Share

Part 7

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2022-12-07 06:34:47

Suasana begitu hening. Malam semakin larut entah jam berapa. Kubuka mata perlahan. Tak ada Mas Bima di ranjang. Mungkin dia ke kamar mandi. Pikirku. Dengan langkah lesu menahan kantuk, kubuka pintu kamar mandi. Kosong. 

Mungkin dia ke dapur untuk mengambil minum. Biasanya memang aku sediakan di atas meja kamar sebelum tidur namun tadi memang lupa menyiapkan air minumnya ke botol. 

Perlahan kubuka pintu kamar. Suara tangis Yuka dari kamarnya tiba-tiba terdengar begitu nyaring. Setengah berlari aku membuka kamar si kembar. Yuki masih mengucek pelan kedua matanya sedangkan Yuka terus menangis sembari melipat kedua lutut. 

 

"Bunda ...." Yuka berteriak memanggil namaku saat kunyalakan lampu kamarnya. Bergegas kupeluk si kembar sambil menenangkan Yuka yang terus menangis. 

 

"Yuka kenapa, Nak?" tanyaku pada Yuka yang masih terisak. Berkali-kali dia menghapus air matanya.

 

"Mimpi buruk, ya?" tanyaku lagi. Dia mengangguk pelan.

 

"Emm ... Yuka lupa baca doa sebelum bobok, ya?" tanyaku lagi. Yuka hanya meringis kecil.

 

"Sudah nggak apa-apa. Kalau mau bobok jangan lupa baca doa, ya? Baca surah-surah pendek juga, oke?"

 

Yuka dan Yuki memelukku lagi sembari mengangguk kecil. Saat mau mematikan lampu kamar, kulihat Mas Bima dari ruang tengah melangkah ke kamar si kembar. 

 

"Dari mana kamu, Mas?" tanyaku penasaran. Meski terburu-buru sepertinya tadi tak ada Mas Bima di ruang tengah saat aku lari ke kamar Yuka. Kalau pun ada aku pasti sudah mengajaknya ke kamar si kembar sama-sama, secara kamarku dan ruang tengah berhadapan. 

 

"Aku ... aku tiduran di sofa, Dek," jawabnya sedikit gugup. 

 

"Ngapain? Kamu tiduran di sofa atau tidur di kandang drakula sih, Mas?" tanyaku mulai kesal. 

 

Ada tanda merah di leher Mas Bima. Sama seperti tanda milik Dinda kemarin. Kulihat jam yang menempel di dinding, hampir jam dua pagi. 

 

"Maksudmu apa, Dek?" Mas Bima sedikit pias mendengar pertanyaanku. 

 

"Kamu habis digigit drakula? Leher sampai merah begitu," jawabku ketus.

 

Mas Bima meraba lehernya lalu meringis kecil. Padahal jelas nggak ada yang lucu dan aku juga nggak ngelawak. Itu dia lakukan hanya untuk membuyarkan kecurigaanku saja.

 

Dia pasti ke kamar Dinda. Dasar manusia nggak tahu diri. Kalau mau mesum kenapa harus di rumah ini, sih? Lihat saja nanti aku akan pasang cctv tanpa sepengetahuan mereka. Kalau saja Yuka tak teriak, aku pasti sudah merekam kelakuan mesum mereka. 

 

Beberapa menit kemudian, Dinda keluar kamar dengan wajah sok baru bangun tidur. Dua kancing piyamanya terbuka.

 

"Kancingkan piyamamu, Din. Malu!" Perintahku ketus. Dinda tampak salah tingkah. Buru-buru mengancingkan piyamanya. Kulihat dari ekor mataku mereka saling lirik. 

 

'Sampai kapan kalian bersandiwara? Dasar dua manusia munafik. Jijik rasanya melihat kalian di sini tapi apa boleh buat, sebelum rumah ini menjadi milikku, kubiarkan kalian terus melakukan sandiwara konyol ini.'

 

Setelah si kembar tidur, aku sengaja tak kembali ke kamar. Tiduran dengan si kembar sedikit membuatku lebih tenang. Demi memperjuangkan hak mereka berdua, aku harus pura-pura tak tahu dan pura-pura bodoh dengan kelakuan mereka yang menjijikkan itu.

