"Kirain cuma main ke Cafe atau gramedia," ucap Gara tak habis pikir dengan tempat yang dituju adiknya. Memang sih mereka ada di Bandung, tetapi jarak antara rumah mereka dengan Situ Cisanti cukup jauh, bahkan perjalanannya bisa menempuh waktu sekitar 4 jam. Kalau tau begini, dia pasti akan menyuruh pengawal untuk memantau Caca.
"Samperin gak?" Tanya Arga setelah cukup lama.
"Kayaknya gak usah deh, kalo ada apa-apa Caca juga bisa langsung pencet gelangnya," jawab Gara saat teringat gelang tanda bahaya yang dipakai Caca.
Saat merasa terancam adiknya bisa langsung memencet tombol kecil yang ada di gelangnya setelah itu akan ada pengawal yang jumlahnya puluhan bahkan terkadang ratusan datang membantunya, mereka sudah disiapkan oleh kakak pertamanya. Gelang itu sebenarnya memiliki bentuk seperti gelang pada umumnya sehingga musuh tidak akan tau fungsinya.
"Hmm ... Yaudah," balas Arga mengambil ponselnya kemudian kembali ketempat semula.
***
Caca memandang danau di depannya sembari tersenyum, moodnya sudah membaik sejak datang ketempat ini.
"Caca! Gue bawain stoberi kesukaan lo." Naya melompat-lompat kecil menghampirinya, gadis itu terlihat seperti anak kecil yang baru mendapat mainan baru padahal sebenarnya dia yang tertua kedua setelah Freya.
Caca tersenyum senang dengan mata berbinar ketika mendapat sekantong stroberi, buah paling enak menurutnya.
"Makasih Kak Nay, ini buat gue semua?" Tanya Caca melirik Naya sebentar kemudian kembali menatap buah stroberi.
Naya mengangguk, "Iya, dibeliin Freya tadi."
Freya menghampiri mereka dan menarik sedikit ujung rambut Naya dengan kesal, sedangkan Kiara hanya tertawa pelan melihatnya, dia duduk di samping Caca dan menggigit apel yang baru saja dibeli.
"Makasih Kak Fey," ucap Caca.
Alih-alih Fey, justru Kiara yang menjawab, "Tenang aja Ca, uang Fey kan banyak. Gak bakal habis kalo cuma beli stroberi sekantong."
Fey semakin bertambah kesal.
"Kalo cuma beliin stroberi buat Caca mah iya gak bakal habis. Lah, tapi kalo sama lo sama Naya bisa langsung miskin gue!" Sahut Fey sinis.
Naya dan Kiara cekikikan mendengarnya. Tidak lama kemudian, manager serta fotografer mereka datang bergabung, kini mereka menikmati indah dan damainya pemandangan di Situ Cisanti.
Caca mengamati ponselnya, ada satu pesan dari abangnya.
[Pulang jam berapa?] Bunyi pesan tersebut.
[Gak tau, kayaknya malem baru sampe rumah,] balas Caca.
"Siapa Ca?" Tanya Naya kepo, manusia satu ini memang sangat berbeda diantara teman-temannya yang lain.
"Abang gue," kata Caca langsung menyembunyikan ponselnya.
"Mau lihat dong, lo kan cantik nih pasti abang lo ganteng," sahut Kiara dan disambut anggukan Fey dan Naya.
"Gantengnya gak manusiawi sih, tapi gak bakal gue lihatin ke kalian deh."
"Kenapa? Mereka cantik-cantik loh Ca," sahut manager mereka yang bernama Diana.
Caca menggeleng, "Meskipun cantik, mereka ini suka mainin cowok, yang satu punya banyak pacar, satunya punya banyak mantan pacar dan satunya lagi punya banyak mantan gebetan."
"Kata siapa Ca, gue gak pernah pacaran loh," ucap Kiara tidak terima.
"Iya Ca, pacar gue juga cuma ada lima," sahut Naya.
"Lah, mantan gue cuma ada dua puluh lima kok," kata Fey.
Caca memasang muka marah dan berdecak kesal.
