Home / Rumah Tangga / TETANGGA WITH BENEFIT / Untuk Apa Menikah? ❤️‍🩹

Share

Untuk Apa Menikah? ❤️‍🩹

Author: DityaR
last update Last Updated: 2025-08-01 15:34:25

Aku peluk dia. Aku tahu banget rasanya. Aku pernah ada di posisi dia dulu.

“Tapi percaya, deh, suatu hari nanti waktu kamu inget dia, rasanya enggak sesakit sekarang.”

Dia balas pelukanku. “Makasih buat semuanya.”

Aku mengangguk.

“Kamu di sini, ternyata.” Alvaro masuk, menginjak kain dan benang yang berserakan di lantai.

Karin senyum ke dia. “Aku di sini. Bisa anter aku pulang, ya?”

Alvaro mengangguk dan langsung melingkarkan lengannya di bahu Karin. “Ayo.”

“Makasih, Karin,” kataku.

Dia balik badan. "Sama-sama."

Alvaro lagi menjaganya soalnya kita tahu bagaimana rasanya kehilangan orang tua. Karin kehilangan dua-duanya sekaligus neneknya. Keluargaku memang menyebalkan, tapi aku enggak bisa membayangkan hidup sendirian tanpa siapa-siapa.

Waktu aku hampir memasukkan kunci itu ke kantong, Danny tiba-tiba muncul di pintu. "Jadi benaran?"

"Apaan?"

"Dia ngasih kunci itu ke kamu? Dia bakal jual tempat ini ke kita?"

Aku melihat-lihat ruangan ini, memikirkan seberapa banyak kita harus renovasi, terus bagaimana caranya mengatasi tiang penyangga kalau mau merobohkan sebagian dindingnya.

Danny sudah menulis di kertas, bawa denah lama, menggambar ulang di belakangnya.

"Menurutmu kita butuh kursi lebih banyak gak? Atau mending kita nambah produksi aja biar bisa jual lebih banyak varian rasa, masuk ke pasar swalayan juga?"

"Kalau aku, sih mending nambah tempat duduk. Kamu inget gak pas musim liburan ramai banget? Sampai kita harus ngusir tamu."

Masih enggak yakin kita bisa bangun tempat nongkrong di sini sih, tapi enggak ada salahnya.

"Berarti kita harus ngurus perizinan. Bisa-bisa tempat ini resmi kebuka setahun lagi, bro."

"Ya ampun, iya."

Aku jalan ke jendela depan, memperhatikan mika buram yang dipakai Bu Mirrela buat jaga biar kacanya tetap bening.

"Bentar, deh! Kita ini kesannya gak sopan banget. Mending kita tunggu sampai Karin punya waktu buat mikir dulu."

Danny jatuhkan pensilnya dan menyilangkan tangan. "Ya udah deh, kita bahas soal cewek pirang itu aja."

"Aku sebenarnya gak peduli juga dia siapa."

Dia loncat turun dari meja, jalan ke jendela menghampiriku. "Aku bukannya mau bilang kamu naksir, ya ... tapi kamu gak bisa lepasin pandanganmu dari dia, Bro!"

”Lucu, kamu mikir aku yang kepincut, gitu? Orang jelas-jelas kamu duluan yang nyoba dekatin dia."

Dia tertawa, memasukkan tangan ke saku celana jeans-nya. "Lah, emangnya kenapa kalau aku ngelakuin itu? Kamu mau kita saingan secara sehat?"

"Enggak! Kurang kerjaan."

”Sumpah, ya. Aku tuh gak minat sama dia,” katanya.

Aku geleng-geleng, "Ya, deh, iyaaa. Apa kata kamu aja."

"Vibenya bukan selera aku," cengirnya.

"Vibe?"

"Dia itu kayak tipe cewek yang harus kencan empat kali dulu baru bisa di ajak tidur bareng." Dia tepuk pundakku. "Itu lebih ke kriteria kamu dibanding aku."

Aku memiringkan kepala, "Maksudnya, kamu ngomong gitu mau nyindir aku?"

"Ayo lah, kamu dulu pacaran serius banget waktu SMA sama Si Greeselda?"

"Aku udah bukan cowok SMA lagi!"

"Aku malah heran kamu lulus SMA gak langsung nikah." Dia balik badan, mengambil kertas dari meja lalu melipatnya, terus memasukkan ke kantong belakang.

"Aku emang gak nyari istri. Bahkan sengaja ngindarin hal itu."

Dia balik badan, menunjuk ke arahku.

"Nah, itu dia bedanya kita. Kamu mesti yakinin ke diri kamu sendiri buat gak baper sama cewek. Kalau aku, sih udah tahu dari awal, aku gak bakal sampai ke tahap itu (menikah) sama siapa pun."

Aku enggak mau menyalahkan Danny soal pikirannya itu. Soalnya perceraian kedua orang tuanya tuh, merusak dia juga. Papanya itu cowok berengsek, selingkuh dari Hapsari, terus menikah lagi, dan selingkuh juga. Kayaknya Danny takut banget kelakuan Papanya itu menurun ke dia juga.

