Share

6. Menguji Bae Ya

Penulis: Donat Mblondo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-30 05:50:36

Sua menghela napas dalam, berusaha menenangkan diri. Ia menatap Cai Ji dan Liu Chang secara bergantian. "Ck ck. Aku tidak tahu permainan macam apa yang sedang kalian jalankan."

Cai Ji mendesah, berpura-pura bersedih. "Tapi, Kak... Bukti sudah jelas! Jika tidak ada hubungan apapun, kenapa kakak mengenakan jubah pria? Apalagi jubah ini tampak mewah."

Liu Chang mengangguk setuju. "Hari pernikahan kita sudah berlalu. Apa kau tahu betapa terlukanya aku kehilanganmu? Dan kau, malah kembali dengan keadaan seperti ini? Terbawa arus deras dan angin kencang hanya sedikit mendapat luka? Jelas ada seseorang yang merawatmu. Dengan kau pulang mengenakan pakaiannya, itu sudah menjadi bukti bahwa kau sudah ternoda," ucapnya menunduk berespresi lesu, seolah menampakan rasa kecewa.

Sua mengepalkan tangannya dengan kuat. Sedikit menaikan ujung bibir sembari mendengus, ia membatin. 'Jika kedua orang ini bearada di era abad ke-20, mereka benar-benar akan mendapatkan penghargaan sebagai aktor terhebat karena aktingnya.'

"Ayah," Cai Ji tiba-tiba berlutut di hadapan sang perdana menteri. "Kakak Sua telah mencoreng nama keluarga kita. Tolong, berikan hukuman yang setimpal padanya!"

Sua menatap sang ayah yang duduk di kursi tinggi. Ekspresi pria itu tidak menunjukkan emosi apa pun, tetapi tatapannya tajam, menilai putri sulungnya yang baru kembali.

Saat bibirnya terbuka untuk berbicara, Sua sudah menduga, bahwa lelaki paruh baya itu tidak memiliki raut wajah yang bersahabat dengannya.

"Kau telah mencemarkan nama keluarga ini, Sua Linjin," ujar Han Feng terdengar datar, namun tajam. "Mulai hari ini, kau akan menjalani hukuman. Kau tidak diizinkan keluar dari kamar selama satu bulan, dengan penjagaan ketat."

Han Feng, Perdana Menteri Kekaisaran Shewu, adalah sosok pria paruh baya yang selalu dikelilingi oleh aura misterius dan penuh teka-teki. Ia lebih sering berbicara dengan tatapan daripada kata-kata, dan ketika ia akhirnya berbicara, ucapannya tajam bak belati, menebas tanpa harus mengangkat suara. Di mata publik, Han Feng dikenal sebagai pilar negara yang setia pada Kaisar, namun di balik dinding-dinding tebal istana, banyak bisik-bisik yang menyebutnya sebagai dalang di balik berbagai peristiwa kelam yang mengguncang istana dan bangsawan.

"Hmm!" Sua menyunggingkan senyum dengan menampakkan raut wajah pasrah menyerahkan kedua tangannya dengan patuh ke dua pengawal yang berada di sisinya. "Ayah sudah membuat keputusan, bahkan tanpa meminta penjelasan dariku. Lalu, aku bisa apa?"

Cai Ji kembali berlutut, kali ini dengan air mata yang dibuat mengalir deras. "Ayah, tolong ampuni Kakak! Jangan hukum dia terlalu berat!"

Namun, pria itu tidak tergerak. "Keputusan sudah dibuat. Bawa dia ke kamarnya!"

Sua menatap Cai Ji dengan dingin. Gadis itu hanya berpura-pura menangis, tetapi ada kilatan kemenangan di matanya.

Saat para pengawal menggiring Sua ke kamar, hanya ada satu orang yang senantiasa tampak gelisah— seorang pelayan muda bernama Bae Ya.

Di dalam kamar, Sua duduk di tepi ranjangnya, menatap kosong ke jendela yang tertutup rapat. Pengawal berjaga di luar, memastikan ia tidak akan melarikan diri.

Ketukan pelan terdengar di pintu.

"Nona...." suara lembut itu memanggil.

