Sore telah tiba dan Thomas hari itu merasa ada yang tidak beres dengan kedua adiknya. Dengan cepat, Thomas bergegas pulang dan setibanya di kapal, dia melihat Murphy meringkuk menangis dipojokan kapal.
“Murph…., ada apa? Kenapa kamu mengangis?” tanya Thomas panik.
Dengan suara lirih, Murphy menjawab, “Jack hilang...”
Thomas sangat panik. Dia memerintahkan Murphy untuk bangun dan ikut mencari Jack. Mereka mulai menyisir setiap sudut kapal dan area pelabuhan sekitar, bertanya kepada setiap orang yang mereka temui. Namun, tidak ada yang melihat atau mengetahui keberadaan Jack. Waktu berlalu dengan cepat, dan pencarian mereka semakin intensif, tetapi harapan mulai pudar.
Malam harinya, ketika matahari mulai tenggelam dan langit berubah menjadi oranye kemerahan, Thomas menerima kabar buruk dari seorang pedagang yang sering mereka temui di pasar gelap. “Thomas, aku mendengar bahwa Jack mungkin tenggelam. Dia terlihat mencoba mengambil bungkusan makanan dari laut beberapa jam yang lalu.”
Thomas merasa dunia seolah runtuh. Rasa bersalah menyelimuti hatinya karena tidak bisa melindungi Jack saat itu. Air mata mulai mengalir di pipinya saat dia membayangkan Jack tenggelam di tengah ombak yang ganas. Murphy, yang masih lemah dan ketakutan, merangkak mendekat, menatap Thomas dengan mata yang penuh ketakutan.
“Thomas, apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Murphy dengan suara serak.
Thomas menyeka air matanya dan mencoba tetap kuat untuk adiknya. “Kita harus terus mencari, Murphy. Mungkin ada harapan. Jangan menyerah.”
Namun, malam itu kenyataan pahitlah yang terjadi. Jack tidak pernah ditemukan. Thomas merasa beban tanggung jawab semakin berat, dan rasa takut akan keselamatan Murphy semakin menghinggapi dirinya. Dia menyadari bahwa mereka tidak bisa terus hidup di kapal tua itu tanpa Jack, dan kini mereka harus menghadapi kenyataan kehilangan yang mendalam.
Dengan hati yang hancur, Thomas memeluk Murphy erat-erat, berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan melakukan apa pun untuk melindungi adiknya dari nasib tragis yang menimpa Jack. Keputusan untuk bertahan hidup di kapal tua itu kini diwarnai dengan rasa duka dan tekad yang semakin kuat untuk menghadapi segala tantangan yang akan datang.
Kesedihan dan Keputusasaan
Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan rasa kehilangan dan keputusasaan. Thomas merasa dunia di sekitarnya hancur, dan tanggung jawab untuk melindungi Murphy semakin berat. Dia tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu yang drastis untuk mengubah nasib mereka, namun dia tidak tahu harus mulai dari mana. Keluarga yang dulu kaya dan bahagia kini terperosok ke dalam kehancuran dan penderitaan yang tak berujung.
Pada suatu malam yang dingin, setelah mencari Jack di berbagai tempat tanpa hasil, Thomas duduk di meja kayu yang reyot, menatap foto keluarga lama mereka yang masih terpajang di dinding. Foto itu menjadi pengingat betapa berharganya keluarganya, dan betapa pentingnya baginya untuk melindungi Murphy dari nasib buruk yang menimpa mereka.
Dalam keputusasaan dan rasa tanggung jawab yang mendalam, Thomas memutuskan untuk kembali kepada Paman Sam. Dia merasa bahwa samudra peluang yang pernah ditawarkan oleh Sam adalah satu-satunya harapan untuk keluarganya yang hancur. Thomas tahu bahwa dia harus mengambil langkah besar untuk mendapatkan bantuan yang dia butuhkan.
Keseokan harinya Thomas berjalan menuju toko koran dengan langkah yang tegas namun hati-hati. Saat dia membuka pintu toko, Sam sedang sibuk mengatur koran di rak depan. Sam menatapnya dengan senyum hangat, namun dia juga melihat beban yang berat di mata Thomas.
“Selamat pagi, Thomas. Bagaimana kabarmu?” tanya Sam dengan nada ramah.
Thomas mengangguk, mencoba menyembunyikan rasa sakit dan kehilangan yang dia rasakan. “Pagi, Paman Sam. Saya... saya butuh bantuan.”
Sam mengamati Thomas dengan seksama, mengenali rasa putus asa dan rasa tanggung jawab yang mendalam. “Apa yang bisa saya lakukan untukmu, Thomas?”
