Share

STATUS GIAN

Author: Ayashiyaa
last update Last Updated: 2025-08-24 22:39:00

Salsa terbangun dari tidurnya yang panjang, merasakan matanya berat dan bengkak karena terlalu banyak menangis. Hari sudah sore ketika Bi Inah mengetuk pintu kamarnya, menyampaikan perintah Gian agar Salsa segera turun untuk makan.

Salsa menghela napas panjang. Ia tahu, ia tidak memiliki nafsu makan sama sekali. Namun, ia tetap harus menuruti perintah Gian. Ia tidak ingin membuat Gian semakin marah kepadanya.

Dengan langkah gontai, Salsa bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Ia membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap dapat mengurangi sedikit bengkak di matanya. Ia tidak ingin Gian melihatnya dalam keadaan yang menyedihkan.

Setelah merasa sedikit lebih baik, Salsa keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang makan. Ia berusaha menyembunyikan kesedihannya di balik senyum tipis.

Salsa selalu berusaha menuruti apa pun yang dikatakan Gian. Ia selalu berharap, dengan begitu Gian akan luluh dan menerimanya sebagai istrinya. Ia selalu berdoa, suatu hari nanti Gian akan mencintainya seperti ia mencintai Gian.

Di ruang makan, Gian sudah duduk dengan tegap di kursinya. Salsa menarik kursi di hadapannya dan duduk dengan tenang. Makanan sudah tertata rapi di atas meja, namun Salsa hanya mengambil sedikit nasi dan lauk. Ia sama sekali tidak memiliki nafsu makan.

Gian hanya menatap Salsa tanpa berbicara sepatah kata pun. Tatapannya sulit diartikan, apakah ia peduli ataukah ia hanya acuh tak acuh.

Suasana di meja makan terasa sangat hening dan tegang. Hanya suara denting sendok dan garpu yang sesekali memecah keheningan. Salsa merasa tidak nyaman dengan tatapan Gian yang terus mengawasinya. Ia berusaha untuk tetap tenang dan fokus pada makanannya, meskipun hatinya terasa sangat sakit.

Salsa berharap, Gian akan mengatakan sesuatu, meskipun hanya sekadar bertanya tentang keadaannya. Namun, Gian tetap diam membisu, seolah-olah Salsa tidak ada di sana.

Salsa mengaduk-aduk makanannya tanpa selera. Setelah beberapa saat, ia merasa sudah cukup dan meletakkan sendoknya. Gian sudah selesai makan sejak tadi dan kini sedang asyik dengan ponselnya.

Dengan suara pelan, Salsa berpamitan, "Aku... aku ke kamar dulu ya."

Gian tidak menjawab, namun matanya yang tajam mengikuti setiap gerakan Salsa. Tatapan itu membuat Salsa merasa tidak nyaman dan takut. Ia mempercepat langkahnya menuju pintu, berharap segera bisa keluar dari suasana yang mencekam ini.

Salsa menghembuskan napas lega begitu memasuki kamarnya. Ia merebahkan diri di tempat tidur. Ia meraih ponselnya dan mulai bermain dengan media sosial, mencoba mengalihkan pikirannya dari kejadian di ruang makan tadi.

Salsa terus menggulir layar ponselnya, melihat-lihat postingan teman-temannya. Namun, hatinya tetap terasa kosong dan sedih. Ia tidak bisa menikmati apa pun yang ia lihat.

Tiba-tiba, terdengar ketukan pintu yang disusul dengan panggilan dingin, "Salsa." Itu suara Gian.

Salsa terdiam. Ia tahu Gian sedang memanggilnya, namun ia tidak ingin bertemu dengan Gian saat ini. Ia pura-pura tidur, berharap Gian akan pergi.

Gian memanggil lagi, namun tetap tidak ada jawaban dari Salsa. Setelah beberapa saat, pintu kamar terbuka perlahan. Gian masuk dan menghampiri Salsa yang sedang berbaring di tempat tidur.

Gian berdiri di samping tempat tidur, menatap wajah Salsa yang terlihat tertidur. Ia mengamati setiap detail wajah istrinya itu, dari mata yang bengkak hingga bibir yang pucat.

