Mendengar ucapan Anand itu. Membuat Arlyn semakin muak. Dia tak habis pikir. Kenapa bisa terjebak mencintai pria yang berada di hadapannya saat ini. Yang menurutnya tak lebih dari sampah.
Arlyn kembali menyeka air matanya. Dia pun berjanji dari dalam hatinya. Jika hari ini, dirinya terakhir kali menangisi Anand.Dengan segera, Arlyn merobek-robek alamat hotel yang diberikan Anand kepadanya. Lalu mencampakkannya di hadapan pria itu. Anand yang melihat perbuatan Arlyn itu, seketika menjadi sangat geram. Dia terlihat mengepalkan tangannya, menahan emosi yang tiba-tiba meluap-luap dari dalam tubuhnya."Kita putus, Anand! Ternyata aku telah salah menilai mu selama ini! Empat tahun yang sia-sia. Waktuku terbuang untuk mengenalmu dan aku sangat menyesalinya!" tegas Arlyn, tanpa ampun."Apa? Kamu ingin putus dengan ku?" tanya Anand, sambil menatap ke arah Arlyn dengan menunjukkan pesona ketampanan yang dirinya miliki. "Ya, aku ingin putus. Aku lebih memilih mengakhiri hubungan denganmu. Pria yang tidak mampu menjaga kesucianku. Kamu malah ingin merenggutnya dariku!" "Cih! Memangnya kamu tidak mencintaiku lagi, Arlyn Virgolin? Tatap aku dalam-dalam saat ini. Apakah kamu yakin ingin berpisah dari pacarmu yang sangat tampan ini?" tuturnya, semakin menunjukkan pesonanya kepada Arlyn.Anand mencoba untuk memprovokasi Arlyn untuk tetap menjadikannya tambatan hatinya.Namun hati Arlyn sudah benar-benar gerah dengan tingkah pria di depannya itu. Bukannya simpati kepadanya. Arlyn malah jijik melihat pria yang sok ganteng di hadapannya saat ini."Hei, Arlyn! Kamu kok diam saja?" Katakan sesuatu." ucap Anand, sambil tersenyum sinis ke arahnya."A-ku memang masih mencintaimu, Anand. Tapi ... aku juga tidak mau bodoh! Harga diriku, itu jauh lebih penting dari mu." Anand semakin kaget dengan perkataan Arlyn. "Jadi kamu ....?" ucapnya, tercekat."Ya! Kita putus! Diantara kita, sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Jalani hidupmu bersama wanita selingkuhan mu itu. Aku juga akan menjalani hidupku. Permisi!" Setelah berkata begitu, Arlyn pun segera meninggalkan taman indah itu dan terus berjalan menjauh dari Anand yang seolah-olah tak percaya dengan apa yang didengarnya dari mulut Arlyn.Anand yang awalnya hanya ingin menggertak Arlyn dan mengajaknya untuk putus. Malah dia yang kena getahnya. Justru Arlyn yang memutuskan hubungan dengannya."Sial! Kok jadi berantakan begini?" geramnya, sambil menahan emosi yang semakin membara dari dalam jiwanya.Yang sebenarnya terjadi, Anand sangat mencintai Arlyn. Namun dia juga tidak dapat menahan hasrat bejatnya, untuk mencicipi tubuh sang kekasih. Perempuan yang menjadi selingkuhannya itu, hanyalah sekedar bahan permainan baginya. Rasa cintanya hanya untuk Arlyn seorang. Untuk itu, Anand bertekad untuk kembali merayu dan mendekati gadis kesayangannya itu.Di sebuah kafe, Agnes sedang bersama kekasih hatinya bernama, Jameso. Saat ini keduanya baru saja selesai makan siang di salah satu restoran ternama yang berada di Kota Jakarta.Lagi-lagi, Jameso yang merekomendasikan restoran mahal ini untuk tempat kencan mereka, dan seperti biasanya Agnes lah yang selalu membayar. Jameso selalu tahu cara untuk memberi alasan yang tepat kepada kekasih hatinya, supaya bukan dirinya yang membayar setiap kali mereka berkencan.Bagi Agnes itu tak menjadi masalah penting. Karena sejak dulu dia sudah mandiri. Tinggal sendiri di Jakarta dan membiayai kuliahnya sendiri. Agnes kuliah sambil bekerja. Walaupun kedua orang tuanya sangat mampu membiayai kuliahnya. Namun Agnes tidak pernah sekalipun merepotkan keluarganya yang berada di Surabaya. Agnes pernah berkata agar kedua orang tuanya, fokus membiayai sekolah kedua adiknya. Tanpa memikirkan dirinya.Agnes yang sangat pintar di kampusnya. Dipercayakan