Home / Fantasi / Tabib Cantik Milik Pangeran / 30. Mengantar ramuan

Share

30. Mengantar ramuan

Author: Donat Mblondo
last update Last Updated: 2025-05-18 23:34:47

"Hei, siapa di sana?!"

Itu satu-satunya kata yang sempat keluar dari mulut sang pengawal.

Dalam sekejap, Chunying sudah berada di belakangnya. Sebuah gerakan cepat, senyap dan mematikan. Belati pendek mencuat dari balik lengan, menembus titik lunak di bawah tengkuk. Pengawal itu tak sempat bersuara lagi. Matanya membelalak, tubuhnya terhuyung, dan kemudian tumbang diam-diam, tertahan oleh tangan Chunying yang dengan lihai menahan benturan tubuh agar tak menciptakan suara.

Chunying memeriksa sekitar. Tidak ada saksi.

Dalam hitungan detik, ia menyeret tubuh pengawal itu ke balik semak rendah di ujung lorong. Ia menyebarkan sedikit abu hitam ke tanah. Teknik penghapus jejak dari Pasukan Bayangan. Tak ada darah, tak ada jejak langkah. Seolah lelaki itu tidak pernah ada di sana.

Beberapa helai daun kering menutupi permukaan tanah dengan sempurna.

Sepasang mata diam-diam mengintainya dari kejauhan.

Bae Ya.

Gadis pelayan itu masih berdiri setengah tersembunyi di balik pilar batu di lorong sa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   31. Kedatangan Rai Yuan

    Bae Ya membeku. Ini pertama kalinya ia melihatnya dari dekat. Sosok yang beberapa pelayan hanya bisikkan namanya dengan nada kagum dan takut.“B-ben… benar, Yang Mulia,” jawabnya dengan menunduk cepat. “Hamba pelayan pribadi Nona Sua Linjin.”Mata lelaki itu menyapu Bae Ya dari kepala hingga kaki. Wajahnya datar, tapi ada secercah kerutan kecil di antara alis.“Kau… masih sangat muda. Tapi, terlalu rapuh.” Suaranya datar, dengan sarat penilaian. “Apa kau bisa bela diri?”Bae Ya menggeleng lemah. “Tidak, Yang Mulia. Hamba ... hamba hanya tahu cara menumbuk ramuan dan menjahit pakaian.”Alis pria itu berkerut sedikit lebih dalam.“Kalau begitu, bagaimana kau bisa melindunginya?”Pertanyaan itu seperti tamparan halus. Bae Ya menggigit bibir bawahnya, lalu menunduk semakin dalam. “Hamba ingin… ingin sekali bisa melindungi Nona. Tapi hamba tidak memiliki kemampuan apapun,” bisiknya lirih.Beberapa detik hening. Angin menggoyangkan dedaunan rendah di sekitar kaki mereka.Lelaki itu menoleh

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   30. Mengantar ramuan

    "Hei, siapa di sana?!"Itu satu-satunya kata yang sempat keluar dari mulut sang pengawal.Dalam sekejap, Chunying sudah berada di belakangnya. Sebuah gerakan cepat, senyap dan mematikan. Belati pendek mencuat dari balik lengan, menembus titik lunak di bawah tengkuk. Pengawal itu tak sempat bersuara lagi. Matanya membelalak, tubuhnya terhuyung, dan kemudian tumbang diam-diam, tertahan oleh tangan Chunying yang dengan lihai menahan benturan tubuh agar tak menciptakan suara.Chunying memeriksa sekitar. Tidak ada saksi.Dalam hitungan detik, ia menyeret tubuh pengawal itu ke balik semak rendah di ujung lorong. Ia menyebarkan sedikit abu hitam ke tanah. Teknik penghapus jejak dari Pasukan Bayangan. Tak ada darah, tak ada jejak langkah. Seolah lelaki itu tidak pernah ada di sana.Beberapa helai daun kering menutupi permukaan tanah dengan sempurna.Sepasang mata diam-diam mengintainya dari kejauhan.Bae Ya.Gadis pelayan itu masih berdiri setengah tersembunyi di balik pilar batu di lorong sa

