Share

TERPIKAT CINTA PLAYBOY
TERPIKAT CINTA PLAYBOY
Author: YoejaLove

Menepati Janji

Abbiya bergegas pulang, janji dengan teman-temannya ke klub malam sudah dua kali ia batalkan karena kesibukannya akhir-akhir ini. Persiapan peralihan jabatan dari Papanya sudah selesai, sehingga ia bisa santai sejenak berkumpul dengan Geng Playboy.

“Bi, makan malam dirumah?“ Mama Risna menghubunginya melalui telepon.

“Iya Ma, ini Biya udah dijalan. Papa udah pulang?“ jawab Biya.

“Sudah, Papamu lagi mandi. Ya sudah, Mama tunggu sayang!“

“Oke, bye Ma.“ jawab Biya sebelum panggilan telepon berakhir.

Biya sangat mencintai keluarganya terutama sang Mama. Walaupun termasuk fakeboy, dia tidak pernah berbuat kasar kepada teman-teman wanitanya. Yah, hanya sedikit bermain mata, ia mampu menarik perhatian wanita incarannya. Entah sudah berapa puluh wanita yang dipacarinya, namun sepertinya tidak ada yang serius.

Biya turun dari mobilnya, sopir pribadi dan asistennya mengikuti langkahnya masuk ke dalam rumah mewah orang tuanya.

“Maaa, Biya pulang,“ ucap Biya yang disambut oleh kepala pelayan di rumahnya.

“Den Biya mau langsung mandi apa gimana?“ tanya kepala pelayan rumah tersebut. Ia membawahi sekitar sepuluh orang yang bekerja.

“Saya sendiri aja Pak, tolong buatkan minum mereka. Saya keatas dulu.“ Biya meninggalkannya dan naik ke kamarnya.

Asisten pribadinya, Ahmad Zainuddin akrab dipanggil Jay. Dia sudah tahan banting dengan sikap majikannya. Bahkan, ia adalah asisten ke sepuluh yang disodorkan Papanya Biya. Sedangkan sopir pribadinya Imron adalah salah satu karyawan terbaik di kantor cabang Malang yang ditarik oleh Biya ke kantor pusat Jakarta.

Tak lama kemudian, orang tua Biya muncul dengan Biya, mereka makan malam bersama. Imron dan Jay biasanya makan dalam satu meja dengan majikannya, hal yang sudah mereka jalani sejak mereka bekerja kepada keluarga Mahesa Dipta.

“Bi, kamu mau pergi lagi?“ tanya Papa Esa kepada anaknya. Biasanya, Jay akan langsung pulang jika Biya tidak ada kegiatan lain. Tapi dengan Jay yang duduk menikmati minumannya sudah menandakan anaknya akan pergi lagi ke tempat lain.

“Iya Pa, aku sudah dua kali batalkan janjiku sama anak-anak. Gak enak kalau gak jadi lagi,“ kata Biya sambil menggeser kursi di sebelahnya.

“Ya udah, ayo makan dulu,“ ucap Papa Esa kepada mereka.

Makan malam berlangsung khidmat seperti biasanya. Menu yang disajikan malam itu benar-benar tidak bisa Biya tolak. Dengan lahap ia menghabiskan makan malamnya.

“Kamu pulang ke rumah lagi kan Bi?“ tanya Papa Esa kembali kepada anak laki-laki satu-satunya itu.

“Sepertinya tidak Pa, Biya pulang ke apartemen.“ jawab Biya kepada Papanya.

“Ya udah hati-hati. Dan kalian berdua, kawal anakku dengan benar,“ ucapan Papa Esa memang tidak main-main. Setelah kecewa dengan anak perempuannya, Papa Esa lebih protektif kepada Biya yang akan menjadi pewaris  kerajaan bisnis keluarga Mahesa.

“Siap Pak!“ Jay dan Imron mengawal Biya kemanapun pria itu pergi. Bahkan, mereka sering menemani Biya yang sedang bercinta dengan wanita-wanitanya.

