Share

Part 6

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2022-11-10 17:29:42

Kuseduhkan jahe hangat untuk Dinda dan Mas Bima. Setelah Dinda selesai mandi dan pakai piyama, dia duduk di sampingku. Mas Bima pun sudah keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah lagi. 

Hujan masih deras mengguyur tapi anehnya Mas Bima keramas lagi. Dinda juga, tapi dia memang kehujanan dan kuperintahkan untuk mandi sekalian keramas biar nggak masuk angin.

 

"Kamu nggak kehujanan kan, Mas? Kok ikutan keramas?" tanyaku santai. Kulihat gerak-gerik mereka dari ujung mataku. Saling salah tingkah. 

 

"Iya, Dek. Gerah," jawabnya singkat. Lagi-lagi dengan alasan gerah Mas Bima  seolah bisa aman dari kecurigaan. 

 

Aku pura-pura tak melihat saat mereka saling lempar senyuman. Aku semakin yakin kalau mereka memang ada hubungan spesial selain ipar. Sakit sekali rasanya jika itu benar-benar terjadi. 

 

15 tahun aku hidup bersama Adinda. Usiaku dan Dinda berjarak 7 tahun. Dia yang sebatang kara, dengan penuh cinta dirawat oleh ibuku. Aku pun sangat menyayanginya bahkan dulu sering mengalah demi dia. Saat ibu tak memiliki uang cukup untuk membeli sepatu atau baju, kubiarkan Dinda memilikinya terlebih dahulu sedangkan aku rela beli belakangan asalkan tak melihat dia menangis tergugu. 

 

Saat makan dengan lauk yang dia suka, kubiarkan Dinda mengambil porsi lebih, aku bisa makan dengan lauk lain yang tak disukainya. Aku menyayangi Dinda dan bersyukur memiliki dia dalam keluargaku. Bahkan saat aku sudah bekerja, kubelikan apa pun yang dia minta asalkan tak melewati batas jatah yang kuberikan padanya. 

 

Aku rela sekolah sambil kerja sejak SMA untuk membantu perekonomian ibu juga membiayai sekolah Dinda. Kuliah pun aku sambil bekerja karena tak ingin merepotkan ibu. 

 

Dan kini aku menguliahkan Dinda, berharap setelah sukses nanti dia bisa lebih mandiri. Sengaja tak kubiarkan dia kuliah sambil kerja seperti aku dulu, aku ingin dia bisa lebih fokus dengan perkuliahan. Semua kebutuhannya aku yang mencukupi.  

 

Tapi jika memang dia justru bermain hati dengan Mas Bima di belakangku, entah bagaimana perasaanku nanti. Hancur berantakan itu pasti. Sakit hati. Dan entahlah, aku begitu takut membayangkan itu terjadi. 

 

Astaghfirullah ... kucoba istighfar berkali-kali. Berharap itu hanya sekedar ketakutan dan kekhawatiran yang tak akan pernah menjadi kenyataan. 

 

Kuseruput jahe hangat di cangkir hingga tandas. Rasa gemuruh dalam dada seolah tak bisa kubendung lagi saat kulihat Mas Bima kembali menatap Dinda tanpa kedip. Apalagi jejak merah di leher Dinda itu jelas bukan digigit semut. Aroma parfum yang sering kucium di baju kotor Mas Bima tak asing di hidungku. Benar saja, aku baru ingat jika itu memang parfum Dinda dan sekarang dia memakainya. 

 

Astaghfirullah ... kututup wajah dengan telapak tangan. Rasanya tak ingin percaya namun beberapa bukti menguat pada hubungan mereka. Hubungan tak wajar jika hanya sebatas ipar. 

 

Sudut mataku basah seketika. Kudorong kursi ke belakang dan beranjak ke wastafel. Aku yakin dua manusia itu tak sadar jika aku mulai menitikkan air mata melihat keintiman mereka. Mereka terlalu sibuk saling pandang dan melempar senyum menjijikkan. 

