Maya, wanita cantik dengan kesalahan di masa lalu. Ia terpaksa menikah dengan Ibnu demi menutupi aib. Dapatkah Maya merasakan indahnya malam pertama bersama Ibnu? Dan mampukah ia dan Ibnu mempertahankan rumah tangga mereka?
View MoreBab I
Tak Seindah Malam Pertama
(Kesalahan di Masa Lalu)
"Apa, kabar, May?" Akhirnya Danu bertemu Maya. Binar matanya tak dapat menutupi betapa ia merasa begitu bahagia, pun dengan gerak tubuhnya, tampak begitu merindu.
Maya terdiam, tak pernah menyangka akan bertemu Danu lagi hari ini. Suasana hatinya yang semula bahagia, mendadak sendu saat ia menyadari bahwa Danu masih sama seperti dulu, penuh cinta.
Tak mendapat jawaban dari Maya, Danu kembali berucap. "Aku rindu kamu, May, maafkan aku selama ini tak pernah berkirim kabar."
Maya masih diam. Tetiba hatinya merasa kecewa juga marah dalam waktu bersamaan. "Kenapa baru sekarang? Buat apa? Kemana kamu selama ini, Mas?!" batin Maya berkata.
Masih teringat jelas di benak Maya, bagaimana sulitnya ia menjelaskan pada ibunya tentang bayi yang ada di perutnya. Masih terasa sakitnya, saat ia harus menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak ia cinta, hanya untuk menutupi aib. Beruntung masih ada laki-laki yang mau menikahinya.
"May, tolong bicaralah! Aku ingin mendengar suaramu, May … tidakkah kamu merindukan aku?" Danu kembali berucap, suaranya mulai bergetar. Dia menyadari ada sesuatu yang salah, tapi entah apa.
Maya diam seribu bahasa. Matanya memerah, menahan air mata. "Bahkan kamu pergi sebelum aku memberitahumu tentang anak kita, Mas." Rintih Maya dalam hati.
"May …."
"Aku sudah menikah, Mas. Pergilah!" Akhirnya Maya berhasil mengucapkan kalimat itu, kalimat yang sejujurnya sangat ia benci. Bergegas ia menutup pintu, tak mau hatinya semakin terluka melihat Danu terpuruk.
Dari dulu, Maya tak pernah bisa melihat Danu kecewa, apalagi terluka. Setelah apa yang terjadi, ternyata hatinya masih sama. Danu masih saja menempati ruang di hatinya, bahkan ketika ia telah jatuh hati dengan Ibnu, suaminya. Danu masih saja menjadi pemenang di hatinya.
Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Awalnya Maya berniat mengacuhkan ketukan pintu itu, tetapi ketika ia akan melangkahkan kaki, pintu kembali diketuk dengan lebih keras. Akhirnya dengan berat hati, ia membalikkan badan, melangkah mendekati pintu dan membukanya.
"Bukankah tadi aku sudah menyuruhmu pulang, Mas?!" Maya kaget, karena ternyata bukan Danu, melainkan Ibnu, suaminya.
"Ya … ini Mas pulang, Dek? Kenapa? Kok sepertinya kaget liat Mas pulang?" Ibnu bertanya sembari menyerahkan tasnya kepada Maya.
Sejenak Maya limbung, bingung harus menjawab apa. Tetapi semenit kemudian, ia bisa menguasai diri.
"Nggak, Mas … maksudku, kenapa Mas sudah pulang?" Sambil menerima tas Ibnu, Maya tersenyum manis. Senyum yang selalu bisa membuat Ibnu jatuh cinta padanya. Sayangnya Maya tak merasakan hal yang sama.
"Hari ini apa kabar hatimu, Dek?" Selalu pertanyaan itu yang Ibnu lontarkan ke Maya. Seakan mewakili kegundahan hatinya. Bukan tidak tau, Ibnu tau bahwa sampai hari ini Maya masih mencintai Danu. Tapi siapalah Ibnu, ia sadar bahwa ia belum bisa membahagiakan Maya, bahkan sampai detik ini, Ibnu belum mampu memberikan nafkah batin pada Maya.