Biya masuk ke dalam klub’ malam, di sana sudah menunggu ketiga teman-temannya. Aldy, Candra dan Dion. Mereka sering disebut Genk Playboy ABCD.

“Akhirnya lu datang juga Bi! Gue udah lumutan disini,“ ucap Dion yang memang terkenal tidak sabaran.

“Minum dong, haus!“ Biya belum menjawab pertanyaan temannya, ia memilih meminta minuman kepada salah satu pegawai di klub tersebut.

“Siap boss!“ Nanda adalah pegawai di tempat itu yang sudah hafal betul minuman kesukaan Biya.

“Mana barang baru yang lu janjiin ke gue?“ tanya Biya tanpa basa-basi kepada Dion.

“Bentar lagi datang Bi, sabar. Tapi dia minta tinggi lho,“ jelas Dion kepada Biya.

“Masih ting-ting?“ tanya Biya menegaskan kembali ucapan Dion tempo hari.

“Iye, katanya perlu duit buat masuk kuliah,“ jawab santai Dion.

“Berapa dia minta?“ tanya Biya kembali kepada Dion.

“Tiga ratus Bi, gimana?“ Dion memastikan apakah Biya mau dengan harga yang diminta Elsa.

Belum sempat Biya menjawab pertanyaan Dion, seorang perempuan cantik dan lugu menghampiri keempat pria tersebut.

“Kak Dion?“ tanya Elsa yang sudah berdiri dihadapannya.

“Iya, kamu Elsa?“ tanya Dion tak percaya.

“Iya Kak, saya Elsa,“ ucapnya dengan tenang. Biya hanya memperhatikan tubuh gadis itu dari atas sampai bawah. Ia dapat menangkap bahwa Elsa tidak biasa berpenampilan seperti itu.

“Duduk sini Lo,“ ucap Biya sambil menepuk bagian sofa yang kosong tepat di sebelahnya. 

“Makasih Kak,“ jawab Elsa patuh.

“Lo mau minum atau langsung aja?“ tanya Dion kepada Elsa.

“Langsung aja boleh?“ tanya Elsa dengan polosnya. Gadis itu terlihat seperti perempuan baik-baik. Namun, Biya masih menelisik motif Elsa berani menjual harga dirinya. Sebenarnya Biya tidak peduli, itu bukan urusannya. Namun sorot mata Elsa yang polos dan lugu membuatnya tertarik. Lagi-lagi Biya menekan perasaannya, yang penting apa yang dia mau dia dapatkan dan tidak peduli yang lain.

“Ya udah, gue setuju harganya. Lu pilih mau dimana?“ tanya Biya tanpa basa-basi.

“Disini boleh Kak?“ Elsa menunjukkan ponselnya, aplikasi online pemesanan hotel yang ia pilih. Ia menunjukkan tempat yang ia maksud.

“Oke, gue cabut dulu! Nda, masukin bill gue seperti biasa!“ Biya menggandeng perempuan yang diketahui bernama Elsa. Ia membawanya ke sebuah hotel berbintang yang sudah Elsa tunjuk tadi.

“Kak, boleh beli minum?“ tanya Elsa sambil membetulkan letak barang bawaannya.

“Boleh, kamu beli sendiri.“ Biya menyerahkan dua lembar uang seratus ribuan setelah ia menepikan kendaraannya di sebuah minimarket tak jauh dari hotel tujuan.

Biya memperhatikan gerak gerik Elsa, gadis polos yang entah Dion temukan dimana. Sebuah notifikasi email masuk dari Jay mengenai biodata Elsa yang ia minta sebelumnya sudah dalam genggaman. Ia menaruh ponselnya dan mengurungkan niat untuk membuka ketika Elsa sudah keluar dari minimarket dengan membawa kantong belanjaan di tangannya.

“Maaf Kak, lama ya?“ Elsa sudah kembali masuk ke mobil Biya. Ia memperhatikan raut wajah Biya yang tidak bisa ia artikan.