 

Terdengar guyuran air dari kamar mandi. Aku yakin Mas Bima sedang mandi di kamar. Kamar kami memang memiliki kamar mandi dalam. Jika pakai kamar mandi samping dapur, otomatis suaranya terdengar lebih jelas karena berdekatan dengan kamar si kembar. 

Tak berselang lama, pintu kamar mandi sebelah berderit. Pasti Dinda mandi di sana. Sebentar lagi adzan subuh berkumandang. Bergegas ke dapur untuk membuat sarapan sembari menunggu adzan mungkin lebih baik daripada terus di kamar yang ada mataku bisa kembali terpejam. 

Perlahan kubuka pintu dan menutupnya kembali. Memasak nasi goreng dengan telur mata badak untuk si kembar. Mas Bima dan Dinda biar saja masak sendiri.

 

Hatiku masih sangat kesal melihat kelakuan mereka yang makin nggak waras dan terang-terangan. Meski bukti yang kudapatkan belum terlalu kuat, tapi hatiku mulai yakin kalau mereka memang memiliki hubungan spesial. 

 

Adzan mulai berkumandang begitu merdu. Aku melangkah ke kamar untuk melaksanakan salat subuh. Sebelum masuk kamar, kulihat Dinda keluar kamar mandi sembari mengeringkan rambut panjangnya dengan handuk. Sedangkan Mas Bima terlihat keramas juga. Mengenakan kemeja dan sarung hendak ke masjid. 

 

Panas hatiku melihat mereka seperti ini. Berulang kali kubendung air mataku agar tak tumpah namun sia-sia. Air bening itu pun meluncur dari porosnya begitu saja. 

 

"Loh, Mbak. Kenapa?" tanya Dinda tiba-tiba. Mas Bima pun menoleh ke arahku seketika.

 

"Ah, nggak. Kepedesan aja tadi ngupas bawang merah buat nasi goreng si kembar," jawabku asal. 

 

Dinda dan Mas Bima hanya saling lirik lalu mengangguk pelan. Meski kulihat dari wajah mereka masih terlintas penasaran.  

 

Setelah selesai salat, kubangunkan si kembar untuk salat subuh juga. Meski terlihat begitu malas, Yuka dan Yuki tetap melakukan apa yang kuperintahkan. 

 

"Kamu bikin sarapan sendiri ya, Din. Ohya sekalian buat Mas Bima. Tadi buru-buru jadi Mbak cuma bikin buat si kembar aja," ucapku saat melihat Dinda dan Mas Bima melangkah ke ruang makan. 

 

Mas Bima sedikit kaget mendengar ucapanku. Memang tak biasanya aku seperti ini. Sekesal apa pun pada Mas Bima biasanya aku selalu melakukan kewajiban sebagai istri seutuhnya namun entah mengapa pagi ini hatiku benar-benar tak bisa diajak kompromi.

 

"Din, tolong bikinkan telur goreng aja, ya?" Pinta Mas Bima kemudian. 

 

"Nggak nasi goreng sekalian, Mas? Aku mau bikin nasi goreng juga ini. Sepertinya enak pagi-pagi sarapan nasi goreng," ucap Dinda sambil tersenyum. 

 

"Oh, boleh lah kalau begitu. Maaf merepotkan," ucap Mas Bima lagi sembari menarik kursi dan mendudukinya. 

 

"Nggak apa-apa, Mas. Santai aja," balas Dinda pelan. 

 

Aku hanya mendengarkan obrolan tak penting mereka sambil menyeruput teh. Kulihat Dinda mulai memasukkan nasi ke atas penggorengan. 

 

"Mas, segini cukup nggak?" tanyanya kemudian, menoleh ke arah Mas Bima yang masih memainkan ponsel lamanya. Entah dia simpan di mana ponsel keluaran terbaru itu. 

 

Bergegas mendorong kursi ke belakang, Mas Bima menghampiri Dinda di depan kompor. 

 

"Sini biar aku saja yang menggoreng, Din," ucapnya lagi. 