Tiba-tiba, terdengar suara Gian yang pelan dan lirih, "Maaf, Salsa. Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa kepadamu."

Salsa terkejut mendengar ucapan Gian. Ia tidak menyangka Gian akan mengatakan hal itu kepadanya. Hatinya berdebar-debar, berharap Gian akan mengatakan sesuatu yang lebih dari itu.

Namun, setelah mengucapkan kata-kata itu, Gian berbalik dan pergi keluar dari kamar. Salsa terdiam, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Apakah Gian benar-benar menyesal dengan perlakuannya selama ini? Apakah Gian mulai membuka hatinya untuknya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya.

Salsa membuka matanya perlahan. Ia menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, ia berharap, kata-kata Gian tadi adalah awal dari perubahan yang lebih baik dalam hubungan mereka.

Setelah Gian pergi, Salsa bangkit dari tempat tidur dan duduk termenung. Ia mencoba mencerna kata-kata Gian tadi. Hatinya masih ragu, namun ia memutuskan untuk bersikap biasa saja. Ia tidak ingin terlalu berharap, namun ia juga tidak ingin menutup diri sepenuhnya.

Salsa bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Ia menggosok giginya dan mencuci wajahnya, mencoba menyegarkan diri. Setelah itu, ia menuju meja riasnya dan mulai memakai skincare. Ia ingin terlihat cantik dan segar di hadapan Gian.

Setelah selesai dengan ritual kecantikannya, Salsa mengambil pulpen dan buku sketsanya. Ia mulai menggambar beberapa model baju untuk butiknya. Menggambar adalah salah satu cara Salsa untuk melupakan masalahnya dan mengekspresikan dirinya.

Salsa larut dalam dunianya sendiri, menciptakan berbagai macam desain baju yang indah dan kreatif. Ia berharap, suatu hari nanti butiknya akan sukses dan dikenal banyak orang. Dengan begitu, ia bisa membuktikan kepada semua orang, termasuk Gian dan ayahnya, bahwa ia bisa mandiri dan sukses.

Salsa terus menggambar hingga larut malam. Setelah merasa cukup, ia menutup buku sketsanya dan meraih ponselnya. Ia membuka aplikasi W******p dan melihat status teman-temannya.

Tanpa sengaja, matanya tertuju pada status W******p Gian. Jantungnya berdegup kencang saat melihat foto yang diunggah Gian. Itu adalah foto tangan seorang wanita yang memakai cincin. Cincin itu terlihat mewah dan berkilauan.

Salsa terkejut. Ia tidak tahu siapa wanita itu. Perasaan cemburu dan curiga mulai menghantuinya. Ia bertanya-tanya, siapa wanita yang ada di foto itu? Apakah Gian memiliki hubungan dengan wanita lain?

Tidak lama kemudian, foto itu menghilang dari status W******p Gian. Sepertinya Gian segera menghapusnya setelah menyadari kesalahannya.

Salsa semakin bingung dan penasaran. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Gian darinya. Ia ingin bertanya langsung kepada Gian, namun ia takut Gian akan marah dan membentaknya.

Salsa tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi. Ia memutuskan untuk mencari Gian dan menanyakan tentang foto itu. Ia berjalan menuju kamar Gian, namun kamar itu kosong dan gelap.

Salsa mencoba mengetuk pintu ruang kerja Gian, namun tidak ada jawaban. Ia semakin khawatir dan cemas. Ke mana Gian pergi? Mengapa ia pergi tanpa memberitahunya?

Salsa menghampiri Bi Inah yang sedang membersihkan dapur. Dengan gugup, ia bertanya, "Bi, Gian ke mana ya? Apa Bibi lihat dia pergi?"

Bi Inah menghentikan pekerjaannya dan menatap Salsa dengan tatapan bingung. "Den Gian sudah pergi sejak tadi, Non. Setelah masuk ke kamar Non, Tuan langsung pergi."

Salsa terkejut mendengar jawaban Bi Inah. "Pergi ke mana, Bi? Apa Bibi tahu?"