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   29. Ramuan Sementara

    Matahari belum benar-benar tinggi, tapi cahayanya sudah menyusup masuk melalui sela-sela tirai, menghangatkan lantai kayu kamar. Suara burung belum terdengar, tapi angin siang mulai menggantikan embun pagi.Sua terbangun dengan napas berat. Kelopak matanya terasa berat, namun jam tubuhnya tak pernah gagal. Ia menoleh ke arah jendela, tampak matahari sudah naik, condong, hampir mencapai posisi Shi Si.“Nona, Anda sudah bangun?” suara Bae Ya terdengar pelan dari sudut kamar. Ia baru saja selesai menyalakan kembali lentera kecil, wajahnya tampak lega melihat Sua menggeliat pelan di atas ranjang.Sua mengangguk perlahan, lalu mengusap wajahnya yang masih terasa berat. “Sudah jam berapa?”“Sebentar lagi mendekati waktu Shi Si, Nona,” jawab Bae Ya, menghampiri dengan langkah ringan. “Apakah Anda memerlukan sesuatu?”Sua duduk di tepi ranjang, menarik napas dalam-dalam. “Tolong siapkan biji labu, bawang putih, kulit delima, dan akar bit. Ambil yang paling segar dari dapur. Jangan sampai ada

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   28. Penemuan mayat Bibi Lang

    Beberapa saat sebelumnya.Angin dini hari menyusup dari celah jendela, membawa aroma embun dan asap lentera yang hampir padam. Bae Ya duduk diam di sudut ruangan, mengenakan pakaian halus milik Sua. Rambutnya disanggul rapi, wajahnya dibubuhi bedak tipis, dan ia tak berani bergerak terlalu banyak.Sua belum kembali. Dan semakin lama, jantung Bae Ya semakin berat menunggu kedatangannya.Ia berdiri perlahan, mengintip lewat tirai. Koridor tampak kosong, tapi bayang-bayang bergerak samar di kejauhan. Fajar belum benar-benar datang, tapi langit sudah mulai membuka mata.Perutnya bergejolak, mungkin karena cemas, mungkin karena lapar yang tak sempat ditampung semalam. Dengan langkah ringan, ia berganti kembali dengan pakaiaan pelayannya, keluar dari kamar menuju dapur belakang, berharap menemukan sisa teh hangat atau sekedar air rebusan.Lorong itu sunyi. Terlalu sunyi.Namun, begitu ia melewati tikungan menuju dapur tua, tempat pelayan biasa bergiliran mengisi air sumur, ia berhenti menda

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   27. Kematian Bibi Lang

    Dengan langkah perlahan, mereka menyusuri kembali jalur setapak yang mereka lewati sebelumnya. Jalur yang semula penuh ketegangan, kini terasa sunyi dan lengang, hanya ditemani sisa-sisa kabut yang menggantung di antara pepohonan. Sua menggenggam bungkusan akar Tieh-Lan erat di pelukannya, seperti seorang ibu yang menjaga bayinya setelah perang.Rai berjalan setengah langkah di belakang, menjaga pandangan ke arah punggung Sua. Ia memperhatikan cara gadis itu tetap tenang, meski tubuhnya sedikit gemetar karena lelah dan suhu malam yang mulai menggigit. Ia ingin menawarinya jubahnya, tapi ia tahu, Sua bukan tipe yang menerima dengan mudah.Langit mulai memucat keperakan saat mereka mendekati dinding luar Kediaman Perdana Menteri. Awan-awan awal pagi menyelinap di balik bayangan pepohonan. Burung-burung belum berkicau, namun angin dini hari sudah berembus, membawa aroma basah tanah dan sisa darah yang menempel di pakaian mereka.Saat tiba di celah tembok belakang, Rai membantu Sua menaik

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   26. Campuran bubuk kasar

    Suara langkah Shan Kerei menggema berat di antara kabut, seperti dentum palu yang memukul batu. Dua pedangnya telah tercabut, menyilang di sisi tubuhnya, dan sorot matanya menyala merah samar, mencerminkan cahaya akar Tieh-Lan yang berdenyut.Rai Yuan berdiri tegak, tubuhnya menahan nyeri dari goresan di bahu yang mulai terasa panas. Ia tak menjawab tantangan Shan Kerei, hanya menggenggam pedangnya lebih erat tanpa kata-kata.Sementara itu, Sua yang masih berjongkok merasakan langkah Shan Kerei semakin dekat. Ia tahu, waktu amannya telah habis sejak Rai mendapat luka. Gadis itu membuka kantung kecil dari pinggangnya. Di dalamnya, bukan senjata. Hanya beberapa sisa dari bahan dapur: serbuk bawang putih kering, serpih cabai merah, garam batu, dan abu arang dari kayu dapur tua.Ia menggabungkannya cepat di telapak tangan, mencampurnya dengan sedikit embun dari daun lumut. Campuran itu menjadi bubuk kasar yang menyengat. Tangannya bergerak cepat, menyobek secarik kain dari lengan jubahnya

