bibir Gina dengan lembut.

Tanpa menunggu lebih lama, Gian mengangkat tubuhnya dan dengan hati-hati mengarahkan miliknya ke area sensitif Gina yang masih basah dan sensitif. Gina merasakan sentuhan itu dan tubuhnya langsung menggelinjang hebat.

"Gian... pelan-pelan..." bisik Gina, suaranya bergetar.

Gian tersenyum dan mengecup bibir Gina dengan lembut. "Aku akan pelan-pelan, sayang," bisiknya.

Dengan perlahan dan hati-hati, Gian mulai memasuki tubuh Gina. Gina menggigit bibirnya, merasakan sensasi nikmat yang bercampur dengan sedikit rasa sakit.

"Ah..." desah Gina, tubuhnya menegang.

Gian berhenti sejenak, memberikan waktu bagi Gina untuk menyesuaikan diri. Ia terus menciumi dan membelai tubuh Gina, menenangkannya.

Setelah beberapa saat, Gina mulai rileks dan memberikan isyarat kepada Gian untuk melanjutkan. Gian tersenyum dan mulai bergerak perlahan, memasuki tubuh Gina lebih dalam.

"Ahhh..." desah Gina, tubuhnya mulai bergerak mengikuti irama Gian.

Gian semakin bersemangat. Ia terus bergerak dengan tempo yang semakin cepat dan gencar, membuat Gina semakin terangsang dan kehilangan kendali.

"Gian... aku mau... aku mau..." desah Gina,

Gian terus memacu Gina dengan ritme yang stabil, membawa mereka berdua dalam gelombang kenikmatan yang panjang. Sentuhan, ciuman, dan desahan mereka berpadu menjadi simfoni hasrat yang membara.

Mereka bersama-sama mencapai puncak kenikmatannya. Mereka berdua terkapar lemas di atas ranjang, napas mereka terengah-engah, tubuh mereka basah oleh keringat.

Napas Gina masih tersengal-sengal, tubuhnya terasa begitu ringan dan lemas setelah badai yang baru saja mereka lalui. Ia memejamkan mata, menikmati sensasi hangat yang masih menjalar di sekujur tubuhnya. Di atasnya, Gian masih menindihnya, berat tubuhnya terasa nyaman dan menenangkan.

Perlahan, Gian mengangkat tubuhnya sedikit, memberikan ruang bagi Gina untuk bernapas. Ia menatap wajah Gina yang masih memerah, rambutnya berantakan, dan bibirnya sedikit bengkak karena ciuman yang panas. Ia tersenyum lembut, merasa bersalah sekaligus bahagia.

"Maaf," bisik Gian, suaranya serak. "Aku terlalu terbawa suasana."

Gina membuka matanya, menatap Gian dengan tatapan lembut. Ia menggelengkan kepalanya perlahan, lalu tersenyum.

"Tidak apa-apa," jawab Gina, suaranya pelan. "Aku juga menikmatinya."

Gian tersenyum lega. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Gina, lalu mencium keningnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Ia memeluk Gina erat, merasakan kehangatan tubuhnya yang menenangkan.

"Aku mencintaimu," bisik Gian di telinga Gina.

Gina membalas pelukan Gian dengan erat. "Aku juga mencintaimu," jawabnya.

Setelah napasnya mulai teratur dan tenaganya sedikit pulih, Gian perlahan bangkit dari atas tubuh Gina. Lalu berjalan menuju celananya yang tergeletak di lantai. Dengan gerakan hati-hati, ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   KECELAKAAN SALSA

    Pintu bus tertutup, dan bus kembali bergerak. Salsa melihat sekeliling kemana wanita tua tadi. Setelah bus kembali tenang dan sebagian besar penumpang tertidur, Salsa membuka membuka amplop tebal berwarna krem. Amplop itu berbau lavender, aroma yang sangat familiar.Di bagian depan amplop, tulisan tangan yang anggun dan sedikit miring tertulis: "Untuk Salsa, jika suatu hari kamu memutuskan untuk pergi."Jantung Salsa mencelos. Itu adalah tulisan tangan ibunya, yang meninggal lima tahun lalu.Dengan tangan gemetar, Salsa merobek amplop itu. Di dalamnya, ada selembar surat panjang dan sebuah kunci kecil dengan gantungan yang diukir bentuk bunga kamboja.Salsa membaca surat itu dengan mata berkaca-kaca.Anakku tersayang, Salsa,Jika kamu membaca ini, Ibu tahu kamu telah menemukan keberanian untuk memilih dirimu sendiri. Kamu sudah meninggalkan sarang emas yang menyesakkan itu. Maafkan Ibu, Nak. Perjodohan ini adalah kesalahan terbesar yang pernah Ibu buat.Ibu tidak meninggalkanmu tanpa