Bi Inah menggelengkan kepalanya. "Bibi tidak tahu, Non. Tuan tidak bilang apa-apa."

Salsa merasa semakin cemas dan khawatir. Ke mana Gian pergi? Mengapa ia pergi tanpa memberitahunya? Siapa wanita yang ada di foto itu? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, membuatnya semakin bingung dan takut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   DESAHAN DI KAMAR KEN

    Air mata Salsa sudah tidak terbendung lagi. "Apa yang kamu lakukan pada Selly, Sasa?!" bentak Ken, wajahnya merah padam.Salsa terkejut. "Aku? Aku tidak melakukan apa-apa, Ken. Aku hanya...""Jangan berbohong! Aku tahu kamu sengaja tadi!" tuduh Ken, matanya menyala marah."Tapi, Ken, aku," Salsa mencoba membela diri, suaranya bergetar. Belum juga Salsa selesai berbicara Ken menyela ucapan Salsa."Bahkan untuk bicara dengannya pun kamu sangat tidak pantas, Sasa!" potong Ken, suaranya meninggi. "Selly itu lebih berkelas daripada kamu!"Salsa mencoba menjelaskan, "Tapi Ken, aku istrimu. Aku hanya ingin tahu, kenapa kamu selalu membela dia?""Berhenti berulah, Sasa! Jangan membuat aku semakin muak padamu!" Ken sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk bicara. Ia berbalik dan pergi, meninggalkan Salsa yang berdiri terpaku di ruang tamu."Ken, tunggu!" Salsa mencoba menggapai Ken, tapi pria itu sudah melangkah keluar pintu.Salsa menangis dengan gemetar. Bagaimana bisa Ken memperlakukan

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   PERGI KE RUMAH SAKIT A

    Salsa terbangun karena dering ponsel. Sebuah nomor tak dikenal tertera di layar. Ken, yang pertama kali melihat ponsel itu di laci nakas, meraihnya."Halo?" Ken menjawab panggilan itu."Kamu lagi apa?" Terdengar suara Salsa dari sampingnya, masih setengah terpejam.Saat Ken hendak memberikan ponsel itu pada Salsa, panggilan tiba-tiba terputus. Salsa dengan cepat menyambar ponselnya."Siapa itu?" tanya Ken penasaran.Salsa menggeleng. "Aku juga tidak tahu. Mungkin salah sambung.""Nomor siapa?" Ken bertanya lagi, sedikit menyelidik."Tidak tahu, Ken. Udah ah, aku mau tidur lagi," jawab Salsa sambil memejamkan mata.Ken hanya mengangguk singkat, lalu berbalik dan meninggalkan Salsa di kamarnya.Keesokan harinya, suasana sarapan terasa canggung. Salsa dan Ken duduk berhadapan, namun tak ada percakapan yang terjalin. Keheningan hanya dipecahkan oleh suara denting alat makan. Setelah selesai, Ken berpamitan untuk berangkat ke kantor."Aku pergi dulu ya," ucap Ken datar."Hati-hati," jawab

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   DIA SELLY

    Ken mencoba membuka pintu kamar Salsa, tapi ternyata terkunci. Dengan kesal, ia menggedor pintu itu keras-keras. "Salsa, buka pintunya!" teriak Ken dari luar. Tak lama kemudian, pintu terbuka. Salsa berdiri di ambang pintu, matanya sembab. Ken langsung masuk tanpa permisi. "Kenapa sih teriak-teriak?" tanya Salsa, suaranya serak. Belum sempat Ken menjawab, seorang wanita lain menghampiri mereka. "Kenapa kalian ribut-ribut?" Wanita itu, yang bernama Selly, langsung bergelayut manja di lengan Ken. "Ayo, Ken, balik ke meja makan." Ken menghela napas. "Berhenti, Selly. Pulanglah dulu ke rumahmu." Selly mengerucutkan bibirnya. "Tapi aku maunya sama kamu." Ken mengeluarkan ponselnya dan menelepon Dion. "Dion, bisa tolong jemput Selly? Dia harus pulang sekarang." Selly yang mendengar percakapan itu langsung naik pitam. "Kamu jahat, Ken! Aku benci kamu!" Tanpa menunggu jawaban, Selly berbalik dan membanting pintu saat keluar dari kamar Salsa. Ken meraih tangan Salsa, "Kamu marah

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   SIAPA DIA??