oleh beberapa dosen untuk menjadi asisten dosen di fakultasnya. Hal itu lah yang membuat Jameso semakin tertarik kepadanya. Hubungan mereka sudah berlangsung hampir tiga tahun lama. Selama itu juga, uang Agnes selalu mengalir kepada pria itu. Padahal mereka sama-sama mahasiswa perantauan di Ibukota ini. Tapi karena Agnes sangat menyayangi Jameso, dia pun memanjakan pria itu dengan materi.Jameso yang lihai, ternyata mampu mengelabui Agnes yang jenius itu. Sampai-sampai semua tabungannya terkuras habis gara-gara sang kekasih. Siang ini, Agnes sengaja mengajak Jameso bertemu. Ingin meminta penjelasan darinya. Kenapa dia, berani-beraninya mengambil uang dalam ATM milik Agnes.Yang terjadi malah, Jameso mengajak Agnes bertemu disebuah restoran mewah."Jameso, kamu dapat dari mana ATM ku? Kok bisa ada di kamu?" ucap Agnes, tak percaya dengan pria di depannya saat ini."Sayang ... masa kamu lupa? Tiga bulan yang lalu kamu sendiri yang memberinya kepadaku." sahutnya, tanpa dosa."Kapan itu terjadi? Kamu jangan mengarang cerita deh! Kamu tahu, uang itu aku tabung cukup lama. Kamu malah menghabiskannya dalam sekejap!" Agnes untuk pertama kalinya memarahi pria, yang dirinya sangat cintai itu."Hei ... pacarku yang cantik. Kamu jangan marah-marah begitu. Aku akan segera menggantinya. Tunggu saja, ya?" tuturnya lagi, meyakinkan Agnes.Lalu Jameso kembali mengarang cerita, jika dia mengunakan tabungan Agnes untuk membawa ibunya berobat. Padahal yang sebenarnya terjadi, bukan seperti itu.Jameso menghabiskan uang Agnes di meja judi dan dia baru saja kalah taruhan."Terus, bagaimana kondisi ibumu saat ini?" tanya Agnes penuh iba, kepada kekasihnya.Pemuda itu kembali mengarang cerita tentang kondisi ibunya. Sehingga Agnes semakin jatuh belas kasihannya, kepada Jameso.Bahkan Agnes kembali memberikan Jameso sejumlah uang yang banyak untuk membantu kesembuhan ibunya."Terima kasih pacarku. Sesegera mungkin, aku akan membayar semuanya kepadamu." tukasnya sambil tersenyum penuh kelicikan, di sudut bibirnya.Lalu keduanya pun berpisah di depan restoran itu. Jameso tidak dapat mengantar Agnes pulang. Dia berkilah akan datang ke Bogor, tempat di mana orang tuanya berada, untuk mengantar uang dari Agnes. "Kamu hati-hati ya, jika mau ke Bogor. Salam untuk ibu mu. Semoga Beliau bisa cepat sembuh.""Siap, Sayang. Aku akan sampaikan salam mu untuk ibuku. Salam dari calon menantunya, Agnes Amora yang sangat baik hatinya." Bahkan Jameso masih sempat-sempatnya, mengambil hati sang kekasih. Demi untuk memuluskan rencana busuknya.Hati Agnes bukan main senangnya dipuji seperti itu oleh Jameso, sang kekasih. Dirinya tidak tahu saja jika semuanya, hanyalah akal-akalan darinya. Demi untuk memuluskan keinginan hatinya.Di parkiran restoran,Setelah berpisah dengan Jameso di depan restoran itu. Agnes pun bergegas ke toilet, karena suatu hal. Setelah urusannya di dalam toilet selesai. Agnes kemudian berjalan menuju parkiran. Sayup-sayup, Agnes dapat mendengarkan suara Jameso, sang kekasih yang sedang berbicara dengan orang lain di parkiran itu. Sepertinya mereka sedang menertawakan sesuatu. Agnes juga dapat mendengar namanya disebut beberapa kali oleh Jameso dan temannya.Sepertinya, kedua orang itu sedang menertawakan sesuatu yang menyangkut tentang dirinya. Karena sangat penasaran, Agnes pun mulai mendekati keduanya secara diam-diam."Gilingan banget Lo, Bro! Cewek jenius sekelas Agnes bisa Lo kibulin! Salut! Salut, gue! Sumpah dah!" tukas, teman Jameso, yang juga seorang pria sepertinya."Iya, dong. Gue gitu, lho! Jameso, dilawan! Yang lain mah, lewat!" ucapnya, sambil mengibas-ngibaskan sejumlah rupiah berwarna merah yang baru saja Agnes berikan kepadanya."Ha-ha-ha." Keduanya pun tertawa terbahak-bahak. Menertawakan Agnes yang menurut keduanya, pintar