Share

5. Fitnah

Author: Donat Mblondo
last update Last Updated: 2025-03-29 06:38:04

Pagi datang dengan lembut. Cahaya matahari menembus celah dedaunan, menciptakan pola-pola keemasan di atas tanah hutan yang masih lembap. Udara pagi terasa segar, menyingkirkan sisa kelelahan dari malam sebelumnya.

Sua membuka matanya perlahan. Pandangannya pertama kali tertuju pada seberkas cahaya hangat, lalu buramnya menghilang, dan sesosok wajah pria mendominasi penglihatannya.

Pria itu duduk tenang menatapnya. Rambutnya hitam legam, pendek, dan tergerai. Matanya tajam namun teduh, berwarna gelap seperti langit malam, yang bersinar di bawah cahaya pagi. Garis rahangnya tegas, kulitnya halus dan bersih.

Sua terpaku. Selama ini, dia telah bertemu banyak pria, para pemuda di dunia modern, pasukan militer, dokter, hingga putra pedagang kaya. Tapi tak satu pun dari mereka yang memancarkan aura seperti pria di hadapannya sekarang. Ia tak menyadari bahwa kepalanya masih bersandar di pangkuan pria itu.

Seketika, Sua segera bangkit dan berpaling. Pipi pucatnya memerah, matanya menatap ke arah lain, berusaha mengalihkan perhatian dari kegugupan yang tiba-tiba menyerang dirinya.

Rai hanya tersenyum kecil. Ia tetap duduk, santai, seolah tak terganggu sedikit pun oleh kedekatan tadi.

“Selamat pagi, Nona.” ucapnya pelan, suaranya dalam dan tenang.

Sua membalas tanpa menoleh. “Pagi ...."

“Tadi malam, kau tidur seperti batu,” kata Rai dengan nada menggoda. “Tak peduli bahkan jika seekor harimau lewat di dekatmu.”

Sua akhirnya menoleh dengan tatapan tajam. “Aku yakin Anda yang lebih cocok disebut harimau, Yang Mulia. Aku merasa lebih aman di hutan daripada di dekat Anda.”

Rai tertawa pelan. “Tapi, toh kau tetap bersandar padaku semalaman.”

“Itu karena aku kelelahan, bukan karena merasa nyaman,” balas Sua cepat, walau nada suaranya tidak setegas biasanya.

Rai tidak menjawab, hanya memandangi gadis itu dengan senyum samar. Dia mengantar Sua hingga ke depan gerbang Kediaman Perdana Mentri. "Aku harus segera kembali ke istana dan membuat laporan untuk kaisar. Aku akan berkunjung ke sini dalam waktu dekat," ujarnya tampak terburu-buru pergi.

Sua melangkah memasuki halaman Kediaman Perdana Menteri dengan penuh kehati-hatian. Ia baru sadar bahwa jubah Rai masih melekat di tubuhnya. Hampir semua pelayan menatapnya dengan ekspresi terkejut, beberapa bahkan berbisik di belakangnya.

Ia berjalan menuju aula utama, berniat untuk berbicara dengan ayahnya secara langsung. Namun, sebelum ia sempat sampai, suara nyaring menghentikannya.

"Kakak Sua!"

Sua menoleh dan mendapati Cai Ji berjalan mendekat dengan senyum licik yang terselubung dalam kepura-puraan. Di belakangnya, berdiri Liu Chang, pria yang dulu ingin menikahinya, tetapi kemudian beralih ingin membunuh karena merasa jijik dengan penyakitnya.

Sebelumnya, mereka telah menyebarkan cerita rekayasa, bahwa Sua terpleset ke sungai dan terbawa arus deras saat ia hendak meraih selendang hadiah dari Liu Chang yang terbang terbawa angin.

Cai Ji menutup mulutnya dengan tangan, seolah terkejut. "Astaga, aku tidak percaya! Kakak benar-benar masih hidup?! Semua orang mengira kau sudah mati terbawa arus sungai..."

Sua mengamati ekspresi Cai Ji dengan dingin. Gadis itu terlihat terkejut, tetapi matanya penuh dengan kebencian dan niat jahat.

Cai Ji melangkah lebih dekat, lalu pura-pura menatap jubah yang Sua kenakan dengan mata melebar. "Eh? Kakak mengenakan jubah pria?"