"Kak Kia, lo emang gak pernah pacaran tapi gebetan lo segudang. Kak Nay juga, pacar lima itu banyak, jadi orang setia dikit kek. Kak Fey, mantan dua puluh lima itu banyak banget tau."
"Mana ikhlas gue numbalin abang sendiri ke cewek-cewek macam kalian ini," lanjut Caca membuat Diana dan fotografer yang bernama Tio terkekeh.
"Yah ... ayo dong Ca kenalin, gue janji deh pacar gue yang lain nanti gue putusin," kata Naya mengangkat jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.
"Gue juga janji, gak bakal deket sama cowok lain," ucap Kiara.
"Eh enak aja, abangnya Caca cuma buat gue ya." Naya memelototi Kiara.
"Kalo abangnya Caca maunya sama gue gimana?" Balas Kiara tak mau kalah.
"Dih, PD banget lo," kata Naya.
Naya dan Kiara terus saja berdebat, berbeda dengan Fey yang lebih memilih menjadi penonton, meskipun sedikit tomboi tapi dia mirip dengan Caca yang memiliki daya tarik tersendiri hingga membuat banyak laki-laki menyukainya.
"Udah-udah, abang gue sebenernya ada tiga tapi yang satu udah punya pacar," kata Caca yang sudah tidak tahan mendengar kedua temannya terus berdebat.
"Wah pas itu," ujar Naya dengan mata berbinar penuh harap.
Dio berjalan tergesa bersama mantan calon besannya, yaitu Hansa dan Hesti.Setelah bertanya pada resepsionis, mereka langsung menuju ruangan dimana Dafa dan yang lain berada.Kriet ....Orang yang didalam seketika menoleh.Dio langsung mendekati anaknya. Pergelangan tangan Dafa yang tadi sempat tergores pisau kini sudah diperban, juga beberapa luka goresan lain sudah diobati. Disebelahnya ada Caca yang dahi dan tangannya yang sempat terluka tadi telah diobati."Maafin Ayah," ucap Dio dengan nada penyesalan.Dafa diam, rasanya dia masih kesal dengan laki-laki yang selama ini menjadi penutannya."Ayah lagi ngomong tuh lho, kok nggak dijawab sih," omel Caca membuat Dafa menjawab dengan malas-malasan."Iya.""Perjodohannya batal sesuai keinginan kamu," kata Dio lagi.Gara yang duduk disebelah Kiara menyimak semua omongan Dio dengan perasaan tak menentu. Senang karena akhirnya gadis pujaannya batal dijodohkan, bi
Tin ... tin ....Perempuan dengan kaos putih dipadukan rok span dan flat shoes yang hendak berlari menyeberang jalan segera menghindar, namun sayangnya terlambat. Meski tidak tertabrak, namun tubuhnya tetap terserempet mobil a*anza yang hendak melintas."Aww ...!" Pekik Caca."Woy! Hati-hati dong kalau nyeberang, gue nggak siap masuk penjara tau," ketus supir mobil yang ternyata seorang perempuan muda.Walau tubuhnya lecet-lecet dan sakit, perlahan Caca berdiri dan meminta maaf hingga pengendara tersebut kembali melajukan mobilnya menjauh.Sebenarnya jarak antara kafe dan rumahnya tidak terlalu jauh, namun entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Caca berlari sudah cukup lama tapi tidak sampai juga.Dia terus berlari dengan tertatih-tatih, tanpa memperdulikan jidat dan tangan yang sempat tergores batu dan mengeluarkan darah.Sekitar 10 menit barulah perempuan itu sampai, dia segera menuju kamar Dafa."Daf!" Serunya sa