"Coba jelasin ke aku, kenapa kamu belum nikah dan punya dua anak sekarang?" tanyanya sambil menyilangkan tangan.

"Pertama, umur aku baru tiga puluh. Kedua, aku gak mau nikah, mungkin gak akan pernah." Aku jalan ke pintu belakang. Aku belum yakin bakal menikah suatu hari nanti, tapi yang jelas sekarang bukan waktunya.

Danny berhenti di depan pintu, menatapku lama, seperti mau ngomong sesuatu, tapi dia cuma menaruh tangan di pundakku.

Dia bilang, "Kencan itu bukan janji sehidup semati. Kalau kamu ketemu cewek pirang itu lagi, ajak dia jalan!"

Aku gak jawab apa-apa. Ngobrol sama Maya itu nyaman banget. Aku suka karena dia enggak tahu apa-apa soal aku.

Aldani Sunya, anak dari keturunan legendaris Sahar Sunya, yang sekarang meneruskan bisnis Papanya.

Aldani Sunya, anak tiri dari Hapsari, wanita yang selalu muncul di setiap acara amal dan kepanitiaan kota.

Dan Aldani Sunya, kakak kandung dari empat bersaudara, kakak tiri dari empat orang, dan kakak tiri beda ibu dari satu orang.

Nama keluargaku di kota ini punya sejarah panjang, dan aku enggak bakal lupa itu.

Aku angkat bahu. "Ya, mungkin aja ... kalau aku ketemu dia lagi."

Danny buka pintu, cahaya redup menyelip dari balik pohon di parkiran belakang. "Nah, gitu dong!"

Tapi feeling aku, sih, cewek itu sudah pergi jauh dari sini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Surat Wasiat 📝

    ୨ৎ M A Y A જ⁀➴Besok paginya, aku naik Grabcar dari salah satu Resort di Bangora, langsung ke kantor pengacara. Malas banget kalau aku harus balik dulu ke Pecang.Aku turun dari mobil, berdiri di bawah papan bertuliskan Eifel Botman, Pengacara. Begitu masuk, bel ruangan kecil itu langsung berbunyi. Di balik meja resepsionis duduk ibu-ibu paruh baya yang sepertinya sempat kulihat juga waktu pemakaman kemarin.Dia melirik ke atas, matanya langsung melebar. "Oh, halo," katanya sambil menunduk lagi. "Kamu Maya, ya?"Aku mengangguk pelan."Sebentar, ya. Aku cek dulu Pak Botman-nya udah siap apa belum." Dia senyum ramah, lalu jalan ke lorong kecil di belakangnya.Aku duduk di ruang tunggu, sambil berpikir, "Aku pingin banget ngobrol dulu sama Karin sebelum lakuin semua ini. Tapi ya udah, lah …."Perutku rasanya mual setiap kali membayangkan bagaimana reaksi dia begitu tahu kalau aku sudah di kota ini. Tapi bisa saja dia memang tahu. Atau justru enggak pernah dikasih tahu apa-apa selama in

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Untuk Apa Menikah? ❤️‍🩹

    Aku peluk dia. Aku tahu banget rasanya. Aku pernah ada di posisi dia dulu.“Tapi percaya, deh, suatu hari nanti waktu kamu inget dia, rasanya enggak sesakit sekarang.”Dia balas pelukanku. “Makasih buat semuanya.”Aku mengangguk.“Kamu di sini, ternyata.” Alvaro masuk, menginjak kain dan benang yang berserakan di lantai.Karin senyum ke dia. “Aku di sini. Bisa anter aku pulang, ya?”Alvaro mengangguk dan langsung melingkarkan lengannya di bahu Karin. “Ayo.”“Makasih, Karin,” kataku.Dia balik badan. "Sama-sama."Alvaro lagi menjaganya soalnya kita tahu bagaimana rasanya kehilangan orang tua. Karin kehilangan dua-duanya sekaligus neneknya. Keluargaku memang menyebalkan, tapi aku enggak bisa membayangkan hidup sendirian tanpa siapa-siapa.Waktu aku hampir memasukkan kunci itu ke kantong, Danny tiba-tiba muncul di pintu. "Jadi benaran?""Apaan?""Dia ngasih kunci itu ke kamu? Dia bakal jual tempat ini ke kita?"Aku melihat-lihat ruangan ini, memikirkan seberapa banyak kita harus renovasi

