Share

Operasi Plastik

“Operasi plastik. Apa kamu gila!” teriak Leo sambil mondar mandir  di depan Mira. Nafasnya bergerak cepat, dadanya kembang kempis, naik turun, wajahnya memerah. Dia benar- benar tidak terima, merasa terhina, namun tidak bisa membalas.

“Sabar, Leo. Nenekku memang seperti itu. Segala perkataannya, sangat sulit untuk dipatahkan.” 

“Kalau aku mau, dari dulu sudah aku lakukan.” Leo masih saja tersulut emosi.

“Kalau boleh tahu. Kenapa dari dulu, tidak kamu lakukan?” tanya Mira dengan hati-hati, berharap kekasihnya itu tidak semakin emosi.

Leo kemudian duduk di sebelah Mira. Kepalanya mulai dingin. “Mamaku adalah orang yang paling tidak menginginkan itu. Dia selalu berkata kepadaku kalau tompelku adalah jimat keberuntungannya. Sebenarnya aku sendiri tidak paham maksudnya,” kata Leo. Bibirnya bisa sedikit tersenyum jika mengingat perkataan mamanya saat itu.

“Mama berkata tompel ini adalah anugerah dari sang pencipta untukku, agar aku selalu menjadi orang yang rendah hati. Sebenarnya, wajahku sangat tampan jika tidak ada tompel. Kamu percaya ‘kan, Mir?”

“Benarkah? Eh ... Iya, benar itu,” jawab Mira takut salah bicara.

“Mira ... “ Leo membelalakkan matanya menanggapi jawaban Mira.

“Benar itu ... Pacar Mira ini, paling tampan sedunia, walaupun ada tompel di wajahnya,” ucap Mira berusaha memperbaiki suasana, sambil menyentuh wajah Leo dengan lembut menggunakan ujung jarinya.

Leo menarik tangan Mira, dan mendekatkan wajahnya, hingga bibir mereka bertemu. Sepasang kekasih ini, berada dalam kenikmatan sambil menutup mata. Namun, Mira tersadar, didorongnya tubuh Leo. “Sudah Leo ... nanti ketahuan Mama dan Papa.” Pipi Mira memerah, dia tersenyum malu. Memang saat itu, mereka berada di rumah Leo. Mira naik motor menuju ke sana tanpa sepengetahuan Neneknya.

Leo tersenyum memandangi wajah Mira, kemudian wajahnya berubah masam lagi ketika mengingat perkataan Nenek Mira. “Aku harus melakukan apa, sekarang?” Wajah Leo menunduk lesu.

Mira memberanikan diri memegang tangan Leo. “Jangan tersinggung, ya! Coba kamu cari tahu dulu, apakah ada bedah plastik yang bisa pulih dalam waktu dua minggu?”

Leo mengernyitkan dahinya, dia sudah tersinggung dengan perkataan Mira.

“Aku ‘kan sudah berkata jangan tersinggung.” Mira mengulangi perkataannya lagi agar Leo tidak emosi, sambil sedikit mengangkat kedua tangannya.

“Baiklah. Demi cinta, apapun yang kamu minta, akan aku lakukan,” jawab Leo berapi-api penuh perasaan. Mira menjadi tersipu malu, saat mendengarnya.

Hari menjelang sore, Mira akhirnya pulang. Segera Leo pergi ke kota sendirian. Dia datang ke salah satu rumah sakit terbesar di sana, ingin bertemu dengan seorang ahli bedah plastik, untuk sekedar bertanya-tanya seputar operasi plastik tompelnya. 

Setelah merasa cukup mendapat informasi yang diinginkan, Leo kemudian menelepon Mira.

“Hallo, Mir.”

“Iya, Leo. Apakah kamu sudah mendapat informasi tentang operasi plastik? Cepatlah bercerita!” tanya Mira tidak sabar.

“Iya, Mir. Kata ahli bedah plastiknya, tompel ini memang bisa hilang. Namun pemulihannya, membutuhkan waktu selama 3 bulan. Bukankah reuni saudara Nenek, dua minggu lagi, ya?” tanya Leo di ujung sana.