Sua menoleh. Pelayan setianya itu masuk dengan hati-hati, membawa nampan berisi makanan sederhana. Ia meletakkannya di atas meja kecil, lalu berlutut di hadapan Sua.

"Aku ...," kata Bae Ya dengan suara gemetar. "Aku tahu Nona tidak bersalah."

Sua mengerjap, sedikit terkejut. "Bagaimana kau bisa tahu?" balasnya.

Bae Ya mengepalkan tangan, ekspresinya penuh keteguhan. "Aku telah melayani Nona selama bertahun-tahun. Aku tahu Nona tidak akan melakukan hal memalukan seperti yang mereka tuduhkan."

Sua merasakan hatinya menghangat, tetapi juga terselip perasaan getir. "Terima kasih sudah percaya padaku."

"Apa yang sebenarnya terjadi pada Anda, Nona? Nyonya Su sangat mengkhawatirkan Anda. Beliau terus menanyakan kabar Anda kepadaku." ujar Bae Ya mendongakkan kepalanya sembari menggenggam lembut kedua tangan Sua yang sedang duduk di hadapannya.

Dalam ingatan sang pemilik tubuh, Sua mengetaui bahwa Nyonya Su adalah ibunya. Terakhir kali, ia mendapat kabar bahwa ibunya mengalami gangguan mental.

Akan tetapi, Sua merasa bahwa itu ada hubungannya dengan sikap sang ayah yang tak acuh kepadanya. 'Aku harus menemui ibu dalam waktu dekat,' batinnya dalam diam.

Kemudian, ia berkata kepada Bae Ya, "Apa kau benar-benar ingin tahu?"

"Tentu, Nona. Aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi. Membiarkan Anda bersama mereka, adalah kesalahan terbesarku waktu itu. Aku tidak menyangka kalau mereka memiliki niat buruk terhadap Anda," sesal Bae Ya.

"Apa kau percaya? Aku mendapat sebuah keajaiban. Seharusnya, aku sudah mati dibunuh oleh mereka. Napasku tercekat saat mereka melempar tubuhku ke sungai yang deras. Tapi, tiba-tiba aku terbangun di tepi sungai dengan hanya sedikit luka," jelas Sua.

"Syukurlah! Anda selamat. Itu benar-benar suatu keajaiban." Bae ya kembali berlutut menarik napas panjang untuk menahan air mata yang hampir jatuh.

"Adapun jubah itu ...."

Bae Ya langsung menegakkan tubuhnya. Matanya berbinar, penuh antusias. Tatapannya terpaku pada Sua, seolah takut kehilangan satu pun kata yang akan keluar dari mulut majikannya. Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, dalam rasa penasaran yang mendebarkan.

"Itu adalah milik Pangeran Rai Yuan. Aku menyelamatkannya saat ia terluka dan dikejar oleh para pembunuh."

"Pa-pa-nge-ran Rai?" Mata Bae Ya membulat, dan tubuhnya refleks mundur sedikit. Wajahnya yang semula penuh harap kini berubah tegang. Ia menelan ludah, tenggorokannya terasa kering. Nama itu bukan sekadar nama—ia membawa segunung cerita tentang banyaknya pertumpahan darah.

"Ya. Aku lupa mengembalikannya. Padahal, tadi dia mengantarku sampai ke depan gerbang," jawab Sua dengan santai sembari memperhatikan makanan yang di bawa oleh Bae Ya.

Warna kuahnya sedikit lebih pekat dari biasanya, dan aroma rempahnya terasa terlalu kuat, seolah berusaha menutupi sesuatu.

'Ini....' Dahi Sua mengernyit. Ia menoleh ke arah Bae Ya yang masih berlutut di lantai, menatapnya dengan mata penuh kesetiaan.  

"Bae Ya," panggil Sua dengan suara lembut. "Makanan ini terlihat sangat enak. Kau sendiri yang menyiapkannya?"  

Bae Ya menggeleng cepat. "Tidak, Nona. Seharusnya kepala pelayan yang mengantarkannya. Tapi aku memohon untuk melakukannya sendiri. Aku tidak ingin orang lain mendekati Nona saat dalam keadaan seperti ini."  