    Salsa berlari menuju kamarnya, membanting pintu hingga menimbulkan suara keras yang menggema di seluruh rumah. Pikirannya kalut. "Siapa wanita itu?" gumamnya lirih. "Kenapa Ken tiba-tiba jadi dingin padaku?"Tak lama, Salsa bangkit dari tempat tidurnya. Dengan tangan gemetar, ia mengunci pintu kamarnya. "Aku harus cari tahu," bisiknya pada diri sendiri. Ia membuka lipatan kertas yang berisi nomor telepon dan alamat Ibu Citra. Jantungnya berdebar kencang saat jari-jarinya menekan tombol di layar ponselnya.Panggilan pertama tak diangkat. "Ayolah, angkat..." Salsa mencoba lagi, dan lagi, namun hasilnya tetap sama. Nada sambung terus berdering tanpa ada jawaban. "Sial!" umpatnya frustrasi.Tiba-tiba, terdengar ketukan pintu dari luar. Tok! Tok! Tok!Salsa terkejut dan segera menyembunyikan kertas dan ponselnya di bawah bantal. Ia mengusap air mata yang masih membasahi pipinya dan berusaha menenangkan diri sebelum membuka pintu.Saat pintu terbuka, Salsa mendapati Bi Nina berdiri di hadap

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   SIAPA WANITA ITU

    Beberapa hari berlalu, Salsa masih dihantui kebingungan yang mendalam. Bayangan Ken yang kasar dan dingin terus berputar di benaknya. "Ada apa dengannya? Ini bukan Ken yang kukenal," gumamnya lirih, menatap kosong ke arah langit-langit kamar. Namun, di tengah kebingungannya, ia teringat akan sosok Citra, mantan asisten mendiang ibunya. Wanita paruh baya itu selalu memberikan nasihat. "Ken bisa melindungimu, Salsa. Dia pria yang bertanggung jawab."Ia harus bertemu Citra dan ia merindukan Ibu Retno. Ia ingin kembali ke kost-an, tempat ia merasa lebih dekat dengan masa lalunya, tempat ia bisa bernapas lega tanpa dihantui tatapan dingin Ken. Menunggu Ken yang tak kunjung pulang, Salsa akhirnya memutuskan untuk bertindak. Ia harus mencari jawaban atas semua pertanyaan yang berkecamuk di benaknya.Saat Salsa hendak melangkah keluar dari rumah mewah itu, Bi Inah, sang pembantu setia, menghalangi jalannya. "Maafkan saya, Nyonya," ucap Bi Nina dengan nada menyesal. "Tuan Ken sudah berpesan, N

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   PERUBAHAN KEN

    Suasana di meja makan terasa begitu tegang dan canggung. Salsa tidak berani menanyakan apapun lagi, takut memperburuk suasana. Tapi, kejadian semalam dan sikap dingin Ken pagi ini membuatnya sangat sedih. Bahkan di malam pertamanya, Salsa ditinggalkan oleh Ken tanpa penjelasan.Setelah Ken selesai makan, ia bangkit dan pergi meninggalkan meja makan tanpa sepatah kata pun. Salsa tidak bisa menahan diri lagi. Ia mengejar Ken dan memeluknya dari belakang. "Ken, ada apa denganmu? Kenapa kau berubah?" tanyanya dengan nada lirih, berusaha menahan air mata.Ken menghentikan langkahnya, namun tidak berbalik menghadap Salsa. "Habiskan makananmu," jawabnya singkat dan dingin, lalu melepaskan pelukan Salsa dan pergi begitu saja.Salsa tertegun, menatap kepergian Ken dengan air mata yang mulai membasahi pipinya. Ia bingung dan tidak mengerti. Baru beberapa hari lalu, pria ini begitu romantis dan manis padanya. Kenapa sekarang dia berubah menjadi sosok yang dingin dan acuh tak acuh. Apa yang seben

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status