Dua tahun sudah mereka resmi menjadi suami istri, tapi keduanya belum pernah melakukan aktifitas ranjang. Penyebabnya adalah kesalahan Maya di masa lalu. Ibnu masih saja enggan. Bukan karena tak cinta, Ibnu sangat mencintai Maya. Tapi ego lelakinya yang masih belum bisa ia kalahkan. Setiap kali mengingat Maya pernah disentuh laki-laki lain, hasrat Ibnu yang semula berkobar tiba-tiba raib. Sedang Maya, ia tak pernah mempermasalahkan hal itu, karena meski ia mulai jatuh hati pada Ibnu, tapi Danu masih menjadi yang utama di hatinya. Ketidakmampuan Ibnu justru menjadi penyelamat baginya.
Maya dan Ibnu berjalan beriringan menuju ruang keluarga. Tangan kiri Ibnu memegang bahu kiri Maya, sementara tangan kanannya memegang tangan Maya sambil meminta kembali tasnya. “Biarkan mas yang bawa tasnya, Dek. Ini berat, karena mas bawa dua laptop, kebetulan tadi laptop mas habis baterainya, jadi mas pinjam laptopnya Dini, sekretaris mas, untuk meeting di Rumah Makan Kaliwatu bersama klien mas dari Semarang.”
Ibnu selalu seperti itu memperlakukan Maya, penuh perhatian, menjaganya, tidak rela jika Maya kecapekan apalagi kesakitan.
“Mas, mandi dulu gih, biar segar!” Akhirnya sampailah Ibnu dan Maya di ruang keluarga.
“Mau aku siapin makan malamnya sekarang atau nanti, Mas?” Tanya Maya pada Ibnu.
“Sekarang aja, Dek. Mas dah lapar sangat. Tadi sengaja nggak makan, hanya minum coklat panas saja, karena mas pingin makan malam bareng kamu, Dek.” Jawab Ibnu sambil tangannya menyisir rambut Maya, menyelipkan beberapa helai rambut Maya yang terlihat berantakan ke belakang telinga.
Satu jam kemudian, Ibnu telah keluar dari kamar. Ia mengenakan celana warna hitam selutut dan kaos berwarna abu muda tanpa kerah. Kulit Ibnu yang berwarna sawo matang tampak bersih menggunakan baju warna itu. Model baju yang simpel dengan bahan kaos yang jatuh dan menempel di badan, memperlihatkan dada bidangnya yang kokoh. Menunjukkan bahwa pemiliknya rajin berolahraga. Selain itu, Ibnu menggunakan parfum maskulin yang wanginya elegan. Ibnu memang paling pandai memilih wangi parfum, bahkan Maya kalah wangi dibandingkan ia.
Maya yang sedang menonton TV menoleh ke arah Ibnu saat ia mencium aroma maskulin. “Wangi banget, Mas?” Tanya Maya sambil tersenyum ke arah Ibnu.
“Iya dong, kan mau ketemu istri tercinta.” Kelakar Ibnu sambil mendudukkan bokongnya di sofa sebelah Maya. Tangannya memeluk pinggang ramping Maya.
Maya tersenyum, “Makasih Ya, Mas… sudah sedemikian menyayangiku, padahal aku ini hanyalah perempuan ….”
Mata Maya berembun, rasa bersalah kembali menelusup di hatinya. Kalimatnya terputus karena Ibnu memotong ucapannya. “Dek, bukankah tidak ada manusia yang sempurna? Buat mas, masa lalumu bukanlah hal yang penting, tidak perlu diingat, lupakan! Yang penting adalah masa depan kita, keluarga kita.”