Sua menyipitkan matanya. "Jadi… sebelum makanan ini sampai padamu, ada di tangan kepala pelayan?"  

Bae Ya mengangguk. "Benar, Nona."  

Kecurigaan Sua semakin kuat. Ia menatap hidangan itu sekali lagi sebelum tersenyum tipis.  

"Kalau begitu, tolong cicipi rasanya! Apakah ini benar-benar seenak seperti kelihatannya?," ucap Sua santai.  

Bae Ya menatapnya, lalu tersenyum tanpa ragu. "Tentu, Nona!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Retno Anggiri Milagros Excellent
ternyata ada racunnya ya.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   210. Penobatan

    Ruang Istirahat VIP – 20 Menit Sebelum PenobatanLampu ruangan temaram, dengan aroma kayu cendana yang samar dari diffuser di sudut. Tirai tebal menutup seluruh jendela, meredam suara bising dari luar. Sofa empuk warna krem menunggu di tengah ruangan, dan meja rendah di depannya hanya berisi dua gelas air mineral yang belum tersentuh.Sua duduk di ujung sofa, tubuhnya sedikit condong ke depan. Zhenyu—atau Rai di kehidupannya yang dulu—berdiri di dekat meja, melepas jasnya lalu meletakkannya di sandaran kursi. Gerakannya santai, tapi matanya tak pernah lepas darinya.Ia memecah keheningan dengan nada ringan, tapi matanya menyelidik.“Aku pikir, tadi kau akan sedikit melirik… mantanmu.”Sua menoleh perlahan, ekspresinya dingin namun suaranya mengandung bara yang tak bisa disembunyikan.“Mantan? Ck ck…” Ia menggeleng pelan, senyum miring di bibirnya. “Aku ingin membunuhnya, sebagaimana ia juga telah mencoba membunuhku. Tidak hanya itu…” napasnya terdengar berat, “…dia bahkan mengklaim se

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   209. Setelah pengumuman

    Sepersekian detik ruangan membeku. Lalu, suara kamera meletup seperti hujan deras.Shen Yiru yang duduk tiga baris di belakang menegang, memaksa senyum yang terasa seperti pecahan kaca di bibirnya. Bian Yu di sampingnya hanya memandang lurus ke depan, rahangnya mengeras, jemari mengepal begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih.Zhenyu belum selesai.“Kami belum menikah secara resmi… tapi itu akan segera terjadi. Dan kepada Ayah saya—” ia menoleh ke raja, senyumnya semakin mantap, “—saya janji, berapa pun cucu yang Ayah inginkan… akan saya berikan.”Riuh tawa, tepuk tangan, dan decak kagum meledak di ruangan. Media sosial langsung dibanjiri potongan video itu.Sua menutup wajahnya dengan tangan, tapi tak bisa menyembunyikan senyum di balik jemarinya. "Astagaa! Rai ...!" gumamnya tak bisa menahan rasa malu.Di belakangnya, Shen Yiru seperti kehilangan warna di wajahnya… sementara Bian Yu untuk pertama kalinya, merasa dirinya bukan lagi pusat perhatian — bahkan di ruangan yang penuh

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   208. Pengumuman penting

    Sua mencoba menarik tangannya, tapi Zhenyu menahan lebih erat. Ia menoleh, menatapnya dari jarak dekat.“Mengapa kau terlihat gugup?” tanyanya lembut, nada suaranya hanya untuk Sua.Sua memalingkan wajah. “Aku tidak gugup. Aku… hanya tidak menyangka kamu bicara seperti itu di depan Ayahmu.”Zhenyu tersenyum tipis. “Kalau aku tidak bicara, kapan lagi kita punya kesempatan? Kau lupa… di kehidupan sebelumnya, kita tak pernah sempat berdiri di sini bersama.”Kalimat itu membuat Sua terdiam. Matanya memandang lantai, tapi dalam hatinya gelombang emosi beradu — antara rasa hangat karena diakui, dan ketakutan akan badai yang pasti akan datang.Raja Yan Shiming memecah keheningan. “Zhenyu, kau sadar apa yang kau katakan barusan? Kalau kabar ini sampai keluar sebelum penobatan selesai, istana akan gaduh.”Zhenyu menatap ayahnya. “Biar saja. Aku tidak mau menunggu sepuluh tahun lagi hanya untuk mengakui siapa yang ada di sisiku.”Di luar pintu, Bian Yu mengepalkan tangan hingga buku jarinya mem