tapi bodoh.Jameso terus saja membeberkan sikap Agnes kepadanya selama ini. Yang menurutnya sangat naif. Sampai tidak sadar jika telah ditipu olehnya.Namun tanpa keduanya sadari, Agnes mendengar semua perkataan Jameso yang dari tadi terus saja menghinanya.Agnes seketika merasa syok. Seolah-olah tak percaya jika Jameso yang nota bene adalah pria yang sangat dirinya cintai, ternyata telah membohongi dirinya selama tiga tahun, kebersamaan mereka."Hei, Bro! Jangan bilang Lo, tidak mencintai Agnes!" celutuk, temannya ingin tahu."Memang tidak!" jawab Jameso, penuh d
Sesampai di sebuah rumah sakit, Edward kembali menggendong gadis itu ala bridal style menuju ke dalam ruangan unit gawat darurat. "Dokter, tolong gadis ini, segera ditangani." ucapnya, lalu meletakkan tubuh Agnes, di salah satu tempat tidur yang berada di ruangan serba putih itu. Lalu dengan cepat beberapa suster dan juga dokter jaga mulai menangani Agnes yang sedang pingsan. Di beberapa bagian tubuhnya terdapat luka lecet karena terjatuh di atas aspal.Edward pun mulai menceritakan kronologi kenapa gadis itu bisa jadi pingsan.Namun tiba-tiba ponselnya berdering beberapa kali.Dia pun melihat, jika yang meneleponnya adalah klien perusahaannya. Edward pun ingat jika siang ini, dia harus menghadiri meeting penting.Lalu Edward menjelaskan kepada dokter jaga di UGD saat ini. Jika dia akan pergi sebentar. "Dok, semua pengobatannya. Tolong masukkan ke dalam tagihan saya." ucapnya. Lalu melirik sebentar gadis yang sedang dibersihkan luka-lukanya, itu. Kemudian Edward bersama sang asiste
"Kenapa, Kak Zem?" tanya Sari, kepada seniornya itu. Karena melihat wajah khawatirnya."Wah ... maaf ya Sari. Sepertinya aku harus pergi. Temanku kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di sebuah rumah sakit." sahutnya, lalu bersiap-siap meninggalkan tempat itu."Oh, baik Kak Zem. Sampai jumpa lagi, kapan-kapan." ucap Sari, lalu keduanya pun berpisah.Zemi Rania, segera berjalan ke area parkiran menuju ke mobilnya. Untung saja jalanan Jakarta agak lengang siang itu. Sehingga tak berapa lama dirinya sampai di rumah sakit.Setelah memarkirkan mobilnya dengan sempurna, dia pun segera masuk ke dalam rumah sakit itu. Zemi segera mencari keberadaan Agnes di UGD rumah sakit. Ruangan itu terlihat cukup luas.Setelah bertanya kepada salah seorang perawat. Akhirnya Zemi mengetahui tempat di mana Agnes, sedang dirawat.Dari kejauhan Zemi bisa melihat, sahabatnya Arlyn sedang menyuapi Agnes yang terlihat lemah. Dia sangat bersyukur ternyata temannya telah sadar dan tidak pingsan lagi."Ya ampun .
Zemi segera membaca kartu nama pria itu,"Rahez Finley. Nama yang indah." gumamnya, pelan."Cih! Gue nggak butuh laki-laki, lagi!" serunya. Lalu Zemi segera membuang kartu nama pria itu di dalam tong sampah yang berada di dekatnya.Sesampai di kasir, Zemi ingin segera melunasi tagihan rumah sakit sahabatnya. Namun sang kasir berkata,"Maaf, Mbak. Tagihan untuk pasien bernama Agnes Amora telah dilunasi semuanya." tuturnya."Apa?" Kaget, Zemi."Mbak nggak salah orang kan? Nama teman saya, Agnes Amora.""Tidak, Mbak. Saya nggak salah. Memang pasien bernama, Agnes Amora.""Okay. Baiklah kalau begitu." Zemi pun kembali melangkah menuju ke ruangan UGD.Sesampai di sana. Dia pun segera memberitahukan kepada Agnes. Jika semua biaya rumah sakit telah dilunasi."Hah? Tapi siapa yang melunasinya, Zem?" tanya Agnes, ikut bingung juga."Kata kasir tadi, namanya, Tuan Edward Wilson. Apakah Lo kenal orang itu?" sergah Zemi, kepada temannya.Agnes berpikir sebentar. Dia samar-samar ingat, jika ada ses