 

"Loh, Dek. Kamu mau ke mana?" tanya Mas Bima tiba-tiba saat aku beranjak ke kamar. Mataku sudah memerah karena luka dan geram bercampur menjadi satu. 

 

"Ngantuk. Mau tidur," jawabku singkat. Aku tak peduli lagi apa yang akan mereka lakukan di rumah ini. Muak! 

 

"Mbak, besok sore aku mau main ke rumah temen, ya?" Dinda minta ijin padaku. 

 

"Kenapa nggak ijin besok, tumben ijin sekarang," jawabku asal tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya. 

 

"Takutnya besok kesiangan atau mbak mau pergi," jawabnya lagi. Mendadak teringat pesan yang dikirimkan Bella kemarin.  

 

[Maaf Mel, bukannya mau ikut campur masalah rumah tangga kamu, tapi kayaknya ada sesuatu yang disembunyikan suamimu deh. Tadi aku nggak sengaja denger dia telepon sama seseorang, dia bilang akan antar ke dokter kandungan besok sore. Pakai panggilan sayang-sayang segala. Padahal kamu nggak sedang hamil kan?]

 

Oke, besok aku ikuti Dinda ke mana pun dia pergi. Aku harus memiliki banyak bukti hubungan gelap mereka. 

 

"Oh gitu, Din. Oke lah. Besok mbak nggak ke mana-mana, iya, kan, Mas?" tanyaku pada Mas Bima yang masih melirik Dinda di sampingnya. 

 

"Eh em iya, Dek. Atau kalau kamu mau main ke rumah Bella, aku bisa antar," jawab Mas Bima gugup. 

 

Bella? Ngapain Mas Bima tiba-tiba nawarin aku ke rumah Bella? Apa dia sengaja mau anter aku di sana, setelah itu dia bisa bebas antar jemput Dinda? Licik banget akalnya. 

 

"Kalau ke rumah Bella emangnya boleh, Mas?" tanyaku sedikit memancing kelicikannya.

 

"Boleh, dong, Dek. Nanti aku balik ke rumah. Biar kamu bebas main di sana, kalau sudah capek aku jemput lagi," ucap Mas Bima sambil mengangkat-angkat alisnya. 

 

Dugaanku tepat. Dia memang sengaja merencanakan ini semua agar bisa bebas bersama Dinda. Baguslah, aku ikuti permainannya. 

 

Dia mengantarku ke rumah Bella. Sampai sana aku akan pinjam motor Bella untuk mengikutinya. Yuki dan Yuka justru aman kalau kutinggal sebentar di rumahnya. Ada ibu, Fenny dan Sarena di rumah yang bisa kutitipi sebentar untuk menjaga si kembar.

 

Lagipula biasanya mereka sangat betah bermain bersama. Selain Sarena seumuran Yuki dan Yuka, mereka juga teman satu sekolah. 

 

"Gimana, Dek? Katanya kamu mau me time?" tanya Mas Bima tak sabar.

 

"Me time apa kan masih jagain anak-anak juga," tukasku cepat.

 

"Iya, sih. Tapi setidaknya kan aku bebaskan kamu main, Dek. Temu kangen sama Bella. Bisa ngerumpi banyak hal sama dia, kan?" Mas Bima terus membujuk. 

 

Mungkin dia pikir aku masih saja polos seperti dulu, nggak pernah berpikir macam-macam soal mereka. Tanpa dia tahu aku sedikit demi sedikit sudah mengumpulkan bukti perselingkuhannya. 

 

"Oke deh, Mas. Aku setuju. Lagipula aku juga mau ngobrol sesuatu yang penting sama Bella," ucapku kemudian. Kulirik Mas Bima dan Dinda tersenyum tipis sembari menghembuskan napas lega. 

"Nah gitu dong, Dek. Biar kamu nggak suntuk di rumah terus. Pergi paling cuma antar jemput si kembar saja ke sekolah. Iya, kan?" 