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   25. Pertarungan

    Kabut mengental di antara mereka, menyelimuti udara dengan bau tanah basah dan jamur tua. Hening menggantung tajam, hanya suara desiran nafas berat Shan Kerei yang terdengar, seperti geram binatang lapar. Cahaya ungu dari akar Tieh-Lan memantul samar di kedua mata mereka, menciptakan bayangan-bayangan bergerak yang tak bisa dipercaya sepenuhnya.Rai Yuan berdiri perlahan, tubuhnya tegak dan waspada. Tangannya terulur ke pedang panjang di pinggangnya, namun belum mencabutnya. Tatapannya mengunci ke arah pria bertudung itu."Kau ... masih hidup rupanya," ucap Rai, datar. "Kupikir, gurun sudah menelammu hidup-hidup."Shan Kerei menyeringai, suara tawanya rendah dan dalam. "Gurun hanya menelan yang lemah, Pangeran. Tapi aku … justru berkembang di dalamnya."Sua berdiri perlahan, tubuhnya setengah berbalik. Pisau kecil masih di tangannya, akar Tieh-Lan tergeletak setengah terpotong. Ia menatap keduanya bergantian, mencoba mengukur situasi. Namun, ia bisa merasakan, dua pembunuh alami sedan

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   24. Shan Kerei

    Sua memejamkan mata. Bayangan Linjin masih bergetar di dalam benaknya. Suara teriakan gadis itu di detik terakhir hidupnya, saat tubuhnya mulai tenggelam dalam kesakitan, saat jiwanya perlahan meninggalkan dunia.Itu adalah kenangan yang selama ini menancap dalam. Rasa kebencian dan amarah kepada mereka yang berbuat kejam. Sumber tekad yang kuat untuk membalas mereka yang menyakitinya.Namun, setelah Sua berpikir. Akhirnya ia memberi keputusan. Ia merasa, ingatan saat jiwanya masuk ke tubuh ini pun sudah cukup menjadi bekal. Penghianatan Liu Chang dan Cai Ji, serta ketidakadilan sang ayah kepadanya. Ia masih memiliki ingatannya sendiri.“Aku akan serahkan ingatan terakhir, saat Liu Chang membunuhku,” ujarnya.Rai menoleh cepat, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. 'Dibunuh?'Hening sejenak. Kabut di sekitar mereka bergoyang pelan, seakan mendengar rahasia yang baru saja terucap.Rai mengangguk pelan. Lelaki itu tahu bahwa Sua pasti memiliki alasan memilih menyerah

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   23. Penjaga Akar

    Seorang gadis—usianya kira-kira sama dengannya. Rambutnya panjang, berantakan, wajahnya dipenuhi air mata dan tanah. Mata gadis itu merah dan penuh kebencian. Tangannya terjulur ke arah Sua.“Kenapa kau mengambil tubuhku …?” bisiknya. “Kenapa kau hidup … dan aku mati…?”Sua membeku. Mulutnya kering. Gadis itu ... tidak, dia tahu siapa itu. Linjin. Wujud asli pemilik tubuh ini, yang kini berdiri di hadapannya seperti hantu tak tenang.“Kau tidak tahu apa yang sudah kulalui … dan sekarang kau berpura-pura menjadi aku?” Linjin berteriak lirih, air matanya mengalir deras.Sua menggenggam tangannya sendiri erat, jantungnya berdetak terlalu cepat. “Ilusi?" gumamnya dengan sorot mata yang tak berpaling dari gadis itu.Suara Linjin semakin keras. “Ibu mencariku. Ayah membunuhku. Dan kau datang seperti penyelamat padahal kau pencuri! Kau tidak pantas menjadi aku! Kau bahkan tidak tahu bagaimana rasanya dicampakkan …”Sua memejamkan mata sejenak, lalu membuka matanya kembali dengan sorot dingin

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status