 

Kulihat tangan mereka saling bertumpuk sesaat sebelum Dinda  buru-buru menarik tangannya sambil melirik ke arahku. Aku pura-pura tak melihat. 

 

Yuki dan Yuka keluar kamar dengan ceria. Mereka berhamburan ke arahku untuk ikut sarapan. Syukurlah mereka sudah datang, setidaknya hatiku bisa lebih tenang jika ada mereka di sini. Jangan sampai hati ini terbakar emosi dan menghancurkan semua rencana yang sudah kususun sedemikian rapi. 

*** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Jahat banget sih mereka berdua
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
isi otak kau itu yg harus kau rapikan bukan rencana mu tolol
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   75 Bahagia (Tamat)

    Kehidupan baru yang membahagiakan itu benar-benar ada dan kini aku mulai merasakannya. Mas Denis selalu berusaha membuatku tersenyum dan tertawa. Cinta dengan segala keromantisan dan kekonyolannya membuatku merasa istimewa. Tak hanya aku, tapi juga dua gadis kembarku. Mereka tak hanya mencintaiku, tapi juga mencintai ayah sambungnya. Ketulusan Mas Denis menjadikan Yuki dan Yuka tumbuh menjadi gadis kecil yang ceria, cantik dan pintar. Mereka tak pernah kekurangan kasih sayang seorang ayah. Keduanya memiliki ayah kandung dan ayah sambung yang saling support. Tak ada lagi persaingan untuk saling menjatuhkan di antara mereka. Namun, kini dua laki-laki itu saling mendukung satu sama lain untuk kebaikan bersama. Tak hanya itu saja. Mas Bima juga berusaha menepati janjinya untuk berubah lebih baik. Dia ingin menjadi ayah yang baik untuk kedua anak kembarnya. Kini, dia sering datang ke rumah untuk bermain dan belajar bersama buah hatinya. Mas Bima bilang ingin mengganti waktu yang pernah

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   74 Saling Memaafkan

    Suasana rumah duka sudah cukup ramai saat keluarga kecilku datang. Mama yang memang sangat pengertian gegas mengajak dua gadis kembarku duduk tak jauh dari teras bersama pelayat lain. Wanita yang kini menjadi mama mertuaku itu memintaku dan Mas Denis untuk masuk ke rumah, melihat kondisi Mas Bima yang kupastikan shock berat. Ibu memang sering hipertensi bahkan gejala stroke, tapi aku tak menyangka jika secepat ini dia pergi. Kasih sayangnya sebagai mertuaku dulu masih terasa hingga detik ini. Ibu sangat menyayangiku. Bahkan setelah aku dan anak lelakinya sah bercerai pun kasih sayang ibu padaku dan kedua cucunya tak berubah justru semakin bertambah. Kepergian ibu selamanya tentu menyisipkan duka mendalam bagi Mas Bima. Tak ada lagi cinta dan perhatian dari sang ibu yang dulu selalu dia rasakan. Dinda sudah datang dan duduk di samping pembaringan ibu. Wajah wanita itu terlihat sangat damai mendapatkan siraman doa-doa dari pelayat. Mas Bima yang duduk bersebelahan dengan Dinda tampak

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   73 Kabar Duka

    "Apa yang terjadi, Din? Ada masalah apa?" Aku kembali bertanya saat melihat air matanya menetes seketika setelah menerima panggilan dari Mas Bima. "Ibu, Mbak. Ibu meninggal dunia," ujarnya dengan suara serak yang membuatku ikut shock. Ibu meninggal dunia, katanya. Mantan ibu mertuaku itu adalah mertua yang baik dan perhatian. Kasih sayangnya padaku dan anak-anak seolah tak pernah berubah meski aku dan Mas Bima tak lagi bersama. Ibu tak pernah menyalahkanku atas perselingkuhan anaknya. Dia bahkan sempat mendukung perpisahan dengan anak semata wayangnya jika memang kebersamaanku dengannya hanya menimbulkan luka. Berulang kali ibu minta maaf atas kesalahan Mas Bima. Ibu sempat merasa menjadi ibu yang gagal karena tak berhasil mendidik anak lelakinya untuk menjadi pemimpin yang baik bagi keluarganya. Ibu begitu bersedih saat akhirnya kuputuskan untuk menggugat cerai. Dia tak ingin kehilangan aku sebagai menantunya. Meski sudah ada Dinda sebagai penggantiku, tapi baginya akulah menan

