Hari adalah hari keberangkatan Zeta kekota, sekarang ia tengah bersiap-siap. Perempuan itu melihat ulang barang bawaanya, dan untuk rumahnya nanti akan dihuni oleh beberapa orang yang memang tak punya rumah atau rumahnya tak layak huni, dengan begitu rumahnya tak akan kosong dan ia bisa berbuat baik.
Ketimbang rumahnya dibiarkan kosong tak terawat nantinya ia sendiri yang rugi dan untuk kamar kedua orangtuanya tetap ia biarkan seperti itu dan tak ada yang boleh menempatinya, entahlah dia hanya ingin suasana didalamnya seperti dulu.
Bahkan orang yang akan menempati rumahnya sampai sujud syukur di kakinya, Zeta pun tersenyum ia berfikir semua nikmat didunia ini hanya titipan Tuhan yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh pemiliknya. Selagi kita bisa membantu, bantulah mereka yang kesusahan tenang saja harta mu tak akan habis.
"Apa yah yang belum." Zeta mengecek barang bawaannya, ia membawa barang cukup banyak dikarenakan ia akan lama disana atau mungkin selamanya?!.
Perempuan berlesung pipi itu membawa 1 koper besar yang isinya baju dan lainnya, ia juga membawa tas yang isinya dompet, HP dan barang-barang kecil lainya. Zeta masih mempunyai tabungan sendiri, nanti uang hasil penjualan tanah dan toko ia akan gunakan nanti setelah tabungannya habis.
Tabungan Zeta lumayan banyak sekitar ada 75 juta, itupun sudah ia buat beli tiket pesawat. Perempuan berlesung pipi itu bisa mempunyai uang segitu sebab dulu sewaktu kuliah ia mengajar les privat dan 1 kali pertemuan ia biasa dibayar 50ribu per anak, sedangkan ia mengajar lebih dari 10 anak setiap 1 minggu 3 kali. Kenapa bisa mahal karena jika Zeta yang mengajar anak-anak akan lebih mudah memahami materinya dan hanya beberapa kali pertemuan, muridnya sudah pintar.
Zeta pun sudah bisa membeli keperluannya sendiri pakai uang hasil ngajar, dulu ia memang murid pintar dan jadi langganan juara umum waktu sekolah dan entah mengapa kuliah ia tidak bisa mendapatkan beasiswa dijurusan impiannya.
Bisa saja Zeta mengambil jurusan lain supaya mendapatkan beasiswa, namun menjadi psikolog adalah impiannya sedari kecil dan makanannya sekarang ia memasuki kuliah swasta dan untungnya papa dan mamanya mendukung keputusanyam.
"ATM nya aku taruh mana yah." Zeta berfikir dimana letak yang aman untuk menaruh HPnya.
"HAII ZETAAA." Perempuan berlesung pipi itu dikagetkan dengan suara teriakan, bisa ia tebak teman-temannya sudah datang untuk mengantarkannya kebandara, oh iya rumah ini akan di tempati mulai besok.
"Kalian ngagetin aku tau ngak," ujar Zeta kesal sedangkan sang pelaku hanya cengegesan.
"Aku bingung mau taruh ATM nya dimana takutnya hilang atau jatuh gitu," curhatnya.
"Kamu kan pakai tas gendong jadinya aman, nanti kamu taruh aja dibagai tas yang paling kecil," Lisa memberi saran.
Perempuan berlesung pipi itu pun mengikuti saran Lisa, ia memasukkan ATMnya kedalam tas paling kecil sedangkan dompetnya ia taruh uang cash kurang lebih sebanyak 5 juta semoga itu cukup buat diperjalanan.
"Kamu berangkat kapan?" tanya Bia.
Zeta menjawab. "Sekarang aja,1 jam lagi pesawatnya terbang."
"Yuk berangkat, biar nanti dimobil bisa ngobrol-ngobrol santai," ujar Ais.
"Bener tuh, dan kamu udah bawa air mineral kan?" tanya Lisa kepada Zeta.
"Udah kok," jawabnyq, teman-temannya selalu mewanti-wanti dirinya untuk selalu membawa minuman dikarenakan Zeta tak bisa menahan haus terlalu lama.
Mereka pun membantu memasukkan barang Zeta ke dalam bagasi mobil milik Bia, mereka akan mengantarkan ia sampai di bandara. Mereka sedih karena ini pertemuan terakhir mereka disini. Mereka hanya berharap yang terbaik buat Zeta kedepannya, intinya mereka akan terus berdoa untuk keselamatan dia.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit sampalah mereka di bandara, Ais pun membantu mengeluarkan koper Zeta dari bagasi.
"Makasih Ais," ujar Zeta.
Ais menjawab, "Sama-sama."
"Hati-hati yah Zeta," pesan Lisa dan diangguki oleh Zeta.
"Jangan telat makan terus yang penting HP selalu aktif!!" Kini giliran Bea dan Bia yang memberikan Zeta pesan.