“Wah ... kalau kamu jadi operasi plastik, wajahmu masih tertutup perban saat datang ke reuni itu. Nanti Nenek ketakutan, karena dipikir tamunya adalah mumi,” kata Mira sambil melepas tawanya.

“Mira, ini serius. Kenapa tertawa? Apa kamu senang kalau itu terjadi?” tanya Leo menahan marah.

“Iya- iya, maaf.” Mira masih saja tertawa namun tidak bersuara karena masih membayangkan Leo dengan wajah penuh perban.

“Baiklah kalau begitu. Kita bicarakan ini nanti. Aku harus segera pulang, hari sudah menjelang malam.” Leo menutup telepon selulernya.

Selama perjalan pulang, Leo memutar kepala. Mencari ide bagaimana cara menghadiri reuni itu dengan berwajah tampan tanpa tompel? Seperti permintaan Nenek Mira.

Tiba-tiba dia teringat sesuatu, segera dia menepikan mobilnya dan menghubungi seseorang yang telah dikenalnya, berharap temannya itu bisa membantunya.

***

Dua minggu kemudian di rumah Mira. Semuanya sibuk menata dan menyulap ruang tamu dan teras menjadi tempat reuni yang mewah. Katering ternama dan juga dekor ruangan tidak lupa dipesan oleh Nenek, menjadikan suasana reuni, seperti acara pernikahan saja.

Nenek benar-benar berdandan maksimal malam itu, riasannya hasil dari salon terkenal di kota. Dia sendiri yang menyewa mobil dan meluncur ke sana. Pakaian Nenek sudah disiapkan oleh penjahit, jauh hari sebelum acara reuni ini diadakan. Begitu juga dengan sepatu yang dikenakannya.

Mira, cucu kesayangannya tidak luput dari perhatiannya. Gadis manis itu sudah dibelikan gaun, sepatu dan asesoris lengkap. Riasannya ‘pun berasal dari salon ternama tempat Nenek dirias. Mira tampak sangat cantik dan anggun, bahkan kedua orang tuanya sendiri, hampir tidak mengenalinya. 

Gadis manis itu bagaikan seorang putri, sedangkan Nenek adalah ratunya. Tidak ada yang bisa menandingi pesona mereka berdua di acara reuni itu.

Saudara Nenek datang silih berganti. Nenek selalu memperkenalkan Mira dengan bangga. “Perkenalkan, ini cucu kesayanganku yang paling cantik. Mira namanya,” kata Nenek kepada setiap tamunya.

Mira memberikan senyuman manisnya, sesuai perintah Nenek. Itu membuat setiap lelaki yang diperkenalkan kepadanya, selalu semakin terpesona melihatnya. Bahkan, ada beberapa saudara yang berkumpul membicarakan kecantikan Mira malam itu. Bapak dan Ibu cemas menyaksikannya, karena tahu betul kalau Mira telah dijodohkan oleh Leo. Namun, apa daya, perintah Nenek sulit untuk ditumbangkan, bahkan oleh anaknya sendiri.

Tiba-tiba, datanglah seorang laki-laki bertubuh tinggi, berjalan dengan sangat gagah, berpenampilan sangat memikat dan berwajah rupawan, menghampiri Mira dan Neneknya. 

Sejak pandangan pertama, Nenek sudah merasa takjub dengan ketampanan lelaki itu, bahkan membuat mulutnya termenganga.

Nenek kemudian tersadar. Dia akhirnya memperkenalkan Mira kepada lelaki misterius menawan itu. “Oh ... Perkenalkan. Ini cucu kesayanganku yang paling cantik, namanya-“

“Mira ... “ kata lelaki itu memutus perkataan Nenek.

Nenek terperanjat mengetahui kalau lelaki itu mengenal Mira lebih dahulu. Namun, hatinya senang karena lelaki yang ditunggu-tunggu untuk cucunya telah datang. Dia juga sudah menilai penampilan lelaki itu. “Sepertinya dia orang kaya,” batin Nenek.