“Enggak, ya udah pasang dulu safety beltnya,“ ucap Biya sedikit gugup mengalihkan pembicaraan.

Biya memarkirkan mobilnya di area VIP, kebetulan ia sering menjamu tamunya ditempat ini. Dengan mudah ia dikenali oleh pegawai di hotel tersebut.

“Pak Biya, kamar sudah siap, mari saya antar.“ Manager hotel tersebut membungkukkan badannya tanda hormat dan membawakan tas milik Biya.

“Makasih Pak, belum pulang?“ tanya Biya kepadanya.

“Saya shift malam Pak, kalau membutuhkan sesuatu bisa ke saya, tidak usah sungkan,“ kata manager hotel itu.

“Baiklah, sepertinya saya butuh bantuanmu sekarang,“ ucap Biya sambil mengerlingkan matanya genit kepada Elsa.

Mereka sudah di depan pintu kamar pesanan Biya, ia meminta Elsa masuk terlebih dahulu. 

“Kalau gitu, Elsa ijin mandi ya Kak?“ Elsa meninggalkan Biya dan manager hotel yang sepertinya masih akan berbincang.

“Sana, yang wangi!“ perintahnya kepada Elsa sambil mengibaskan tangannya.

Elsa menutup pintu kamar dan membiarkan Biya di luar berbincang dengan manager hotel.

“Pak, tolong bawakan kostum penari pole dance seperti minggu lalu dan minuman seperti biasanya, gak pake lama.“ Permintaan Biya sebenarnya bukan selayaknya permintaan tetapi lebih ke perintah. Ia sudah biasa dengan permintaan nyeleneh Biya jika sudah menginap bersama dengan wanitanya.

“Gue bakalan bikin Lo gak bisa lupa sama yang namanya Abbiya Mahesa Dipta.“ Biya menutup pintu dan duduk menunggu pesanannya datang dan tentunya Elsa yang sedang mandi.

Tepat Elsa keluar dari kamar mandi, Biya baru saja menerima paperbag kostum yang ia minta dari manager hotel tadi.

“Kebetulan, pake dulu ini. Gue pengen liat body lu kayak apa.“ Biya berkata sambil menyerahkan paperbag.

“Baik Kak.“ Elsa hendak masuk lagi ke kamar mandi namun ditahan oleh Biya.

“Disini aja, lagian bentar lagi gue liat semuanya Elsa.“ Biya duduk di sofa sudut dekat ranjang.

“Iya Kak,“ ucap Elsa gugup. Untuk pertama kalinya ia membuka pakaiannya di depan pria yang akan mengambil harta berharga dalam hidupnya.

Beberapa saat kemudian, Biya mengedipkan matanya berkali-kali. Ia mengagumi tubuh Elsa yang ramping walaupun sedikit kurus menurutnya, bagian favorit Biya menyembul dengan sempurna di balik dress mini khas penari pole yang boleh dikatakan minimalis.

“Lu bisa pole kan?“ tanya Biya memastikan informasi yang didapatnya dari Dion.

“Bisa Kak.“ Elsa menjawab malu-malu.

“Nari dulu buat pemanasan,“ titah Biya yang sudah tidak tahan. Ia mencubit bagian belakang tubuh Elsa yang sempurna, padat dan tidak terlalu besar.

“Baik Kak.“ Elsa mengambil ponselnya dan menyetel lagu yang sesuai untuk dia menari.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Kirani Kirani
kukira nama Biya itu cewek loh ,ehhh... malah cowok ............️...️...️
goodnovel comment avatar
Diajheng Widia
astaga biyaa anak mami padahal tapi suka maen perempuann
goodnovel comment avatar
Paulina Nurhadiati Petrus
buset dah ini si biya gak nyangka ya playboy cap kadal wkwkwkw awas Elsa baik2 kamu jangan terjerat tipu daya dia
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status