Bisik-bisik mulai terdengar di antara para pelayan dan pengawal. Sua mengernyit, mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Cai Ji berbalik ke arah para tetua keluarga dengan raut wajah penuh kepura-puraan. "Ayah, ini... ini sangat memalukan! Kakak mengenakan pakaian seorang pria! Jangan-jangan selama tiga hari ini dia tinggal bersama seorang laki-laki?"

Sua mengepalkan tangannya, tetapi sebelum ia sempat berbicara, Liu Chang ikut berbicara. "Aku juga memperhatikan hal itu. Jubah ini... bukan sembarang jubah," katanya dengan suara rendah. "Ini jubah mewah, yang bahkan para bangsawan pun akan berpikir dua kali untuk membelinya!"

Suasana berubah hening.

"Jadi..." Cai Ji menutup mulutnya, berpura-pura terkejut. "Apakah mungkin... kakak telah melakukan sesuatu yang tidak pantas dengan seorang pria dari keluarga bangsawan?"

Gelombang kejut menyebar di seluruh aula. Beberapa pelayan mulai berbisik semakin heboh.

"Tidak mungkin! Jadi Nona Tertua telah...?"

"Apa dia benar-benar tidur dengan pria lain setelah ditolak oleh Tuan Liu Chang?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iin Noer endah
kerajaan Pitungewu dg nm kaisar Dan Chuk , Jendralnya ber gelar Ang Su...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   210. Penobatan

    Ruang Istirahat VIP – 20 Menit Sebelum PenobatanLampu ruangan temaram, dengan aroma kayu cendana yang samar dari diffuser di sudut. Tirai tebal menutup seluruh jendela, meredam suara bising dari luar. Sofa empuk warna krem menunggu di tengah ruangan, dan meja rendah di depannya hanya berisi dua gelas air mineral yang belum tersentuh.Sua duduk di ujung sofa, tubuhnya sedikit condong ke depan. Zhenyu—atau Rai di kehidupannya yang dulu—berdiri di dekat meja, melepas jasnya lalu meletakkannya di sandaran kursi. Gerakannya santai, tapi matanya tak pernah lepas darinya.Ia memecah keheningan dengan nada ringan, tapi matanya menyelidik.“Aku pikir, tadi kau akan sedikit melirik… mantanmu.”Sua menoleh perlahan, ekspresinya dingin namun suaranya mengandung bara yang tak bisa disembunyikan.“Mantan? Ck ck…” Ia menggeleng pelan, senyum miring di bibirnya. “Aku ingin membunuhnya, sebagaimana ia juga telah mencoba membunuhku. Tidak hanya itu…” napasnya terdengar berat, “…dia bahkan mengklaim se

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   209. Setelah pengumuman

    Sepersekian detik ruangan membeku. Lalu, suara kamera meletup seperti hujan deras.Shen Yiru yang duduk tiga baris di belakang menegang, memaksa senyum yang terasa seperti pecahan kaca di bibirnya. Bian Yu di sampingnya hanya memandang lurus ke depan, rahangnya mengeras, jemari mengepal begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih.Zhenyu belum selesai.“Kami belum menikah secara resmi… tapi itu akan segera terjadi. Dan kepada Ayah saya—” ia menoleh ke raja, senyumnya semakin mantap, “—saya janji, berapa pun cucu yang Ayah inginkan… akan saya berikan.”Riuh tawa, tepuk tangan, dan decak kagum meledak di ruangan. Media sosial langsung dibanjiri potongan video itu.Sua menutup wajahnya dengan tangan, tapi tak bisa menyembunyikan senyum di balik jemarinya. "Astagaa! Rai ...!" gumamnya tak bisa menahan rasa malu.Di belakangnya, Shen Yiru seperti kehilangan warna di wajahnya… sementara Bian Yu untuk pertama kalinya, merasa dirinya bukan lagi pusat perhatian — bahkan di ruangan yang penuh

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   208. Pengumuman penting

    Sua mencoba menarik tangannya, tapi Zhenyu menahan lebih erat. Ia menoleh, menatapnya dari jarak dekat.“Mengapa kau terlihat gugup?” tanyanya lembut, nada suaranya hanya untuk Sua.Sua memalingkan wajah. “Aku tidak gugup. Aku… hanya tidak menyangka kamu bicara seperti itu di depan Ayahmu.”Zhenyu tersenyum tipis. “Kalau aku tidak bicara, kapan lagi kita punya kesempatan? Kau lupa… di kehidupan sebelumnya, kita tak pernah sempat berdiri di sini bersama.”Kalimat itu membuat Sua terdiam. Matanya memandang lantai, tapi dalam hatinya gelombang emosi beradu — antara rasa hangat karena diakui, dan ketakutan akan badai yang pasti akan datang.Raja Yan Shiming memecah keheningan. “Zhenyu, kau sadar apa yang kau katakan barusan? Kalau kabar ini sampai keluar sebelum penobatan selesai, istana akan gaduh.”Zhenyu menatap ayahnya. “Biar saja. Aku tidak mau menunggu sepuluh tahun lagi hanya untuk mengakui siapa yang ada di sisiku.”Di luar pintu, Bian Yu mengepalkan tangan hingga buku jarinya mem