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   207. Penerus

    Ruang Tunggu VIP – Gedung Serbaguna Istana YanchengPintu kaca otomatis bergeser terbuka, membiarkan Sua masuk bersama sejuknya AC yang menusuk kulit. Di dalam, ruangan luas itu didesain seperti lounge eksekutif — karpet merah lembut, sofa kulit premium, meja kaca berisi botol air mineral impor, dan layar LED yang menghitung mundur ke penobatan.Sua baru sempat menapakkan kaki satu langkah, ketika sebuah tarikan tiba-tiba menyeretnya ke arah hangat yang sangat ia kenal. Tubuhnya terhuyung—terjebak di pelukan yang begitu erat dan… penuh rindu.“Akhirnya,” suara itu begitu rendah, nyaris bergetar di telinganya, “kau datang juga.”Dada Zhenyu naik-turun pelan, tapi napasnya berat — seperti menahan sesuatu yang lama terpendam.“Berpisah denganmu satu hari saja…” Ia menunduk, menatapnya lurus dengan mata yang gelap dan penuh rasa. “…rasanya seperti satu abad.”Sebelum Sua sempat mengucapkan sepatah kata, lengannya sudah terangkat, dan tubuhnya ikut terangkat dari lantai. Zhenyu membopongny

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   206. Ejekan

    Bian Yu menatap Sua seperti sedang mengamati barang antik yang kehilangan kilaunya. “Tidak kusangka kau masih punya keberanian datang ke acara sebesar ini,” ujarnya pelan, tapi dengan nada yang cukup menusuk. “Terakhir kali kita berbicara… kau masih di ranjang rumah sakit. Tubuhmu nyaris tak bernyawa, dan aku—” ia menahan jeda, menatapnya dari atas ke bawah, “—sudah berada di puncak panggung dunia medis. Panggung yang dulu kau perjuangkan untukku.”Shen Yiru terkekeh kecil, tangannya menyentuh lengan Bian Yu seperti sedang mendukung pasangannya. “Ironis, ya? Dulu dia yang memolesmu sampai bersinar… sekarang dia yang harus berjuang supaya tidak terlihat pudar.”Bian Yu mendekat setengah langkah, membuat jarak mereka terasa lebih sempit. “Kalau kau butuh tempat duduk, pelayan di belakang mungkin bisa menyiapkan kursi di sudut ruangan. Tidak nyaman rasanya berdiri lama… apalagi untuk sekadar menonton dari jauh.”Sua tetap diam, menatap mereka bergantian. Wajahnya datar, tapi matanya meny

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   205. Undangan

    Beishan, kediaman keluarga JinMalam, pukul 23.48Di luar, hujan tipis seperti benang-benang perak jatuh di atas genting. Angin malam membawa aroma tanah basah, membuat udara di ruang depan terasa lebih dingin dari biasanya. Sua duduk di meja kerja, mengaduk ramuan yang masih mengepulkan uap hangat.Ketukan tiga kali terdengar di pintu — tepat, cepat, dan tak sabar.Kakek Jin Lu menoleh dari kursi goyangnya. "Siapa yang datang hampir tengah malam begini?"Ia berjalan membuka pintu, dan seorang kurir berseragam hitam langsung menunduk, menyerahkan gulungan bersegel emas naga kerajaan.“Pengiriman kilat dari Yancheng. Untuk Nona Sua Luqi,” katanya singkat, lalu pergi tanpa menunggu balasan.Sua berdiri, melangkah mendekat. Begitu segel dibuka, matanya langsung membaca baris pertama."Pengumuman Penobatan Putra Mahkota, besok pukul 09.00 di Aula Emas Istana Yancheng."Sua mengerjap cepat, lalu menatap kakeknya. “Apa? Besok? Penobatan?!” suaranya meninggi. “Baru tadi pagi dia di sini, kan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status