Share

Bab II Tak Pantaskah Maya untuk Ibnu

Bab II

Tak Seindah Malam Pertama

(Tak Pantaskah Maya untuk Ibnu)

Badannya terselamatkan, tapi tidak dengan hatinya. Air mata Maya menetes. Suara isak tangis tak dapat lagi ia sembunyikan, ia merasa seperti perempuan paling hina, hingga suaminya pun enggan untuk menyentuhnya.

“Apa aku semenjijikkan itu, Mas?” Akhirnya Maya berani melontarkan pertanyaan itu ke Ibnu.

*****************

Ibnu yang sedang dikuasai amarah. Semakin meradang saat mendengar pertanyaan Maya. Ia merasa terpojok, ia marah pada diri sendiri karena belum bisa melawan egonya. Selalu saja ingatan tentang masa lalu Maya hadir di saat ia hendak menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Kenangan masa lalu Maya itu menghentak dan membuatnya terlempar. Bukan hanya Maya, sesungguhnya Ibnu pun merasa tersiksa.

Segera Ibnu mengambil kaosnya yang berserak di lantai, memakainya sambil berjalan pergi meninggalkan Maya. Kamar mandi menjadi tempat tujuannya. Ia butuh air untuk mendinginkan hati juga tubuhnya yang terasa begitu panas.

Sesampainya di kamar mandi, Ibnu menghidupkan shower. Ia terduduk di bawah kran, membiarkan seluruh badannya tersiram air.

“Maafkan, Mas, May!” Ibnu terisak, ia benci dirinya sendiri, marah, menyalahkan diri sendiri atas ketidakmampuannya.

Di ruang keluarga, perlahan Maya bangkit, memungut bajunya yang juga berserakan di lantai. Tertatih ia bangkit sambil tangannya menekan dada. Untuk kesekian kalinya, hatinya begitu sakit, Ibnu membuatnya merasa menjadi perempuan paling hina. Dalam hati ia mulai meragu, benarkah Ibnu mencintainya. Sanggupkah ia terus bertahan. Sampai kapan, ia harus menjadi pesakitan seperti ini.

**********************

Malam terus merangkak menuju pagi. Januari memang bulannya hujan. Ada yang mendefinisikan bahwa nama Januari adalah kepanjangan dari hujan sehari-hari, yang artinya di bulan itu akan turun hujan sepanjang hari. Malam ini, Januari tanggal tiga, nyatanya memang hampir seluruh Jogja tersiram air hujan, demikian pula kediaman Ibnu dan Maya yang berada di Jogja bagian barat, di sebuah kecamatan yang berada di sisi barat kabupaten Sleman, yaitu kecamatan Gamping.

Konon, daerah ini dinamakan Gamping karena di wilayah ini terdapat sebuah gunung yang terbuat dari batu gamping, batu berwarna putih. Dahulu kala, di Gunung Gamping ini, setiap bulan Safar selalu terjadi musibah berupa runtuhnya Gunung Gamping. Oleh karenanya, Sri Sultan Hamengkubuwono 1 memerintahkan masyarakat untuk mengadakan upacara ritual dengan menyembelih sepasang pengantin Bekakak, yaitu boneka pengantin yang terbuat dari ketan, guna menolak bala dan menjauhkan masyarakat dari musibah. Tradisi inilah yang sampai saat ini kita kenal sebagai upacara adat ‘Bekakak atau Saparan’.

Sejak menikah, Ibnu memang tinggal di rumah Maya, sekitar 4 km dari rumah ibunya yang berada di kabupaten Bantul, kabupaten yang juga masih berada di Jogja.

Maya yang meminta Ibnu tinggal di rumahnya karena Maya adalah anak tunggal. Ibunya, bu Ratih, meninggal sebulan sebelum ia menikah. Rasa sedih juga kecewa terhadap Maya ternyata mempengaruhi kesehatan bu Ratih.

Bu Ratih yang sebelumnya memang memiliki riwayat penyakit jantung, semakin hari semakin melemah setelah mengetahui bahwa Maya hamil di luar nikah. Meski sejak awal Ibnu telah mengakui bahwa Maya hamil anaknya dan ia akan bertanggung jawab, nyatanya bu Ratih tetap merasa kecewa. Ia merasa gagal menjadi seorang ibu. Amanah almarhum suaminya untuk menjaga Maya tidak dapat ia penuhi. 