Kembali ke rumah sakit,Rahez baru saja tiba di ruang VVIP tempat sang Oma sedang dirawat.Diruangan itu, Ada dua orang wanita yang paling dirinya sayangi di dunia ini, sedang fokus menatap layar lebar di depannya. Sebuah iPad milik Asisten Frans, menjadi daya tarik keduanya. Sampai-sampai keduanya tidak mengetahui jika Rahez sudah berada di tempat itu.Namun sang asisten menyadari jika atasannya telah sampai di ruangan itu."Tuan Muda?" kaget, Frans. Dia buru-buru keluar dari ruangan mewah itu, dengan alasan mau mengurus obat-obatan untuk Oma Rika."Rahez ... cucu Oma? Kamu sudah lama datang?" tanya Oma Rika, senang melihat cucunya sudah berada di situ."Aku baru saja, sampai, Oma," ucap, Rahez. Lalu mendekati ranjang di mana sang nenek sedang terbaring lemah."Rahez, kamu kalau sudah tiba dari tadi, kok nggak menyapa Oma dan Mami? Kamu ini, kebiasaan banget, deh!" gerutu Mami Gita, kepada putranya."Maaf ... Mi, Oma. Lagian dari tadi Oma dan Mami fokus ke iPad. Memangnya lagi liha
Namun Edward harus menelan rasa kecewa setelah mengetahui jika gadis itu telah dijemput oleh keluarganya."Sial banget, gue!" umpatnya, pelan. Tidak ada informasi yang berarti tentang gadis itu. Edward hanya mengetahui namanya, Agnes Amora. Gadis berbibir seksi, yang telah mampu membuatnya penasaran setengah mati.Edward lalu ke luar dari rumah sakit itu dengan langkah gontai. Diikuti Mark, sang asisten."Bagaimana, Bos? Apakah kita pulang sekarang?" tanya Mark kepada atasannya, yang terlihat sedang galau."Yap! Kita pulang. Emangnya Lo mau berkemah di sini?" ketus, Edward."Puas Lo, gue kehilangan jejaknya?" ucap Edward, lalu berjalan masuk ke dalam mobil dan membating pintunya dengan keras."Yaelah, Bos Edward. Si Agnes Amora yang hilang di telan bumi. Malah gue yang kena semprot! Elah ... gini amat hidup gue!" tuturnya, lalu ikut masuk ke dalam mobil.Sepanjang perjalanan pulang ke kediamannya. Edward memilih diam dan memejamkan matanya. Entah kenapa bayangan gadis itu, semakin n
"Sabtu depan? Memangnya kita mau ke mana Bunda?" tanya Edward, penasaran."Temani Bunda, arisan." "Apa? Arisan? Ketemu ibu-ibu dong? Yang bener aja deh, Bund. Aku kan anak lajang. Bukan ibu-ibu, seperti Bunda. Nggak mau, ah! Bunda pasti tahu kan, jika hari Sabtu jadwalku untuk bermain golf." Edward mencoba untuk mengelak.Karena dia tahu betul maksud sang ibu. Yang ingin menjodohkannya dengan anak, dari ibu-ibu arisan itu."Ayolah, Ed. Kali ini saja. Setelah itu. Kita ziarah ke makam Ayah. Sudah lama kita tidak mengunjungi Beliau." ucap sang ibu, penuh harap.Mendengar jika mereka akan berziarah ke makam ayahnya. Hati Edward sedikit teriris sakit. Dia ingat betul disaat-saat terakhir ayahnya hidup. Edward tidak ada di samping Beliau. Sepertinya, dia harus mengalah kali ini kepada sang ibunda.Lalu dengan bijak Edward pun berkata,"Baiklah, Bund. Sabtu depan aku akan mengosongkan jadwalku. Aku akan temani Bunda ke mana pun Bunda perginya. Hanya saja, Bunda juga perlu tahu. Sampai kap
"Gile, para buaya darat pada ngumpul!" geram Arlyn."Ngapain sih, mereka ke sini? Kurang kerjaan banget, deh! Apa belum puas nyakitin hati kita!" Agnes juga ikut, menggerutu."Kalian tenang saja. Gue sudah bilangin Pak sekuriti untuk tidak mengizinkan mereka masuk ke area dalam kost." Zemi mencoba menjelaskan, kepada kedua sahabatnya."Kayaknya, sudah tidak aman lagi kita tinggal di sini. Tapi ... cari kost-kostan dengan harga terjangkau dan letaknya strategis di Jakarta, ini. Sangat susah." keluh, Arlyn, dan dibalas anggukan oleh Agnes."Terus kita harus bagaimana, dong?" sela, Arlyn panik."Bagaimana kalau setiap hari mereka nyamperin kita ke sini? Nggak asyik banget kan?""Iya sih, Lyn. Tapi kita mau pindah ke mana coba?" tukas Agnes, masih saja memikirkan isi dompetnya yang kosong.Setelah lama berdiam diri dan mendengarkan keluh kesah kedua sahabatnya. Zemi pun mulai angkat bicara kembali,"Kalian mau dengar kabar baiknya, nggak?""Mau dong, Zem! Bagaimana sih, Lo!" Ketus, Arlyn.