“Apa benar seperti itu yang kamu rasakan, Mas? Kalau memang iya, kenapa sampai saat ini, Mas belum juga menyentuhku? Jijikkah kamu, Mas?!” Batin Maya meronta, tetapi ia tak berani mengutarakan isi hatinya ke Ibnu. Maya tidak memiliki keberanian, ia takut jika apa yang ia duga adalah kenyataan yang Ibnu rasakan saat ini. Lagipula, ia pun tidak bisa membohongi hatinya, bahwa sampai detik ini masih sangat mencintai Danu. Ia ragu, bisakah ia melakukan kewajiban sebagai seorang istri jika saja Ibnu memintanya.
Wajah Maya tampak muram. Ia bingung dengan perasaannya. Satu sisi, ia merasa terselamatkan dengan sikap Ibnu yang sampai saat ini belum mau menyentuhnya, tetapi disisi lain, sebagai wanita, ia merasa belum pantas menyandang status istri karena belum menunaikan kewajibannya. Maya menangis dalam pelukan Ibnu.
“Maafkan aku, Mas … Maafkan, aku! Andai waktu dapat kuulang,” tangis Maya dalam hati. Ia tak pernah berhenti menyalahkan diri sendiri.
Ibnu menyadari apa yang dirasakan Maya. Dua tahun bukanlah waktu sebentar, ia tahu selama ini sudah memperlakukan Maya tidak adil dengan tidak memberikan nafkah batin. Tapi, bukankah selama ini Maya pun tidak pernah menyatakan protes keberatan. Bagi Ibnu, itu merupakan pertanda bahwa sampai detik ini Maya belum bisa mencintainya dan Ibnu tidak mau memaksakan kehendaknya pada Maya.
Tapi malam ini berbeda. Maya tampak begitu cantik dalam balutan piyama berwarna merah maroon. Kulitnya tampak putih berseri, juga terasa begitu lembut saat ia sentuh. Hal ini membuat Ibnu merasakan gelenyar aneh dalam dada. Pelan tapi pasti, sesuatu yang lama tertidur dalam dirinya bangkit, dahaga sebagai laki-laki yang selama ini ia tahan menuntut untuk dipenuhi.
Sedang Maya, ia sadar bahwa Ibnu menginginkannya. Hatinya berkecamuk. Ragu. Haruskah ia menyambut Ibnu. Tapi menolak juga bukan keputusan yang tepat. Sebagai suami, kemana lagi Ibnu melabuhkan dahaganya jika bukan pada Maya. Maya berpikir bahwa mungkin inilah saatnya. Perlahan tubuhnya mulai merespon, Ibnu berhasil membawanya melayang.
Maya dan Ibnu tampak seperti sepasang burung yang sedang dimadu cinta, keduanya berusaha saling membahagiakan. Tapi tak berselang lama, saat hasrat mereka hampir mencapai puncak. Tiba-tiba Ibnu kembali terbayang kesalahan Maya. Bayangan Maya sedang bercumbu dengan laki-laki lain muncul di benaknya. Dahaganya yang hampir purna berganti dengan kemarahan, egonya sebagai laki-laki berontak, Ibnu kalap, ia mendorong tubuh Maya dengan kasar hingga Maya terjatuh, beruntung ada sofa di belakangnya.
Badannya terselamatkan, tapi tidak dengan hatinya. Air mata Maya menetes. Suara isak tangis tak dapat lagi ia sembunyikan, ia merasa seperti perempuan paling hina, hingga suaminya pun enggan untuk menyentuhnya.
“Apa aku semenjijikkan itu, Mas?” Akhirnya Maya berani melontarkan pertanyaan itu ke Ibnu.