Hari ini Dafa kembali mengurung diri di dalam kamar. Berkali-kali Fenti memanggilnya namun tidak ada sahutan, wanita itu jelas khawatir dan berpikiran yang tidak-tidak. Bagaimana kalau anaknya nekat melakukan hal buruk?"Udahlah, Bun, biarin aja. Nanti juga keluar sendiri," ucap Dio yang jengah dengan sikap anaknya yang menurutnya sangat pembangkang dan gampang marah."Ini udah sore dan Dafa belum keluar juga, tapi kamu tenang-tenang aja!" Bentak Fenti yang tersulut emosi.Suaminya ini kenapa tidak khawatir sama sekali, padahal Dafa adalah anak tunggal mereka.Dio berdecak, bukannya tidak khawatir. Dia hanya tidak ingin memanjakan Dafa, apa salah kalau dia ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya itu?"Coba kamu diemin, nanti juga juga bakal keluar sendiri kalau udah lapar.""Kalau segampang itu aku nggak akan sekhawatir ini, tapi coba kamu ingat, kemarin-kemarin bahkan Dafa betah nggak keluar selama seminggu.""Daf, ayo buka
Berkali-kali Dafa melirik ayahnya yang duduk di depannya."Ayah tadi udah bicara sama Caca supaya menjauh dari kamu," celetuk Dio membuat anaknya seketika mengangkat wajah dengan netra melebar."Maksud Ayah?""Ayah minta kamu juga menjauh, jaga perasaan calon istrimu."Calon istri? Ketemu saja belum. Dafa benar-benar tak habis pikir kenapa ayahnya sekarang jadi suka mengatur seperti ini."Ayah bisa nggak sih kalau mau bikin keputusan tuh ngomong dulu? Apa yang Ayah putuskan belum tentu aku mau," balas Dafa dengan kesal.Dio melepas kaca mata bacanya lalu menatap sang anak."Pendapat kamu itu nggak penting. Kalau kamu nggak setuju maka siap-siap Ayah kirim ke Singapura untuk melanjutkan pendidikan."Dafa menggenggam sendok dengan erat."Aku bukan anak kecil lagi, aku bisa menentukan pilihanku sendiri. Yang akan menjalani rumah tangga itu aku, kalau kayak gini kenapa nggak Ayah aja yang nikahin dia!""Dafa!" S
[Ini terakhir, Ca. Aku bakalan dijodohin nggak tau sama siapa, mungkin setelah ini kita nggak bisa ketemu lagi]Caca kembali membaca pesan itu dengan tangan gemetar. Apa ini? Apa Dafa sudah lelah membujuknya hingga menerima saat dijodohkan dengan perempuan yang bahkan belum dikenal?Bergegas perempuan itu keluar dari kamar dan berlari menuju rumah pohon. Untung saja dia sudah berganti pakaian dan sempat mencepol asal rambutnya."Daf!" Serunya ketika baru masuk ke rumah pohon.Lelaki di pojok sana menoleh dengan pandangan sendu. Rambut gondrongnya acak-acakan, Caca menggeleng pelan, penampilan Dafa kali ini benar-benar tak terurus.Perempuan itu mendekat lalu duduk di samping Dafa yang sedari tadi menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Merasa tak tega, Caca langsung memeluknya."Ca ... aku nggak mau dijodohin, bertahun-tahun aku nunggu kamu. Aku cuma mau kamu ...," kata Dafa sambil terisak.Caca dapat merasakan kalau pundaknya pun
3 tahun telah berlalu.Banyak hal yang sudah terjadi, termasuk Devan yang menikah dengan Lily satu tahun setelah kedatangan Caca ke Korea.Kini, Caca kembali ke Indonesia untuk menghadiri pernikahan Arga. Apa kalian tau lelaki itu akan menikah dengan siapa?Yap, dengan Fey! Salah satu teman dekatnya.Tidak kaget sih, sejak dulu juga Caca sudah menebak hal ini akan terjadi. Naya sendiri sudah menikah paling awal, tepatnya 1 tahun yang lalu. Yang tidak disangka-sangka ternyata dia menikah dengan Rendi, laki-laki yang dulu perempuan itu anggap sebagai mantan paling menyebalkan."Duh, calon adik ipar cantik banget. Sayangnya masih jomblo," goda Fey yang duduk di depan meja rias.Perempuan itu tampak sangat menawan dalam balutan kebaya putih, sedangkan Caca pun terlihat tak kalah cantik dengan pakaian bridesmaid berwarna dusty blue.Daripada hadir bersama keluarganya, dia justru memilih menemani Fey."Yaelah, Kak. Masih