Aku hanya mengangguk pelan, kembali melangkah menuju kamar. Entah apa yang akan mereka rencanakan, yang pasti aku punya rencana sendiri untuk mengumpulkan banyak bukti. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Dasar suami laknat dan durjana
goodnovel comment avatar
Nunyelis
sudahkh sertifikat rumah diamankan dari bima.....!!!???
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   75 Bahagia (Tamat)

    Kehidupan baru yang membahagiakan itu benar-benar ada dan kini aku mulai merasakannya. Mas Denis selalu berusaha membuatku tersenyum dan tertawa. Cinta dengan segala keromantisan dan kekonyolannya membuatku merasa istimewa. Tak hanya aku, tapi juga dua gadis kembarku. Mereka tak hanya mencintaiku, tapi juga mencintai ayah sambungnya. Ketulusan Mas Denis menjadikan Yuki dan Yuka tumbuh menjadi gadis kecil yang ceria, cantik dan pintar. Mereka tak pernah kekurangan kasih sayang seorang ayah. Keduanya memiliki ayah kandung dan ayah sambung yang saling support. Tak ada lagi persaingan untuk saling menjatuhkan di antara mereka. Namun, kini dua laki-laki itu saling mendukung satu sama lain untuk kebaikan bersama. Tak hanya itu saja. Mas Bima juga berusaha menepati janjinya untuk berubah lebih baik. Dia ingin menjadi ayah yang baik untuk kedua anak kembarnya. Kini, dia sering datang ke rumah untuk bermain dan belajar bersama buah hatinya. Mas Bima bilang ingin mengganti waktu yang pernah

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   74 Saling Memaafkan

    Suasana rumah duka sudah cukup ramai saat keluarga kecilku datang. Mama yang memang sangat pengertian gegas mengajak dua gadis kembarku duduk tak jauh dari teras bersama pelayat lain. Wanita yang kini menjadi mama mertuaku itu memintaku dan Mas Denis untuk masuk ke rumah, melihat kondisi Mas Bima yang kupastikan shock berat. Ibu memang sering hipertensi bahkan gejala stroke, tapi aku tak menyangka jika secepat ini dia pergi. Kasih sayangnya sebagai mertuaku dulu masih terasa hingga detik ini. Ibu sangat menyayangiku. Bahkan setelah aku dan anak lelakinya sah bercerai pun kasih sayang ibu padaku dan kedua cucunya tak berubah justru semakin bertambah. Kepergian ibu selamanya tentu menyisipkan duka mendalam bagi Mas Bima. Tak ada lagi cinta dan perhatian dari sang ibu yang dulu selalu dia rasakan. Dinda sudah datang dan duduk di samping pembaringan ibu. Wajah wanita itu terlihat sangat damai mendapatkan siraman doa-doa dari pelayat. Mas Bima yang duduk bersebelahan dengan Dinda tampak

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   73 Kabar Duka

    "Apa yang terjadi, Din? Ada masalah apa?" Aku kembali bertanya saat melihat air matanya menetes seketika setelah menerima panggilan dari Mas Bima. "Ibu, Mbak. Ibu meninggal dunia," ujarnya dengan suara serak yang membuatku ikut shock. Ibu meninggal dunia, katanya. Mantan ibu mertuaku itu adalah mertua yang baik dan perhatian. Kasih sayangnya padaku dan anak-anak seolah tak pernah berubah meski aku dan Mas Bima tak lagi bersama. Ibu tak pernah menyalahkanku atas perselingkuhan anaknya. Dia bahkan sempat mendukung perpisahan dengan anak semata wayangnya jika memang kebersamaanku dengannya hanya menimbulkan luka. Berulang kali ibu minta maaf atas kesalahan Mas Bima. Ibu sempat merasa menjadi ibu yang gagal karena tak berhasil mendidik anak lelakinya untuk menjadi pemimpin yang baik bagi keluarganya. Ibu begitu bersedih saat akhirnya kuputuskan untuk menggugat cerai. Dia tak ingin kehilangan aku sebagai menantunya. Meski sudah ada Dinda sebagai penggantiku, tapi baginya akulah menan

