Share

BAB. 5 Cuaca Tiba-tiba Berubah

Di pelabuhan itu juga bertengger kapal pesiar yang berukuran lebih besar dari kapal yang disewa oleh ketiga gadis tadi. Pemiliknya yaitu Hezki Arion, seorang pengusaha yang bergerak dalam bidang perkapalan.

Kapal kecil itu berjenis speed boat cabin cruiser yang khusus dirancang untuk kegiatan rekreasi dan liburan. Kapal ini dilengkapi dengan kabin yang dapat menampung beberapa orang, serta fasilitas seperti dapur mini, kamar mandi, dan tempat tidur.

Dimensi speed boat cabin cruiser umumnya lebih besar dan lebih berat daripada jenis speed boat lainnya, yaitu panjang antara delapan sampai dua belas meter dan lebarnya berkisar antara tiga sampai empat meter. Mesin yang disematkan juga bertenaga tinggi, sehingga bisa digunakan untuk perjalanan jauh di atas lautan bebas dengan fasilitas yang memadai.

Ketiganya baru saja sampai di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka terlihat sibuk menaikkan semua barang-barang pribadi masing-masing ke dalam kapal pesiar berukuran kecil itu.

Setelah semua selesai mereka angkut ke atas kapal, Hezki pun mulai mengemudikan kapal tersebut. Semilir angin lautan menyapa awal perjalanan mereka pagi menjelang siang itu.

"Alam liar, lautan bebas! Tunggu kami!" teriak Edu senang di atas dek kapal.

"Yeah! Freedom! Welcome long holiday on the ship!" Ronald juga ikut-ikutan mengekspresikan perasaannya saat ini.

Di belakang kemudi kapal Hezki terlihat senyum-senyum sendiri melihat tingkah kedua temannya itu. Kemudian Hezki memperhatikan monitor di depannya. Pria itu sedang mengamati kondisi lautan. Ternyata semua dalam keadaan baik. Gelombang laut semakin ke tengah juga terlihat tenang. Angin laut juga tidak terlalu kencang.

Menyadari jika semuanya terlihat normal, Hezki pun mengaktifkan sistim navigasi otomatis. Pemuda itu mulai bergabung dengan kedua temannya yang sedang bersantai di dek kapal.

"Woi, Bro! Lo ngapain ke sini? Nanti Kapal kita bisa tenggelam!" seru Ronald khawatir.

"Ha-ha-ha. Lo tenang saja, Bro. Kapal ini tidak akan tenggelam. Gue sudah mengaktifkan sistem navigasi otomatis. Jadi kita aman sekarang," jawab Hezki sambil mengambil gitar di salah satu sudut kapal dan mulai memetiknya.

Ketiganya sedang bersenandung lagu salah satu grup band asal Inggris, Coldplay yang berjudul Paradise.

When she was just a girl, she expected the world

But it flew away from her reach

So she ran away in her sleep and dreamed of

Para-para-paradise, para-para-paradise, para-para-paradise

Every time she closed her eyes.

Selama berada di atas laut banyak hal yang dilakukan oleh Mira, Lia, dan Sera. Selain menikmati pemandangan laut yang sungguh indah. Mereka juga singgah di beberapa pulau-pulau kecil di wilayah kepulauan seribu.

Para gadis itu juga melakukan kegiatan berenang dan snorkeling sambil menikmati pemandangan bawah laut yang sungguh memukau. Apalagi negara Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia.

Mereka sangat bangga menjadi warga negara Indonesia yang memiliki keindahan alam dan pulau-pulau kecil yang begitu banyak bertebaran.

"Nona-nona makan malam telah siap untuk disantap," seru Mbak Yuni kepada ketiga gadis itu.

"Iya, Mbak. Terima kasih." jawab Sera sambil tersenyum.

"Lia, ada gunanya juga mbak Yuni ikut dengan kita melaut. Jadi kita bisa lebih santai," tutur Mira.

Namun Lia diam saja, dia kurang suka dengan sikap Mbak Yuni kepada mereka dan Lia tidak dapat menjelaskan hal itu sama sekali.

Malam ini adalah malam terakhir mereka akan berlayar. Keesokan harinya, para gadis berencana kembali ke pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Ketiganya sangat bersyukur selama mereka berlayar di lautan bebas. Cuaca sangatlah mendukung.

