Share

7. Sandiwara

Penulis: Donat Mblondo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-31 09:14:31

Tanpa berpikir dua kali, Bae Ya mengambil sedikit makanan dengan sumpit dan memasukkannya ke dalam mulut. Sua tertegun sesaat. Tidak ada keraguan sama sekali dalam tindakan gadis itu.  

Sebelum makanan itu sempat tertelan, Sua dengan cepat menepuk punggung Bae Ya beberapa kali.  "Jangan ditelan!" perintahnya tegas.  

Bae Ya tersentak, matanya melebar karena terkejut. Refleks, ia memuntahkan makanan itu ke lantai, lalu menatap Sua dengan bingung.  

"Nona …?"  

Sua menarik napas dalam, lalu mengulurkan tangannya, mengambil sumpit, dan dengan hati-hati mengaduk makanan di mangkuknya. Ia mengangkat sedikit kuah dengan sumpit dan mencium aromanya sekali lagi.  

"Seperti dugaanku, ada racun di dalamnya."  

Wajah Bae Ya langsung pucat. Ia menatap makanan itu dengan mata gemetar sebelum beralih menatap Sua dengan ekspresi ketakutan.  

"T-Tidak mungkin … Nona, aku bersumpah! Aku tidak tahu apa-apa!" Suaranya bergetar, tangannya mencengkeram rok pelayannya dengan erat.  

Sua menghela napas. "Aku tahu, Bae Ya. Aku hanya ingin memastikan siapa yang bisa kupercayai di tempat ini."  

Bae Ya menundukkan kepalanya, tubuhnya masih sedikit gemetar. "Nona… lagi-lagi, seseorang mencoba membunuh Anda."  

"Ya," Sua menjawab dengan suara dingin. "Dan sekarang, kita tahu bahwa kepala pelayan terlibat."  

"Lalu, apa yang harus kita lakukan, Nona?" 

"Kita tidak bisa gegabah. Mulai sekarang, kau harus lebih berhati-hati juga."

Bae Ya menggigit bibirnya dan mengangguk. "Aku akan lebih waspada, Nona."  

Bae Ya masih duduk di lantai, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Jantungnya berdegup kencang, bukan hanya karena ketakutan, tetapi juga karena perasaan aneh yang muncul saat melihat majikannya.

‘Nona mengamati makanan itu dengan penuh perhitungan, menguji kesetiaanku tanpa gegabah, dan tetap tenang meskipun baru saja hampir diracuni.’ Gadis itu merasa, bahwa Sua bersikap lebih tegas dari biasanya. 'Mungkinkah ini adalah pengaruh dari penghianatan Tuan Liu Chang?'

Bae Ya memberanikan diri berkata, "Nona, Anda terlihat sangat berbeda dari sebelumnya."  

Sua menatapnya, matanya tajam dan penuh keyakinan. Ia sedikit tersenyum dan berkata, “apa kau meragukanku?”

Sang pelayan pun tersentak. Dengan terbata-bata ia menjawab, “ti-tidak berani meragukan Anda, Nona.”

"Bagus. Kau tahu, tidak ada yang akan menyelamatkanku, kecuali diriku sendiri." Sua mengambil secarik kain dan membungkus sebagian makanan yang sudah terkontaminasi racun.  

"Apa yang Nona lakukan?" Bae Ya bertanya dengan memiringkan kepala.  

"Aku menyimpan ini sebagai bukti," Sua menjawab singkat. "Mereka mengira aku masih gadis bodoh yang akan diam begitu saja. Aku hanya ingin memastikan sesuatu tentang sikap ayah."  

Bae Ya menatapnya dalam diam. Tekad yang kuat untuk melawan, memunculkan rasa bangga dalam diri pelayan itu terhadap Sua. Kini, orang yang ia layani, tidak akan mudah untuk ditindas lagi.

Sua menatap kain yang membungkus makanan beracun itu. Bukti di tangannya ini tidak akan berarti apa-apa jika ia hanya menyimpannya tanpa tindakan. Ia harus membuat semuanya bekerja sesuai rencananya.

"Bae Ya," panggilnya pelan.

Pelayan itu mendongak. "Ya, Nona?"

Sua menatap ke arah gadis itu. "Aku butuh bantuanmu untuk memainkan sebuah sandiwara."

Bae Ya mengerutkan kening. "Sandiwara?"

"Aku akan berpura-pura keracunan," jelas Sua. "Aku hanya ingin memastikan sikap ayah. Antara peduli, atau mengabaikan. Kau tahu, beliau melihat bahwa aku memiliki penyakit ini, tapi tidak ada seorangpun tabib yang ia perintahkan untuk merawatku." Senyum getir di ujung bibir gadis itu, membuat Bae Ya menelan ludah sesaat.