Mira yang berada di sebelah Nenek ikut terperanjat mendengar namanya disebut, perasaan dan telinganya mengatakan kalau dia sangat mengenal orang tersebut, tapi siapa dan dimana? Mira belum tahu jawabannya.

Lelaki itu akhirnya berdiri tepat di hadapan Mira. Gadis manis itu mengamati lelaki itu dari ujung kaki hingga kepalanya, berharap mengenalnya. 

Kemudian lelaki misterius menawan itu mengedipkan salah satu matanya kepada Mira. “Sebentar ... aku sepertinya mengenal mata itu, tapi siapa ya? Mengapa tiba-tiba otakku tidak bisa diajak bekerjasama dengan cepat sekarang?” gumam Mira dalam hati, merasa geregetan dengan dirinya sendiri.

Mira akhirnya menyerah. Dia kemudian memberanikan diri untuk bertanya kepada lelaki itu. “Maaf ... anda siapa, ya?” tanya Mira penasaran.

“Apa kamu benar-benar tidak mengenaliku,” kata lelaki itu.

Mira menggelengkan kepala sebagai jawaban kepada lelaki misterius menawan itu.

“Aku ... Leo,” jawab lelaki itu.

Mira menutup mulutnya dengan kedua tangan, merasa tidak percaya dengan penglihatannya. Dia kembali melihat Leo dari bawah ke atas, kemudian berhenti pada wajahnya. “Tompel ... kemana tompelnya?” batin Mira.

“Apakah dia baru saja dari penyihir atau pesulap, yang bisa merubah wajah dalam hitungan detik? Atau bertemu Ibu Peri seperti di dongeng yang pernah kudengar, kemudian saat pukul dua belas tepat, semua berubah seperti sedia kala.” Pikiran Mira tiba-tiba melayang, terbang kemana-mana.

Leo menjentikkan tangannya di depan wajah Mira, membuat gadis manis itu tersadar dari lamunannya. Segera tangan Leo ditarik oleh Mira, dia mengajak kekasihnya itu berbicara di tempat yang tidak didengar oleh siapapun.

“Bagaimana caranya kamu bisa melakukan semua ini? Wajahmu betul-betul tampan, tompelnya menghilang. Aku sampai sulit mengenalinya tadi,” tanya Mira penasaran.

Gadis manis itu, ingin menyentuh wajah Leo yang telah berubah menjadi tampan, dengan ujung jarinya. Namun, Leo menghentikannya. “Jangan! Kamu tidak boleh menyentuh wajahku dulu. Nanti aku akan bercerita bagaimana semua ini bisa terjadi.”

Mira kemudian menganggukkan kepalanya, memahami maksud perkataan Leo.

Leo kemudian menyentuh wajah Mira dengan salah satu tangannya. “Sepertinya, kamu sangat bahagia karena menjadi primadona di pesta reuni ini. Semua mata tertuju kepadamu,” kata Leo dengan wajah cemberut.

“Aku hanya menuruti keinginan Nenek, kumohon janganlah cemburu! Hatiku hanya untukmu Leo,” ucap Mira berusaha menenangkan hati kekasihnya itu.

“Lihat saja. Setelah kita bertemu Nenek, aku akan memperkenalkan diri sebagai kekasihmu. Mereka yang menggilaimu akan gigit jari.” Leo masih saja tersulut api cemburu.

“Sekarang, perkenalkan aku kepada Nenekmu!” pinta Leo kepada Mira.

“Baiklah,” jawab Mira. Mereka berdua kemudian berjalan bersama menuju Nenek berada. 

Akhirnya Leo dan Mira berada tepat di sebelah Nenek. Gadis manis itu kemudian berkata, “Nenek, perkenalkan.“

Nenek menjulurkan tangan kanannya kepada Leo, tangan itu kemudian diterima oleh Leo dengan sopan.

“Saya ... Leo.”

“Apa?” kata Nenek tidak percaya, matanya membulat saat melihat Leo dari atas ke bawah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status