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   72 Pertemuan Terencana

    Perjalanan cintaku dengan Mas Denis terlalu istimewa. Kini, aku mendapatkan madu dari semua kepahitan yang pernah kurasakan sebelumnya. Duka itu berusaha dia hapus dengan beragam tawa dan bahagia. Kelembutan dan perhatiannya benar-benar membuatku merasa istimewa. Dia menjadikanku seperti ratu, membuat hari-hariku semakin berwarna. Indah dan berwarna, tak kelabu seperti dulu. "Doakan aku bisa menjalani hidup ini lebih baik ya, Mbak. Aku juga ingin sepertimu yang mendapatkan cinta sejati. Rasanya lelah terus disakiti meski kutahu itu semua bagian dari ulahku sendiri. Namun, tak salah jika aku juga mengharapkan bahagia seperti perempuan lainnya bukan?" Dinda menatapku lekat. Sudut matanya basah. Adik angkatku itu kembali menemuiku di ujung senja, sebulan setelah pernikahanku dengan Mas Denis. Dia sengaja mengajakku makan bersama dan ngobrol empat mata. Berulang kali mengucap maaf atas segala kekhilafannya selama ini dan berjanji tak akan pernah mengusik hidupku lagi. "Bukannya kam

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   71 Honeymoon

    Pagi ini, semua sibuk dengan koper masing-masing karena kami akan liburan bersama ke villa Mas Riko di puncak. Si kembar begitu antusias dan riang mendengar kabar dariku sejak subuh tadi. Bik Marni dan mama pun ikut juga. Biarlah ini menjadi liburan bersama bukan hanya honeymoon berdua. Karena kebahagiaan mereka juga menjadi bahagiaku sendiri. Sepanjang jalan si kembar tak henti-hentinya bercanda dan bernyanyi. Mama pun terkadang mengikuti nyanyian mereka. Pun Bik Marni yang sering kali tertawa melihat kekonyolan si kembar.Mobil naik perlahan menuju puncak. Aku menikmati pemandangan kanan dan kiri yang masih rindang dengan pepohonan terlebih pohon karet. Semakin naik, udara semakin dingin. Sebelah kiri jalan banyak gubuk-gubuk yang menjajakan makanan ringan dan minuman, terutama es degan atau kelapa muda. Ada juga yang menjual kelapa bakar. Mas Denis mengendarai mobil dengan hati-hati karena jalanan cukup licin bekas hujan semalaman. Jika terburu-buru, bisa saja mobil oleng dan te

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   70 Malam Pertama

    Malam ini dunia terasa berbeda. Ada dia yang kini berada di sampingku. Dia yang sedang menatapku lekat sembari membisikkan kata-kata cinta, membuatku semakin tersipu. Dia yang dulu pernah aku cinta hingga berakhir luka, kini kembali mendekapku dalam cinta seutuhnya. Cinta halal yang akan melukiskan pahala saat menikmatinya. Tak ada lagi orang-orang yang bisa memisahkan kecuali DIA."I love you," ucapnya dengan tatapan mata penuh cinta dan bahagia. "Love you too, Mas," balasku dengan wajah berbinar. Aku dan Mas Denis saling melempar senyum. Laki-laki yang kini sah menjadi suamiku itu mengecup pipi dan keningku beberapa kali. Dibelainya rambut panjangku. Rambut yang biasanya kututup rapat saat di luar kamar. Kini kubiarkan terurai. Aku menikmati malamku dengan bahagia bersamanya.Hujan rintik-rintik di luar kamar membuat malam semakin syahdu. Aku dan dia saling bercerita tentang apa saja hingga saat-saat paling buruk dalam hidupku. "Saat aku kamu tinggalkan begitu saja tanpa alasan,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status