Pelayan itu tampak ragu. "Tapi, bagaimana jika tabib menyadari kalau Anda hanya pura-pura, Nona?"

Sua tersenyum kecil. "Aku sudah memikirkan itu. Aku bisa membuat tubuhku benar-benar tampak seperti orang yang terkena racun. Bibir pucat, tubuh lemas, dan napas pendek. Jika aku sengaja menggigit bibirku sedikit, darahnya akan membuat aku terlihat lebih parah."

Lagi-lagi Bae Ya menelan ludah. "Apa yang harus ku lakukan, Nona?"

"Berpura-puralah panik," jawab Sua tegas. "Kau harus berlari ke aula utama, menjerit dan memohon agar Ayah memanggil tabib istana. Tangisanmu akan membuat orang-orang percaya bahwa aku benar-benar sekarat."

Bae Ya menggigit bibirnya, lalu mengangguk. "Baik! Aku akan melakukannya, Nona."

Sua tersenyum. "Bagus. Kita mulai sekarang."

Beberapa saat kemudian, suara jeritan menggema di seluruh kediaman Perdana Menteri.

"Tolong! Tolong! Nona Sua… Nona Sua keracunan!"

Bae Ya berlari melewati koridor dengan air mata yang membanjiri wajahnya. Para pelayan dan pengawal langsung menoleh, panik melihat ekspresinya yang penuh ketakutan.

"Apa yang terjadi?!" salah satu pengawal bertanya.

"Nona Sua memakan makanan yang dibawa kepala pelayan. Dan sekarang, dia sekarat! Tolong panggil tabib! Cepat!" teriak Bae Ya histeris.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Retno Anggiri Milagros Excellent
sandiwara yang keren ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   210. Penobatan

    Ruang Istirahat VIP – 20 Menit Sebelum PenobatanLampu ruangan temaram, dengan aroma kayu cendana yang samar dari diffuser di sudut. Tirai tebal menutup seluruh jendela, meredam suara bising dari luar. Sofa empuk warna krem menunggu di tengah ruangan, dan meja rendah di depannya hanya berisi dua gelas air mineral yang belum tersentuh.Sua duduk di ujung sofa, tubuhnya sedikit condong ke depan. Zhenyu—atau Rai di kehidupannya yang dulu—berdiri di dekat meja, melepas jasnya lalu meletakkannya di sandaran kursi. Gerakannya santai, tapi matanya tak pernah lepas darinya.Ia memecah keheningan dengan nada ringan, tapi matanya menyelidik.“Aku pikir, tadi kau akan sedikit melirik… mantanmu.”Sua menoleh perlahan, ekspresinya dingin namun suaranya mengandung bara yang tak bisa disembunyikan.“Mantan? Ck ck…” Ia menggeleng pelan, senyum miring di bibirnya. “Aku ingin membunuhnya, sebagaimana ia juga telah mencoba membunuhku. Tidak hanya itu…” napasnya terdengar berat, “…dia bahkan mengklaim se

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   209. Setelah pengumuman

    Sepersekian detik ruangan membeku. Lalu, suara kamera meletup seperti hujan deras.Shen Yiru yang duduk tiga baris di belakang menegang, memaksa senyum yang terasa seperti pecahan kaca di bibirnya. Bian Yu di sampingnya hanya memandang lurus ke depan, rahangnya mengeras, jemari mengepal begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih.Zhenyu belum selesai.“Kami belum menikah secara resmi… tapi itu akan segera terjadi. Dan kepada Ayah saya—” ia menoleh ke raja, senyumnya semakin mantap, “—saya janji, berapa pun cucu yang Ayah inginkan… akan saya berikan.”Riuh tawa, tepuk tangan, dan decak kagum meledak di ruangan. Media sosial langsung dibanjiri potongan video itu.Sua menutup wajahnya dengan tangan, tapi tak bisa menyembunyikan senyum di balik jemarinya. "Astagaa! Rai ...!" gumamnya tak bisa menahan rasa malu.Di belakangnya, Shen Yiru seperti kehilangan warna di wajahnya… sementara Bian Yu untuk pertama kalinya, merasa dirinya bukan lagi pusat perhatian — bahkan di ruangan yang penuh