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   207. Penerus

    Ruang Tunggu VIP – Gedung Serbaguna Istana YanchengPintu kaca otomatis bergeser terbuka, membiarkan Sua masuk bersama sejuknya AC yang menusuk kulit. Di dalam, ruangan luas itu didesain seperti lounge eksekutif — karpet merah lembut, sofa kulit premium, meja kaca berisi botol air mineral impor, dan layar LED yang menghitung mundur ke penobatan.Sua baru sempat menapakkan kaki satu langkah, ketika sebuah tarikan tiba-tiba menyeretnya ke arah hangat yang sangat ia kenal. Tubuhnya terhuyung—terjebak di pelukan yang begitu erat dan… penuh rindu.“Akhirnya,” suara itu begitu rendah, nyaris bergetar di telinganya, “kau datang juga.”Dada Zhenyu naik-turun pelan, tapi napasnya berat — seperti menahan sesuatu yang lama terpendam.“Berpisah denganmu satu hari saja…” Ia menunduk, menatapnya lurus dengan mata yang gelap dan penuh rasa. “…rasanya seperti satu abad.”Sebelum Sua sempat mengucapkan sepatah kata, lengannya sudah terangkat, dan tubuhnya ikut terangkat dari lantai. Zhenyu membopongny

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   206. Ejekan

    Bian Yu menatap Sua seperti sedang mengamati barang antik yang kehilangan kilaunya. “Tidak kusangka kau masih punya keberanian datang ke acara sebesar ini,” ujarnya pelan, tapi dengan nada yang cukup menusuk. “Terakhir kali kita berbicara… kau masih di ranjang rumah sakit. Tubuhmu nyaris tak bernyawa, dan aku—” ia menahan jeda, menatapnya dari atas ke bawah, “—sudah berada di puncak panggung dunia medis. Panggung yang dulu kau perjuangkan untukku.”Shen Yiru terkekeh kecil, tangannya menyentuh lengan Bian Yu seperti sedang mendukung pasangannya. “Ironis, ya? Dulu dia yang memolesmu sampai bersinar… sekarang dia yang harus berjuang supaya tidak terlihat pudar.”Bian Yu mendekat setengah langkah, membuat jarak mereka terasa lebih sempit. “Kalau kau butuh tempat duduk, pelayan di belakang mungkin bisa menyiapkan kursi di sudut ruangan. Tidak nyaman rasanya berdiri lama… apalagi untuk sekadar menonton dari jauh.”Sua tetap diam, menatap mereka bergantian. Wajahnya datar, tapi matanya meny

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   205. Undangan

    Beishan, kediaman keluarga JinMalam, pukul 23.48Di luar, hujan tipis seperti benang-benang perak jatuh di atas genting. Angin malam membawa aroma tanah basah, membuat udara di ruang depan terasa lebih dingin dari biasanya. Sua duduk di meja kerja, mengaduk ramuan yang masih mengepulkan uap hangat.Ketukan tiga kali terdengar di pintu — tepat, cepat, dan tak sabar.Kakek Jin Lu menoleh dari kursi goyangnya. "Siapa yang datang hampir tengah malam begini?"Ia berjalan membuka pintu, dan seorang kurir berseragam hitam langsung menunduk, menyerahkan gulungan bersegel emas naga kerajaan.“Pengiriman kilat dari Yancheng. Untuk Nona Sua Luqi,” katanya singkat, lalu pergi tanpa menunggu balasan.Sua berdiri, melangkah mendekat. Begitu segel dibuka, matanya langsung membaca baris pertama."Pengumuman Penobatan Putra Mahkota, besok pukul 09.00 di Aula Emas Istana Yancheng."Sua mengerjap cepat, lalu menatap kakeknya. “Apa? Besok? Penobatan?!” suaranya meninggi. “Baru tadi pagi dia di sini, kan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status