Thomas menatap Sam dengan mata yang penuh tekad dan harapan. “Saya tidak tahu harus berbuat apa lagi. Rumah kami digusur, Jack Hilang, dan Murphy semakin lemah. Saya harus melakukan sesuatu untuk melindungi adik saya.”
Sam mendekati Thomas, menepuk bahunya dengan lembut. “Aku mengerti, Thomas. Aku tahu betapa sulitnya hidupmu sekarang. Tapi kau tahu, Kami selalu siap membantu mereka yang membutuhkan.”
Thomas merasa lega mendengar kata-kata Sam, namun dia juga merasa ragu. “Apa maksud Paman Sam? Kami, yang dimaksud ..The Heptagon?” Thomas tidak sadar mengucapkan itu dan sembari menutup mulutnya.
Sam tersenyum bijaksana, namun matanya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang lebih dalam. “Hmmmmm, kamu sudah tahu ternyata”. Sam menatap tajam Thomas “The Heptagon adalah organisasi yang sangat terstruktur dan sistematis. Kami mengendalikan berbagai aspek perdagangan bawah tanah di seluruh dunia, kami bisa memberikan perlindungan dan bantuan yang kau butuhkan.”
Thomas merasa bingung dan penasaran. “Bagaimana saya bisa bergabung dengan The Heptagon, Paman Sam? Apa yang harus saya lakukan?, dan Apapun akan saya lakukan Paman.”
Sam menatap Thomas dengan mata yang penuh harapan. “Kau sudah menunjukkan bahwa kau adalah anak yang jujur dan pekerja keras. Itu adalah kualitas yang sangat kami butuhkan. Aku ingin kau, menjadi bagian dari The Heptagon. Dengan bergabung, kau akan mendapatkan perlindungan dan kesempatan untuk melindungi keluargamu.”
Thomas merasa ada sesuatu yang benar-benar besar dan berbahaya yang terlibat, namun rasa tanggung jawab dan keinginannya untuk melindungi adiknya membuatnya tidak bisa menolak tawaran tersebut. “Saya setuju, Paman Sam. Saya akan melakukan apa pun yang perlu dilakukan.”
Sam tersenyum puas, senyum yang menunjukkan bahwa dia telah lama menunggu sosok seperti Thomas. “Bagus, Thomas. Kau akan menjadi bagian dari sesuatu yang besar. Dan sebagai hadiah atas komitmenmu, aku akan menjamin bahwa adikmu akan mendapatkan pendidikan di sekolah elit di London. Dia pantas mendapatkan yang terbaik, dan kami akan memastikan itu.”
Thomas merasa lega dan berterima kasih atas tawaran Sam. Dia tahu bahwa bergabung dengan The Heptagon bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng, namun dia juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk melindungi keluarganya dari bahaya yang semakin dekat.
Langkah Baru dalam Dunia Bawah Kota
Dengan keputusan yang telah diambil, Thomas merasa bahwa hidupnya telah berubah drastis. Dia tahu bahwa dia harus mempersiapkan diri untuk tantangan baru yang akan datang sebagai bagian dari The Heptagon. Dia mulai belajar lebih banyak tentang organisasi tersebut, memahami struktur dan operasionalnya yang kompleks.
Sam mulai memberikan pelatihan kepada Thomas, mengajarinya tentang berbagai aspek perdagangan bawah tanah dan bagaimana cara mengendalikan jaringan yang luas. Thomas merasa bahwa dia semakin terlibat dalam dunia yang gelap dan penuh rahasia, namun dia juga merasa bahwa dia memiliki tujuan yang jelas untuk melindungi keluarganya.