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Toko Jahit Mirrela 💐

    ୨ৎ A L D A N I જ⁀➴“Jangan-jangan kamu bikin dia kabur, ya?” Danny menghampiriku saat aku lagi memperhatikan si cewek pirang jalan keluar dari Bar. Dia sempat berhenti dekat Karin, kayaknya mau bicara sesuatu, tapi terus jalan lagi.Derrin langsung menyelip di antara aku dan Danny. “Katanya sih, acara berkabung tuh tempat semua rahasia kelam seseorang pada kebongkar.”Aku angkat tangan, malas banget dengar ocehannya Derrin sekarang.“Udah-udah, lihat tuh, dia kayaknya mau nyebrang jalan,” kata Danny sambil mengambilkan gelas. “Jelas-jelas ada yang aneh dari dia.”“Kenapa? Dia bilang sesuatu?” tanya Derrin.“Enggak. Tapi dia lebih milih Aldani daripada aku. Jelas itu udah tanda-tanda aneh banget,” kata Danny sambil geleng-geleng kepala.Aku tertawa dan dorong bahunya. “Kamu tahu kan, aku lebih jago ngegombal daripada kamu.”“Gombal apaan? Kamu aja enggak punya kenalan cewek satu pun di Pecang.”Tiba-tiba Alzian, adikku, masuk ke Bar pakai seragam Outdoor Tambangnya. Dia langsung mengha

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Kita Tidak Sendiri 💔

    Aku lihat sekeliling. Tempat ini cocok banget sih sama vibe mereka. Ada tong-tong besar di balik kaca, meja-meja kayu gelap yang besar, TV-TV berjejer di atas Bar yang memutar pertandingan bola. Dan di tengah ada plang besar dari baja bertuliskan Brine & Barrel.“Tempatnya keren. Cuma … aku bukan pecinta bir, sih. Jadi enggak tahu aku bisa menilai atau enggak.”Danny menyodorkan Aldani ke arahku.“Coba aja kamu minum dikit terus bilang ke Aldani kalau bir aku lebih enak.”Senyum plus kedipan mata Danny itu kayak senjata maut. Pasti sudah sering bikin cewek klepek-klepek sampai ke ranjang.Aldani balas, “Kita dapet cuan dari dua-duanya, bro. Jadi ini gak gitu juga.”Aku mencicipi bir dari Aldani, terus langsung telan. Mereka berdua menunggu aku berkomentar.“Enak kok. Dua-duanya enak.”“Kalau kamu harus ngabisin satu gelas, kamu pilih yang mana?”“Hmm .…” Jujur aku lebih milih nge-review bir mereka daripada harus menjelaskan siapa aku sebenarnya.“Kayaknya aku lebih suka yang rasanya e

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Brine & Barrel 🍻

    ୨ৎ M A Y A જ⁀➴Aku masuk ke tempat acara duka yang ternyata digelar di Bar, dan seketika suasananya berubah seperti film horor, semua orang mendadak diam.Sebenarnya Mama sudah mengingatkanku, sih. Dia ingin banget ikut aku ke Pecang, tapi aku bilang kalau aku bisa handle sendiri.“Kamu nggak mengerti kota kecil. Kamu enggak bakal disambut pakai karpet merah,” katanya waktu itu.Sebenarnya, kadang aku bersyukur punya Mama yang overprotektif. Tapi kadang juga kesal. Kayaknya Papa sampai harus mengikatnya di kursi biar dia enggak menyusulku ke sini.Aku senyum kecil, terus mataku langsung menemukan Karin, anaknya almarhum. Dari tadi dia dikelilingi orang terus, bahkan sampai sekarang. Awalnya aku pikir semua bakal minum, makan, dan cerita-cerita kenangan manis bareng Mamanya, jadi aku bisa menyelinap buat ngobrol sebentar sama Karin.Tapi rencana tinggal rencana. Semua mata sekarang mengarah kepadaku. Jadi ya sudah, aku langsung menuju meja makanan, biar saja orang-orang mikir kalau aku

  • TETANGGA WITH BENEFIT   Cewek Misterius 🕊️

    Aku lagi jalan balik ke Bar, mataku tiba-tiba menemukan cewek pirang duduk di bangku taman dekat caffe, Mellow Mug. Gayanya rapi banget, pakai celana hitam sama heels hitam, seperti habis datang dari pemakaman.Gak terlihat atasannya, karena tertutup jaket hitam. Mungkin dia salah satu tamu, lagi menunggu orang lain datang. Ada yang familiar dari mukanya, tapi aku enggak bisa menebak itu siapa. Mungkin kalau dia mengangkat sedikit matanya dari HP, aku bisa lebih yakin.“Itu dia,” kata Derrin. Aku menengok ke belakang dan melihat dua adik tiriku, Derrin sama Donna, berdiri di depan Bar.“Siapa memangnya?”Donna ngangkat bahu. “Dia ada di pemakaman tadi.”Aku jalan mendekat. “Makanya aku ngerasa kenal. Dia orang sini ya?”Ingat, Pecang itu kota kecil. Kalau kalian enggak kenal orangnya, minimal kalian bakal pernah lihat mukanya. Karena lagi bukan musim liburan, lihat orang asing bakal jarang banget, kecuali dari kota tetangga seperti Bangora. Tapi kalau dia ada di pemakaman, berarti dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status