"Aku inget kok semua pesan kalian, kalian juga jaga selalu jaga diri jangan jajan cilok pedes lagi sepulang kuliah," balas Zeta, memang dirinya dan yang lain jika sehabis pulang kuliah selalu jajan cilok dan malamnya pasti mereka diare dan Video Call sambil nangis-nangis nyalahin ciloknya.
Bea menyengir kuda. "Sekali-kali ngak papa Ze."
Zeta memutar bola matanya malas. "Nanti kalau sakit perut jangan Video Call tengah malam." Teman-temannya hanya terkikik geli.
"Jaga kesehatan kalau ada apa apa hubungi kita hiks hiks aku belumm siap jauh dari kamu hiks hiks." air mata yang Ais tahan jatuh begitu saja membuat yang lain makin sedih karena terbawa suasana.
"Jangan nangis, udah gede malu taukk," ejek Zeta supaya mereka berhenti menangis.
"Zeta kamu mah hiks hiks gitu," ujar Ais sesenggukan.
"Ada yang ketingalan ngak barang-barang kamu Ze?" tanya Lisa.
"Semuanya lengkap kok, dompet, powerbank, HP sama headset juga udah masuk ke tas," jawab perempuan berlesung pipi itu.
"Kalian pantau terus rumah aku yah, takutnya orang-orang yang huni rumah aku kesusahan nanti kalian bantu yah," pesan Zeta.
"Pasti Ze, kita akan membantu mereka dan rencananya kita juga akan mencarikan pekerjaan supaya mereka punya penghasilan," jelas Lisa yang diangguki oleh Ais, Bea dan Bia.
"Terimakasih," ujar Zeta tulus.
"Sama-sama Zeta," balas mereka serempak.
"Aku masuk pesawat dulu yah," pamit Zeta memeluk mereka satu persatu.
"Bye semua, semoga kita bisa bertemu lain waktu." Zeta menyeret kopernya dan mulai menjauh dari tempat teman-temannya.
"ZETA TUNGGU KITA DISANA YAHH, JANGAN LUPAKIN KITA POKOKNYA!!" teriak Bia kala Zeta mulai menjauh.
Zeta pun mendengar teriakan Bia, ia sengaja tak menoleh karena air matanya sudah menetes. Buru-buru ia menghapus air matanya, kenangan bersama mereka akan Zeta simpan rapat-rapat di memorinya.
Semoga saja impian mereka bisa terwujud, mereka kuliah beda jurusan kalau Zeta dan Lisa jurusan psikologi, Ais jurusan Farmasi sedangkan Bia dan Bea jurusan kedokteran. Mereka mengenal satu sama lain sejak Zeta pindah ke desa dan memutuskan untuk ikut dia kuliah di swasta, mereka memang berasal dari orang berada.
"Selamat tinggal Desa, Selamat Datang Jakarta. Semoga aku bisa menemukan segala jawaban atas pertanyaanku selama ini. Semoga kedepannya aku bisa menjalani hari-hari seorang diri, Byee Lisa, Ais, Bia, Bea aku tunggu kalian ke Jakarta setelah lulus kuliah. Semoga cita-cita kalian tercapai," ujar Zeta dalam hati lalu memasuki pesawat.
Dipesawat Zeta hanya tidur supaya tidak menangis, jikalau ia tetap berdiam diri pasti ia akan menangis. Jujur saja meningalkan desa adalah keputusan paling berat dihidupannya.
Kehidupan Zeta yang sebenarnya akan segera dimulai, ia pun akan memulai kehidupan barunya. Kehidupan dikota Jakarta yang luas dan dirinya akan selalu berdoa supaya diberi kelancaran dalam melakukan segala hal.
