Share

Bab 5

Kata-kata Isaac membuat Karina tersentak. Tampaknya pria itu tidak suka membuang-buang waktu dan tidak berniat melepaskan Karina barang sedetik pun. 

“Sekarang?” 

Pertanyaan konyol, padahal Karina sudah tahu jawabannya. Itu karena dia terlalu terkejut dengan sikap terburu-buru Isaac yang menyuruhnya pindah hari itu juga. 

Mereka pergi menuju rumah Karina menggunakan mobil lamborghini putih yang harganya miliaran dolar. Ya, bisa dibilang mobil itu adalah salah satu dari sekian banyak mobil yang dikoleksi Isaac. Saking banyaknya mobil Isaac, Karina sampai sakit mata ketika melihatnya. 

Jika dipikir kembali, Karina sangat beruntung karena bisa duduk di kursi mobil mewah yang bahkan tidak akan bisa dia beli meskipun bekerja seumur hidup. Bagi Karina, jangankan sebuah mobil, untuk kehidupan sehari-hari saja gajinya masih kurang. 

Setelah tiba di rumahnya, Karina memasukkan semua pakaian kerja dan pakaian santainya ke dalam koper. Banyak sekali barang yang ingin Karina bawa, namun karena kopernya hanya ada dua, jadi dia hanya membawa barang yang penting saja. 

“Hanya itu?” Isaac mengarahkan pandangannya pada dua koper yang Karina bawa. 

“Saya tidak bisa membawa semuanya karena kopernya sudah penuh.” 

Tanpa bertanya lagi, Isaac terlebih dahulu berjalan keluar dari rumah Karina, meninggalkan wanita itu dengan dua koper di tangannya. Sementara Karina yang merasa kerepotan karena tidak ada yang membantunya membawa koper, menggumamkan kata-kata kasar. 

Melihat punggung Isaac yang berjalan di depannya, sontak Karina menggertakkan giginya karena kesal terhadap pria itu. Sungguh pria yang tidak memiliki hati, membiarkan seorang wanita lemah seperti Karina membawa dua koper sekaligus! 

“Ck, benar-benar merepotkan!” 

Bertolak belakang dengan ucapannya, Isaac membalikkan badannya dan menghampiri Karina yang masih jauh di belakang. Diraihnya salah satu koper milik Karina, lalu kembali berjalan tanpa berucap sepatah kata pun. 

“Terima kasih,” lirih Karina begitu mereka sudah berada di dalam mobil. 

Entah Isaac mendengarnya atau tidak, namun tidak ada jawaban dari mulut pria itu. Padahal Karina tulus mengatakannya meskipun tadi dia sempat mengutuk Isaac dalam hati. 

Tidak sampai sepuluh menit, mereka tiba di sebuah bangunan besar bergaya Eropa kuno dengan dua patung porselen yang berdiri di depan pintu masuk. Dibandingkan sebuah rumah, bangunan mewah itu lebih cocok disebut istana mengingat betapa luasnya bangunan juga halamannya. 

Namun, rumah mewah itu terasa sangat sepi karena hanya Isaac dan dua orang pelayan yang tinggal di sana. Ya, mungkin sekarang bertambah satu orang mengingat Karina akan tinggal di rumah Isaac. 

“Selamat datang, Tuan dan Nona.” 

Seorang pria dan wanita berpakaian pelayan dengan wajah yang serupa menyambut hangat kedatangan Isaac juga Karina. Meskipun mereka menyambut Karina dengan baik, namun Karina merasa sedikit risi dengan panggilan “Nona” yang mereka ucapkan padanya. 

Nona? Karina hanya seorang tawanan sekaligus mangsa untuk Isaac yang merupakan tuan mereka, tidak lebih! Panggilan itu terlalu istimewa dan tidak pantas untuknya! 

“Antarkan dia ke kamarnya!” 

Suara tegas Isaac memerintah seorang pelayan pria yang tengah membungkuk di hadapannya. Sorot matanya penuh dengan intimidasi dan aura menyeramkan menyelimuti sekitarnya. 

Karina mengikuti pelayan wanita yang berjalan di depannya hingga tiba di sebuah ruangan dengan pintu berwarna putih. Ruangan itu akan menjadi kamar Karina dan bersebelahan dengan kamar Isaac. 

Membaringkan diri, Karina menatap lurus ke arah atap kamar barunya, kedua tangannya mengelus-elus sprei yang begitu lembut, sedangkan kedua kakinya dibiarkan menggantung di sisi ranjang. 

Dalam satu hari, kehidupan Karina berubah total dari yang asalnya karyawan kantor biasa menjadi tawanan seorang vampir tampan yang kaya raya. Itulah sebabnya tidak boleh ikut campur dalam urusan orang lain. Jika Karina tidak mengikuti Isaac, mungkin saja kehidupannya yang monoton tidak akan berganti menjadi horor. 

Tok tok tok 

Ketukan pintu terdengar di balik pintu kamar Karina, lalu detik selanjutnya, suara pelayan pria yang tadi mengantar Karina pun terdengar. 

“Nona, waktunya makan siang.” 

Sejujurnya, Karina sangat menantikan waktu makan siang karena perutnya sejak pagi belum diisi apa pun. Bangun tidur langsung diinterogasi oleh Isaac, lalu kembali ke rumah hanya untuk mengemas barang-barang. Tentu saja perut Karina meronta-ronta, meminta untuk diisi. 

Tanpa menunggu lama, Karina bangkit dari ranjang dan membuka pintu kamarnya. Padahal tadi pelayan wanita memanggilnya untuk makan siang, namun begitu Karina membuka pintu, tidak ada siapa pun di sana. 

‘Tidak pelayan, tidak tuannya, mereka semua sama-sama mengerikan!’ pikir Karina. 

Ruang makan ada di lantai satu, sedangkan kamarnya dengan kamar Isaac berada di lantai dua. Oleh sebab itu, Karina perlu menuruni tangga agar sampai di ruang makan. 

Tampaknya Isaac sudah tiba lebih awal dan menunggu Karina duduk. Pria itu menatap tajam ke arah Karina, jari tangan kirinya mengetuk-ngetuk meja makan seolah-olah dia sudah lama menunggu kedatangan Karina. 

Makan siang dimulai dan diakhiri dengan keheningan. Baru kali ini Karina merasakan suasana mencekam saat sedang makan. Makanan yang enak pun menjadi sulit di telan karena suasananya yang menyeramkan. 

Isaac memberikan sekotak minuman penambah darah kepada Karina. “Jangan lupa untuk meminumnya.” 

“Terima kasih.” 

Senyum lebar terlukis di wajah cantik Karina ketika menerima pemberian Isaac. Namun ... 

“Kau harus meminumnya agar aku bisa menghisap darahmu setiap saat. Jangan sampai kau pingsan karena kehilangan banyak darah.” 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status