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   72 Pertemuan Terencana

    Perjalanan cintaku dengan Mas Denis terlalu istimewa. Kini, aku mendapatkan madu dari semua kepahitan yang pernah kurasakan sebelumnya. Duka itu berusaha dia hapus dengan beragam tawa dan bahagia. Kelembutan dan perhatiannya benar-benar membuatku merasa istimewa. Dia menjadikanku seperti ratu, membuat hari-hariku semakin berwarna. Indah dan berwarna, tak kelabu seperti dulu. "Doakan aku bisa menjalani hidup ini lebih baik ya, Mbak. Aku juga ingin sepertimu yang mendapatkan cinta sejati. Rasanya lelah terus disakiti meski kutahu itu semua bagian dari ulahku sendiri. Namun, tak salah jika aku juga mengharapkan bahagia seperti perempuan lainnya bukan?" Dinda menatapku lekat. Sudut matanya basah. Adik angkatku itu kembali menemuiku di ujung senja, sebulan setelah pernikahanku dengan Mas Denis. Dia sengaja mengajakku makan bersama dan ngobrol empat mata. Berulang kali mengucap maaf atas segala kekhilafannya selama ini dan berjanji tak akan pernah mengusik hidupku lagi. "Bukannya kam

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   71 Honeymoon

    Pagi ini, semua sibuk dengan koper masing-masing karena kami akan liburan bersama ke villa Mas Riko di puncak. Si kembar begitu antusias dan riang mendengar kabar dariku sejak subuh tadi. Bik Marni dan mama pun ikut juga. Biarlah ini menjadi liburan bersama bukan hanya honeymoon berdua. Karena kebahagiaan mereka juga menjadi bahagiaku sendiri. Sepanjang jalan si kembar tak henti-hentinya bercanda dan bernyanyi. Mama pun terkadang mengikuti nyanyian mereka. Pun Bik Marni yang sering kali tertawa melihat kekonyolan si kembar.Mobil naik perlahan menuju puncak. Aku menikmati pemandangan kanan dan kiri yang masih rindang dengan pepohonan terlebih pohon karet. Semakin naik, udara semakin dingin. Sebelah kiri jalan banyak gubuk-gubuk yang menjajakan makanan ringan dan minuman, terutama es degan atau kelapa muda. Ada juga yang menjual kelapa bakar. Mas Denis mengendarai mobil dengan hati-hati karena jalanan cukup licin bekas hujan semalaman. Jika terburu-buru, bisa saja mobil oleng dan te

  • TOPENG SUAMI DAN ADIK ANGKATKU   70 Malam Pertama

    Malam ini dunia terasa berbeda. Ada dia yang kini berada di sampingku. Dia yang sedang menatapku lekat sembari membisikkan kata-kata cinta, membuatku semakin tersipu. Dia yang dulu pernah aku cinta hingga berakhir luka, kini kembali mendekapku dalam cinta seutuhnya. Cinta halal yang akan melukiskan pahala saat menikmatinya. Tak ada lagi orang-orang yang bisa memisahkan kecuali DIA."I love you," ucapnya dengan tatapan mata penuh cinta dan bahagia. "Love you too, Mas," balasku dengan wajah berbinar. Aku dan Mas Denis saling melempar senyum. Laki-laki yang kini sah menjadi suamiku itu mengecup pipi dan keningku beberapa kali. Dibelainya rambut panjangku. Rambut yang biasanya kututup rapat saat di luar kamar. Kini kubiarkan terurai. Aku menikmati malamku dengan bahagia bersamanya.Hujan rintik-rintik di luar kamar membuat malam semakin syahdu. Aku dan dia saling bercerita tentang apa saja hingga saat-saat paling buruk dalam hidupku. "Saat aku kamu tinggalkan begitu saja tanpa alasan,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status