Rasa kecewa juga rasa bersalah yang mendalam membuat kesehatannya semakin menurun, hingga akhirnya bu Ratih meninggal 1 bulan sebelum Maya melangsungkan ijab kabul. Dan saat ini, disinilah Maya dan Ibnu bertempat tinggal. Di rumah yang menjadi saksi Maya bertumbuh dari lahir hingga saat ini berusia 23 tahun.

Suara adzan subuh berkumandang. Maya yang semalam memilih tidur di sofa depan tivi menggeliat. Perlahan matanya mengerjap, ia sedikit kaget saat terbangun mendapati dirinya sudah berada di dalam kamar, lengkap dengan selimut beludru yang menutupi badannya. "Pasti Mas Ibnu yang sudah membopong aku tadi malam," batinnya. Ia lega, karena setelah kejadian tadi malam, Ibnu masih memperhatikannya.

Maya memiringkan tubuhnya, kemudian menyingkap selimut yang menutupi badannya. Terasa udara yang begitu dingin, bekas hujan semalam. Setelah melipat selimut, Maya menurunkan kakinya dan melangkah ke kamar mandi.

Kamar tidur utama di rumahnya memang memiliki kamar mandi dalam. Setelah mencuci muka, Maya keluar kamar berniat mencari Ibnu untuk sholat subuh berjamaah.

Maya menuju kamar tidur sebelah, tetapi Ibnu tak ada di sana. Bergegas Maya menuju ruang keluarga, berharap menemukan Ibnu tertidur di sofa. Tapi ternyata nihil, disana pun Ibnu tidak ada. "Kamu dimana, Mas?" Maya khawatir, takut semalam Ibnu keluar rumah tanpa sepengetahuannya.

Sejenak Maya berfikir. "Apa Mas Ibnu sudah bangun dan sholat subuh duluan?" gumam Maya pelan. Maya berjalan menuju mushola yang berada di rumah bagian belakang, bersebelahan dengan ruang dapur.

Sesampainya disana, tampak Ibnu yang tertidur dengan sarung dan peci yang masih melekat di tubuhnya. Suara dengkurannya terdengar jelas, menandakan bahwa ia tidur dengan pulas. Artinya semalam Ibnu tidur di mushola, beralaskan sajadah. Mungkin ia melaksanakan shalat malam, hingga tertidur tanpa disengaja.

Maya mendekat ke Ibnu, dipandanginya wajah Ibnu yg sedang tertidur. Bola matanya dikelilingi lingkaran gelap, menunjukkan bahwa sang empunya kurang tidur. Di pipinya juga tampak bekas aliran air mata. 

Maya Iba, hatinya berdenyut merasakan sakit melihat suaminya begitu tertekan. "Apa pernikahan ini menyiksamu, Mas?" tanya Maya dalam hati. Air matanya menetes untuk kesekian kalinya, rasa bersalah semakin menggelayuti hatinya. Gara-gara dirinya, Ibnu merasakan sakit ini.

"Mas, bangun!" Perlahan Maya mengusap pipi Ibnu. Matanya tidak berhenti memandang wajah sang suami. Terpana. Maya menyadari bahwa suaminya memiliki wajah begitu menawan, alisnya tebal dipadu dengan hidung yang mancung dan bibir yang begitu manis untuk seorang laki-laki. Sempurna, satu kata yang menggambarkan ketampanan Ibnu. 

Jantungnya berdetak lebih kencang, tak berirama. Ada gelenyar aneh dalam rongga dadanya. Meski berulang kali Maya membantah, tapi hatinya tidak dapat berbohong bahwa ia mulai jatuh hati pada Ibnu. Jatuh hati pada semua yang ada di dalam diri Ibnu.

"Andai aku bertemu kamu lebih awal, Mas," lirihnya.

"Andai tak kulakukan kesalahan itu. Mungkin saat ini kita merasakan bahagia yang paripurna, Mas." Batin Maya, terus menyesali kesalahannya di masa lalu.

Ibnu menggeliat, merasakan pipinya dielus Maya. Perlahan matanya terbuka. "Eeeh … Dek, kok udah bangun?" duduk sambil membetulkan pecinya.

Bukannya menjawab, Maya justru balik bertanya. "Semalam, Mas, tidur di sini?" tanya Maya.

Sebelumnya, sebesar apa pun Maya dan Ibnu berselisih, Ibnu akan tetap tidur di dalam kamar bersamanya, tidak seperti malam ini.

"Kenapa?Apa karena Mas ndak mau tidur denganku?" tanya Maya kemudian yang hanya bisa ia lontarkan di dalam hati. Tak sampai ia menanyakan ke Ibnu. Takut menyinggung. Juga takut jika jawabannya tidak sesuai yang ia mau.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status