Akhirnya ... pagi pun tiba.

Cuaca pagi ini terlihat sangat cerah. Sama seperti hari-hari sebelumnya. Namun tiba-tiba langit yang tadinya berwarna biru cerah tanpa awan sedikitpun. Menjadi gelap dan mendung.

Dari arah depan kapal, terlihat awan yang sangat gelap. Angin pun mulai bertiup kencang.

Mira, Lia, dan Sera yang tadinya sedang duduk-duduk santai di dek kapal. Segera masuk ke dalam kapal.

Bersamaan dengan itu, Mas Omar dan istrinya, Mbak Yuni terlihat telah memakai baju pelampung.

"Mas ada apa ini?" tanya Lia kepada sang kapten kapal.

"Maaf, Nona. Sepertinya cuaca berubah menjadi buruk." sahut Mas Omar dengan wajah panik.

"Apa?" kaget Lia.

"Tapi kok bisa?" tanya Sera takut.

Ternyata feeling-nya sebelum mereka berangkat berlayar terbukti juga.

"Lia, apa yang harus kita lakukan?" tanya Mira.

Dengan sigap, Lia menyerahkan baju pelampung kepada kedua sahabatnya.

"Mira, Sera. Ayo segera kalian pakai ini!" Belum selesai Lia berkata, kapal mereka tiba-tiba oleng ke arah kiri. Mereka pun semua terjatuh.

"Ayo cepat! Jangan buang waktu lagi!" sergah Lia kepada kedua sahabatnya.

Angin kencang itu kembali membuat kapal mereka oleng ke kiri. Mas Omar yang berada di ruang kemudi mencoba untuk terus menjaga keseimbangan kapal.

Lia lalu ke luar kapal sebentar untuk melihat sendiri apa yang terjadi saat ini. Dirinya sangat terkejut saat melihat cuaca yang tadinya cerah sekarang malah telah berubah menjadi sangat gelap.

Angin laut juga bertiup sangat kencang. Gelombang laut yang tadinya tenang. Kini berubah menjadi berombak besar.

"Kenapa cuacanya bisa berubah menjadi ekstrim begini?" tanyanya kepada dirinya sendiri.

Lia pun kembali masuk ke dalam kapal. Dia melihat wajah kedua temannya telah berubah menjadi pucat pasi.

"Lia apa yang harus kita lakukan?" sergah Mira kepada temannya itu.

Namun lagi-lagi belum sempat Lia berbicara, tiba-tiba saja mesin kapal mati. Suasana menjadi gelap di dalam kapal itu. Sera segera menyalakan senter yang selalu ada di saku celananya.

Mas Omar dan istrinya mulai memasuki kabin. Lia pun segera berkata,

"Mas Omar, kenapa mesin kapan bisa mati?" kesalnya sambil menatap wajah pria itu.

"Ma ... maaf, Nona. Bahan bakar telah habis."

"Apa?" kaget ketiganya.

"Lho, Mas. Bukannya saya telah memberikan kepada Anda biaya untuk mengisi bahan bakar secara full? Kok tiba-tiba bisa kehabisan bahan bakar begini?" Mira menatap tajam ke arah pria itu.

"Yuni! Ayo jelaskan! Semua ini gara-gara kamu!" serunya marah kepada istrinya.

"Mbak! ada apa ini sebenarnya! Tolong kalian jujur!" Lia juga ikut menatap tajam ke arah Yuni.

"Ma ... maaf, Nona."

"Mbak! Saya nggak butuh kata maaf darimu! Tolong jelaskan apa yang sebenarnya terjadi!" hardik Lia penuh amarah.

Kapal kecil itu semakin goyang. Mereka semua saling mencari pegangan agar tidak jatuh. Suasana juga telah menjadi gelap. Padahal hari masih siang.

Yuni pun menceritakan semuanya. Lia, Sera dan Mira terlihat sangat geram mendengarnya. Ternyata istri Mas Omar itu menyuruh suaminya agar mengisi bahan bakar kapal setengahnya saja dan tidak full tank.

Terbukti sudah kecurigaan Lia beberapa hari ini kepada perempuan bernama Yuni tersebut. Ternyata dia adalah dalang dari semua kekacauan ini.

"Mas Omar! Bagaimana Anda bertanggungjawab dalam situasi seperti ini?" tukas Lia setengah membentak pria itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status