"Mama mana sepatu kakak?""Mama? Mana koas kaki Syika? Syika mau berangkat sekolah mama, nanti telat.""Sayang kamu ke mana? Ke sini dong, jangan di kamar twins terus, bantuin aku pakai dasi dong."1 minggu berlalu setelah pernikahan Zeta dan Albi, beginilah kegiatan Zeta setiap paginya. Suara twins dan Albi yang saling bersahutan, kamarnya dengan twins bersebelahan. Jadi jika satu teriak semuanya terdengar, Zeta harus bolak-balik ke kamar Albi dan twins karena mereka terus saja memanggilnya.Saat ini Zeta berada di kamar twins, hari ini mereka kembali bersekolah setelah 1 minggu ambil cuti. Ia memakaikan mereka sepatu dan merapikan rambut mereka. Bahkan ia tak peduli dengan teriakan Albi yang terus memanggilnya, twins lebih penting dari apapun. Biarlah Albi marah-marah karena dirinya tak kunjung ke kamar."Kalian udah selesai, udah wangi, udah pakai sepatu. Ada lagi
3 bulan berlalu, hari ini adalah hari di mana Zeta dan Albi menikah. Mereka berdiri di atas panggung menyaksikan para tamu undangan, Zeta cukup cantik dengan dress berwarna putih yang memperlihatkan lengan putihnya. Di tangan Zeta sudah ada bunga Lily, yang mana itu merupakan bunga kesukaannya. Bisa dibilang dekorasi di sini sangat indah dan mewah.Dipenuhi dengan bunga Lily yang harganya tak main-main, Zeta sudah resmi menjadi istri Albi. Sementara Albi sendiri terpesona melihat kecantikan Zeta. Istrinya itu menjadi pusat perhatian semua orang, teman-teman Zeta pun semuanya hadir di sini dan mereka telah menikmati hidangan yang telah disediakan."Twins di mana?" tanya Zeta sembari melihat ke arah Albi."Dia bersama dengan Cakra, di sini banyak sekali kue, coklat, dan es krim. Itu semua kesukaan twins, mana mungkin mereka tak pergi makan ke sana," sahut Albi malas. Zeta tertawa kecil, karena dirinya lah
Zeta berjalan di lorong rumah sakit bersama dengan Albi, mereka akan pergi menuju ke ruang rawat Hilda. Di tangan Zeta sudah ada parsel buah, ia tak sabar bertemu dengan Hilda. Karena sudah lama sekali ia tak bertemu dengan Hilda. Sesampainya di depan pintu, mereka pun masuk ke dalam.Namun anehnya pintu dikunci dari luar, di sini juga sepi karena bodyguard Albi sudah tak lagi berjaga di depan sini. Lantas Zeta pun menghubungi perawat yang biasanya menjaga Hilda di sini, ia pun menyuruh perawat itu datang ke sini. Tak butuh waktu lama perawat itu datang dan langsung menghampiri dirinya."Mengapa ruangan ini di kunci dari luar? Di mana keberadaan Hilda? Dia baik-baik saja bukan?" tanya Zeta beruntun."Apakah anda tidak tau kabar tentang pasien yang sebelumnya menempati ruangan ini?"Dengan kompak Zeta dan Albi menggeleng. "Apa yang terjadi? Tidak ada sesuatu buruk 'kan?" tanya Zeta y
Zeta berada di sebuah taman bersama dengan Albi, mereka hanya berdua di sini menghabiskan waktu setelah kejadian yang menguras air mata. Twins sendiri sengaja tidak mereka ajak, karena mereka ingin di sini berdua saja. Di depan mereka sudah ada danau yang sangat indah, mereka berdiri berjejer.Tiba-tiba saja ada bodyguard Albi yang datang menghampiri mereka berdua dengan tergesa-gesa. Tentu saja hal itu membuat Albi dan Zeta terkejut, mereka berbalik badan dan menatap 1 bodyguard yang baru saja datang itu. Dia tampak mengatur nafasnya terengah-engah."Ada apa?" tanya Albi."Ada wanita tua yang memaksa ingin bertemu dengan nona Zeta."Merasa namanya dipanggil membuat alis Zeta berkerut. "Siapa yang mencari saya?" tanyanya."Saya tidak tak pasti siapa namanya, dia mengaku sebagai nenek anda. Apakah anda memiliki seorang nenek di sini?""
Hari ini Zeta sudah diperbolehkan untuk pulang, keadaannya sudah stabil. Zeta sendiri tengah duduk dan menyaksikan Zio memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Ia di rawat 1 minggu, dan 3 hari lalu ia terakhir bertemu dengan Albi. Sebenarnya Albi masih ada di rumah sakit, tapi Zio melarang dirinya untuk bertemu dengan Albi sampai dirinya benar-benar sembuh.Jadi sekarang ia baru bisa melihat keadaan Albi, tentu saja bersama dengan Zio. Tak lama kemudian Zio sudah selesai memasukkan barang-barangnya dan menyerahkan tas itu kepada bodyguard agar di bawah keluar. Zio menghampiri Zeta dan tersenyum ke arah Zeta, Zeta pun balik tersenyum ke arah Zio."Terima kasih, kakak udah jaga aku di sini," ujar Zeta."Itu sudah menjadi tugas kakak. Mau ketemu sama dia sekarang?" tanya Zio di akhir."Dia juga punya nama kak, namanya Albi. Masak dari dulu kakak panggil dia dia terus sih,"
Hari sudah mulai malam, Zeta sendiri tak bisa tenang karena terus memikirkan keadaan Albi. Di ruang rawatnya hanya ada Zio, dia sibuk berkutat dengan laptopnya. Sementara Bea dan Bia sudah kembali pulang sejak sore tadi. Zio sama sekali tak mengizinkan dirinya untuk keluar. Ia bingung sekali, sampai pada akhirnya ia memiliki sebuah rencana.Ia beranjak dari tempat tidur ini, dengan langkah tertatih ia menghampiri Zio. Ia pun berjalan sembari mendorong tiang infusnya, sepertinya Zio tak sadar dengan keberadaannya di sini. Sampai akhirnya ia berdehem dan membuat Zio menyadari keberadaan dirinya di depannya."Kamu jangan jalan-jalan dulu, bukankah aku sudah menyuruhmu untuk tidur?" tanya Zio."Aku mau bertemu dengan Albi, aku enggak bisa tidur sebelum bertemu sama dia," jawab Zeta."Enggak sekarang Zeta, besok abang janji untuk membawa kamu bertemu sama dia," ujar Zio mencoba unt