-------------> Bersambung
Ia menghindari pukulan lurus dengan gerakan slipping, memiringkan kepala hanya beberapa inci dari tinju George.Hook kanan datang cepat, tetapi Thomas mengangkat sikunya untuk menangkis, merasakan benturan yang nyaris mematahkan tulangnya.Saat tendangan putar melesat, Thomas melompat mundur, menggunakan momentum George untuk memperhitungkan serangan balasan.Dan di situlah momen itu datang.Saat sikutan George mengarah ke lehernya, Thomas menurunkan tubuhnya, merendah, lalu meluncurkan uppercut langsung ke ulu hati George.DUG!Untuk pertama kalinya, George terdorong mundur.Thomas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang ia pelajari dari pertarungan ke-99, ia menyerang balik.Elbow strike ke rahang.Tendangan rendah ke lutut.Sebuah pukulan straight ke arah dada.Namun, George bukan lawan yang mudah. Saat serangan ketiga hampir mengenai, George tiba-tiba berbalik, menggunakan energi Thomas sendiri untuk menjatuhkannya dengan teknik grappling.Thomas terhuyung, teta
Serigala itu tidak sendiri. Ada lima ekor lain yang mengintainya dari balik pepohonan.Thomas tahu bahwa ia harus bertarung.Ia mengambil tongkat besar yang terbakar di ujungnya dan mengayunkannya ke arah serigala pertama. Hewan itu mundur, tetapi lima lainnya bergerak mendekat. Ia tidak bisa melawan mereka semua.Pilihannya hanya satu "Lariiiii."Dengan cepat, ia berbalik dan berlari melewati hutan, napasnya tersengal. Ia melompati akar pohon, menerobos semak-semak, sementara suara cakar-cakar tajam mendekatinya dari belakang. Ia tidak bisa berhenti.Setelah hampir satu menit penuh berlari, ia melihat celah sempit di antara dua batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia meluncur masuk dan menekan tubuhnya ke dalam ruang kecil itu. Serigala-serigala itu berhenti di luar, menggeram marah, tetapi tak bisa menjangkaunya.Ia menunggu, menahan napas, hingga akhirnya suara mereka menghilang.Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia menyadari satu hal: tempat ini tidak akan memberinya belas kasihan. J
Ia menggoreskan bilahnya ke telapak tangannya sendiri. Darah segar menetes ke dalam gelas kosong di tengah mereka.Tanpa ragu, Flynn mengambil pisau itu dan mengikuti, menyayat telapak tangannya sendiri sebelum meneteskan darahnya ke dalam gelas. "Setiap misi, setiap pertempuran, setiap kejatuhan… kita tetap satu."Alex, dengan tatapan penuh tekad, mengulangi ritual yang sama. "Kita tidak akan pernah berdiri sendirian. Kita adalah satu jiwa dalam empat tubuh."Akhirnya, Thomas mengambil pisau itu, merasakan dinginnya baja di kulitnya sebelum menyayat telapak tangannya sendiri. Darahnya bercampur dengan darah saudara-saudaranya, mengukuhkan sumpah yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.Ia mengambil gelas itu, memutarnya pelan sebelum meneguknya. Darah hangat mengalir di tenggorokannya, bukan sebagai simbol kelemahan, tetapi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa mereka telah memilih jalan yang sama. Tanpa ragu, gelas itu berpindah ke Alex, lalu ke Diego, dan terakhir ke Flynn. Mereka me
Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung."Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?""Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya,
Thomas tersenyum, tetapi ia tahu ada kebenaran dalam ucapan mereka. Ia memang berubah. Setelah melihat kematian, menyaksikan bagaimana Heptagon mengendalikan dunia kriminal, dan mengalami langsung pertarungan brutal, ia tidak bisa kembali menjadi siswa biasa yang hanya menjalani pelatihan tanpa memahami konsekuensinya.Keesokan harinya, Thomas kembali ke rutinitas akademi tetapi dengan nuansa yang berbeda. Di lapangan latihan, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat. Sebagian besar siswa lain melihatnya dengan rasa hormat, beberapa dengan iri, dan yang lain dengan waspada.Tidak seperti biasanya, Saat sesi Latihan kali ini, George Simbian adalah instruktur hari itu menggantikan Antonov, dan dia telah menanti terlebih dahulu dilapangan. "Hayooo….berkumpul lebih cepat, PARA BAJINGAN, kalian fikir kita sedang-piknik". Mendengar teriakan George. para siswa panik, berlari dan segera cepat membentuk barisan. Diego mendengar suara yang tidak asing baginya, spontan menepuk jidatn
Langit malam di Afrika Selatan terbentang luas, bertabur bintang yang bersinar di atas kota Johannesburg. Thomas berdiri di balkon kamar hotelnya, menghirup udara malam yang segar, tetapi pikirannya jauh dari ketenangan yang ditawarkan kota ini. Sudah dua minggu sejak operasi besar-besaran Heptagon menghancurkan Black Dawn di Afrika, tetapi jauh di dalam dirinya, ia tahu bahwa ini bukanlah akhir. Perang yang sebenarnya baru saja dimulai.Di belakangnya, suara langkah kaki mendekat. Thomas menoleh dan melihat Sebastian N'Dour berdiri dengan tangannya disilangkan di dada, ekspresi wajahnya tetap setenang biasanya."Kau seharusnya menikmati malam terakhir di Afrika sebelum kembali ke akademi," ujar Sebastian.Thomas mengangguk pelan. "Sulit untuk merasa lega ketika kita tahu bahwa ini belum selesai."Sebastian tersenyum tipis dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya sebuah pisau berbilah hitam dengan ukiran tribal khas Afrika. Ia menyerahkannya kepada Thomas."Ini sebagai kenang-kenan