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   KEPERGIAN SALSA

    Hari-hari berlalu dengan cepat, namun bagi Salsa, setiap hari terasa seperti siksaan yang tak berujung. Sejak malam itu, Gian tidak pernah kembali ke rumah mereka. Salsa memutuskan untuk menelepon Gian. Setelah beberapa dering, akhirnya Gian mengangkat telepon."Ada apa?" tanya Gian dengan nada dingin."Aku sudah menyiapkan surat perceraian," jawab Salsa dengan suara bergetar. "Silakan kamu urus. Aku sudah menyerahkannya kepada pengacaraku."Salsa melanjutkan, "Aku tidak akan menghadiri sidang. Silakan urus semuanya dengan pengacaraku."Gian tidak mengatakan apa pun. Ia hanya terdiam sesaat sebelum akhirnya menutup telepon begitu saja. Salsa menghela napas dalam-dalam. Ia melihat kopernya. Pakaian seadanya, dompet dengan beberapa lembar uang, kartu pribadi miliknya dan ponsel di tangannya. Tanpa perhiasan, tanpa tas mewah, tanpa semua benda yang selama ini menjadi simbol statusnya. Ia benar-benar meninggalkan semuanya.Salsa memesan taksi online melalui aplikasi. Ia bernafas lega sa

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   DUA PILIHAN

    "Ia wanita itu adalah wanita yang sama yang ia lihat dari foto yang di kirim Vani."“G-Gian..." ucap Salsa dengan nada bergetar, nyaris tak terdengar. Kakinya terasa lemas, seolah tidak mampu menopang tubuhnya lagi. Pemandangan di hadapannya terlalu menyakitkan untuk dicerna.Gian, suaminya, memang tidak pernah mencintainya. Pernikahan mereka hanya sebuah perjodohan yang tidak didasari oleh perasaan apa pun. Salsa tahu itu. Namun, apakah pantas ia diperlakukan seperti ini? Apakah pantas ia menyaksikan adegan panas antara Gian dan Gina, selingkuhannya, di depan matanya sendiri?Air mata Salsa semakin deras mengalir di pipinya. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Ia merasa tidak berharga, tidak dicintai, dan tidak diinginkan.Seolah tidak mendengar suara Salsa, Gian sama sekali tidak menghiraukannya. Dengan angkuh, ia menggandeng tangan Gina, selingkuhannya, dan melangkah masuk ke dalam rumah. Ia bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arah Salsa yang berdiri mematung di ambang pintu."A

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   KEDATANGAN GINA KE RUMAH SALSA

    Setelah Gina dan Gian selesai bersiap-siap, mereka turun ke ruang makan untuk sarapan bersama. Suasana di meja makan terasa canggung dan tegang. Keduanya makan dalam diam, sesekali saling melirik.Setelah selesai sarapan, Gian bangkit dari kursinya dan mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. Ia menatap Gina dengan tatapan ragu."Kamu yakin mau ikut?" tanya Gian dengan nada khawatir.Gina mengangguk mantap. "Tentu saja. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan istrimu."Gian menghela napas panjang. Ia tahu, ia tidak bisa lagi menghindar dari kenyataan. Ia harus menghadapi Salsa dan menyelesaikan masalah ini secepatnya."Baiklah," kata Gian sambil berjalan menuju pintu. "Ayo kita pergi."Gina mengikuti Gian dari belakang. Ia merasa gugup dan bersemangat dalam waktu yang bersamaan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di rumah Gian nanti, tapi ia siap menghadapinya.Mobil Gian berhenti tepat di depan gerbang rumahnya. Gina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan de

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   POV GINA

    Gina tersenyum bahagia mendengar pengakuan Gian. Ia meraih kotak cincin yang tadi diberikan Gian dan membukanya. Cincin berlian itu berkilauan indah diterpa cahaya lampu kamar."Pasangkan di jariku," pinta Gina dengan nada manja, menyodorkan cincin itu pada Gian.Gian dengan senang hati mengambil cincin itu dan memasangkannya di jari manis Gina. Cincin itu pas terpasang, semakin mempercantik jari lentik Gina."Cantik sekali," puji Gian, mengagumi cincin di jari Gina.Gina tersenyum bangga. Ia meraih ponsel Gian yang tergeletak di atas nakas. "Aku mau foto," ucapnya.Gina mengambil beberapa foto tangannya yang memakai cincin itu dari berbagai sudut. Ia tersenyum puas melihat hasilnya."Nanti aku mau posting di sosial media," kata Gina, menatap Gian dengan senyum penuh arti.Gian tersenyum melihat tingkah Gina yang bersemangat. Ia tidak melarangnya, toh ia sudah berjanji untuk menuruti apapun yang diinginkan wanita itu."Silakan saja," jawab Gian dengan nada santai. "Itu kan HP-ku, ters

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   GIAN MELAMAR GINA

    Gian kembali mendekati Gina, berlutut di samping ranjang. Ia mengulurkan kotak biru itu padanya, matanya berbinar penuh harap."Untukmu," ucap Gian dengan suara yang sedikit bergetar.Gina menatap kotak itu dengan bingung, lalu beralih menatap Gian. Ia bisa melihat ketegangan dan harapan di mata pria yang dicintainya itu. Dengan ragu, ia menerima kotak itu dari tangan Gian."Apa ini?" tanya Gina dengan suara berbisik.Gian tersenyum semakin lebar. "Buka saja," jawabnya.Dengan jantung berdebar kencang, Gina membuka kotak biru itu. Di dalamnya, terbaring sebuah cincin berlian yang berkilauan indah. Mata Gina terbelalak, mulutnya terbuka tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menatap cincin itu, lalu kembali menatap Gian dengan tatapan tak percaya."Gina," ucap Gian, meraih tangan Gina dan menggenggamnya erat. "Maukah kau menikah denganku?"Mata Gina berkaca-kaca menatap cincin berlian di tangannya. Hatinya bergejolak antara bahagia dan ragu. Ia memang mendambakan Gian menjadi mil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status