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   208. Pengumuman penting

    Sua mencoba menarik tangannya, tapi Zhenyu menahan lebih erat. Ia menoleh, menatapnya dari jarak dekat.“Mengapa kau terlihat gugup?” tanyanya lembut, nada suaranya hanya untuk Sua.Sua memalingkan wajah. “Aku tidak gugup. Aku… hanya tidak menyangka kamu bicara seperti itu di depan Ayahmu.”Zhenyu tersenyum tipis. “Kalau aku tidak bicara, kapan lagi kita punya kesempatan? Kau lupa… di kehidupan sebelumnya, kita tak pernah sempat berdiri di sini bersama.”Kalimat itu membuat Sua terdiam. Matanya memandang lantai, tapi dalam hatinya gelombang emosi beradu — antara rasa hangat karena diakui, dan ketakutan akan badai yang pasti akan datang.Raja Yan Shiming memecah keheningan. “Zhenyu, kau sadar apa yang kau katakan barusan? Kalau kabar ini sampai keluar sebelum penobatan selesai, istana akan gaduh.”Zhenyu menatap ayahnya. “Biar saja. Aku tidak mau menunggu sepuluh tahun lagi hanya untuk mengakui siapa yang ada di sisiku.”Di luar pintu, Bian Yu mengepalkan tangan hingga buku jarinya mem

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   207. Penerus

    Ruang Tunggu VIP – Gedung Serbaguna Istana YanchengPintu kaca otomatis bergeser terbuka, membiarkan Sua masuk bersama sejuknya AC yang menusuk kulit. Di dalam, ruangan luas itu didesain seperti lounge eksekutif — karpet merah lembut, sofa kulit premium, meja kaca berisi botol air mineral impor, dan layar LED yang menghitung mundur ke penobatan.Sua baru sempat menapakkan kaki satu langkah, ketika sebuah tarikan tiba-tiba menyeretnya ke arah hangat yang sangat ia kenal. Tubuhnya terhuyung—terjebak di pelukan yang begitu erat dan… penuh rindu.“Akhirnya,” suara itu begitu rendah, nyaris bergetar di telinganya, “kau datang juga.”Dada Zhenyu naik-turun pelan, tapi napasnya berat — seperti menahan sesuatu yang lama terpendam.“Berpisah denganmu satu hari saja…” Ia menunduk, menatapnya lurus dengan mata yang gelap dan penuh rasa. “…rasanya seperti satu abad.”Sebelum Sua sempat mengucapkan sepatah kata, lengannya sudah terangkat, dan tubuhnya ikut terangkat dari lantai. Zhenyu membopongny

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   206. Ejekan

    Bian Yu menatap Sua seperti sedang mengamati barang antik yang kehilangan kilaunya. “Tidak kusangka kau masih punya keberanian datang ke acara sebesar ini,” ujarnya pelan, tapi dengan nada yang cukup menusuk. “Terakhir kali kita berbicara… kau masih di ranjang rumah sakit. Tubuhmu nyaris tak bernyawa, dan aku—” ia menahan jeda, menatapnya dari atas ke bawah, “—sudah berada di puncak panggung dunia medis. Panggung yang dulu kau perjuangkan untukku.”Shen Yiru terkekeh kecil, tangannya menyentuh lengan Bian Yu seperti sedang mendukung pasangannya. “Ironis, ya? Dulu dia yang memolesmu sampai bersinar… sekarang dia yang harus berjuang supaya tidak terlihat pudar.”Bian Yu mendekat setengah langkah, membuat jarak mereka terasa lebih sempit. “Kalau kau butuh tempat duduk, pelayan di belakang mungkin bisa menyiapkan kursi di sudut ruangan. Tidak nyaman rasanya berdiri lama… apalagi untuk sekadar menonton dari jauh.”Sua tetap diam, menatap mereka bergantian. Wajahnya datar, tapi matanya meny

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   205. Undangan

    Beishan, kediaman keluarga JinMalam, pukul 23.48Di luar, hujan tipis seperti benang-benang perak jatuh di atas genting. Angin malam membawa aroma tanah basah, membuat udara di ruang depan terasa lebih dingin dari biasanya. Sua duduk di meja kerja, mengaduk ramuan yang masih mengepulkan uap hangat.Ketukan tiga kali terdengar di pintu — tepat, cepat, dan tak sabar.Kakek Jin Lu menoleh dari kursi goyangnya. "Siapa yang datang hampir tengah malam begini?"Ia berjalan membuka pintu, dan seorang kurir berseragam hitam langsung menunduk, menyerahkan gulungan bersegel emas naga kerajaan.“Pengiriman kilat dari Yancheng. Untuk Nona Sua Luqi,” katanya singkat, lalu pergi tanpa menunggu balasan.Sua berdiri, melangkah mendekat. Begitu segel dibuka, matanya langsung membaca baris pertama."Pengumuman Penobatan Putra Mahkota, besok pukul 09.00 di Aula Emas Istana Yancheng."Sua mengerjap cepat, lalu menatap kakeknya. “Apa? Besok? Penobatan?!” suaranya meninggi. “Baru tadi pagi dia di sini, kan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status