Bab 68Tak Seindah Malam Pertama(Ikhlas yang Membahagiakan)“Saya terima nikah dan kawinnya Maya binti Almarhum Hamdan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”“Sah?”“Sah.”Serempak semua tamu yang berada di masjid Al Falah mengucap Hamdalah. Diantara sekian manusia yang hadir, tampak seorang wanita paruh baya yang sedari tadi terus menitikkan air mata.Bukan air mata kesedihan, tetapi justru air mata bahagia. Ia adalah saksi bagaimana sang putra tersiksa batin selama bertahun lamanya karena menyesali kesalahannya di masa lalu.Ia tak menyangka, bahwa niatnya mencari istri dari kalangan pondok pesantren agar sang putra memiliki istri yang tau agama, sabar mendampingi, juga telaten membantu sang putra melupakan kesalahannya di masa lalu, justru membawa sang putra bertemu dengan cinta di masa lalunya.Wanita paruh baya itu adalah Sukma. Diantara sekian yang hadir, dialah yang paling bahagia menyaksikan sang putra-Danu, akhirnya dapat bersatu dengan Maya-cinta sejatinya
Bab 67Tak Seindah Malam Pertama(Lamaran)“Maaf, tapi aku ini hanya seorang janda, hanya seorang wanita yang gagal menjadi seorang istri. Aku takut membuat kecewa, Bah.” Maya masih menunduk, tidak berani mengangkat wajahnya. “Tidak ada manusia yang tidak pernah gagal, Nduk. Semua pasti pernah merasakan yang namanya kegagalan, hanya bentuknya saja yang berbeda, ada yang besar, ada juga yang tidak tampak dari luar. Kebetulan kamu pernah mengalami kegagalan yang besar. Abah yakin, hal itu justru menjadikan kamu lebih unggul dari sebelumnya bukan?” Abah berujar.“Tapi saya hanya janda,” ujar Maya lirih.“Terus kenapa jika janda?” Kini gantian Umi yang menimpali.“Saya nggak pantas,” jawab Maya tetap merasa rendah diri.“Dia adalah putra dari tamu yang tadi datang kemari, Nduk. Memang masih bujang, belum pernah menikah, tapi usianya seumuran sama kamu.” Abah berbicara, meski Maya tak bertanya.“Tamu tadi itu adik kandung Abah, jadi putranya itu keponakan Abah. Meski selama ini kami sudah
Bab 66Tak Seindah Malam Pertama(Maya di Masa Kini)“Nduk, tolong bawakan nampan ini ke depan. Ada tamu Abah yang datang,” pinta Umi pada Maya.“Baik, Umi,” jawab Maya, manut.Bagi Maya, Umi dan Abah merupakan malaikat penolong. Ia tak tahu akan jadi seperti apa jika tidak ada Umi dan Abah yang menolongnya. Itu sebabnya, Maya selalu manut juga patuh pada keduanya. Terlebih di rumah itu, ia diperlakukan dengan sangat baik, layaknya seorang anak. Ia mendapat kasih sayang begitu besar dari keduanya.“Nuwun ya, Nduk,” ujar Umi.Tanpa menunggu permintaan tolong kedua kalinya dari Umi. Maya segera mengambil nampan dan berjalan menuju ke ruang tamu.Di ruang tamu, terlihat Abah tengah berbicara dengan seorang tamu wanita berusia paruh baya. Di sebelah Abah, duduk Umi yang tadi mendahului menuju ke ruang tamu.“Mangga, Dek, diminum ala kadarnya,” Umi mempersilahkan tamu Abah.“Iya, Mbak Yu,” jawab sang tamu.Setelah menganggukkan kepala sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada, Maya be
Bab 65Tak Seindah Malam Pertama(Move On)“Bu Dini mengalami anemia berat. Kondisi ini sudah terjadi sejak kehamilan trimester kedua. Seharusnya, saat itu Bu Dini mendapat transfusi darah, tapi beliau menolak. Saat saya tanya apa alasannya, beliau mengatakan jika ….” Dokter menghentikan bicaranya.“Jika apa, Dok?” Ibnu tak sabar mendengar penjelasan dokter lebih lanjut.“Kata Bu Dini, beliau tidak mau membuat Pak Ibnu repot,” ujar Dokter dengan suara pelan, takut menyinggung perasaan Ibnu.“Apa?! Mana mungkin saya merasa repot jika itu berkaitan dengan istri dan janin di dalam kandungannya!” Ibnu tak percaya jika Dini berpikiran seperti itu.Dokter hanya menatap Ibnu dengan tatapan yang sulit diartikan. Jika apa yang ditakutkan Dini merupakan sesuatu yang mustahil bagi Ibnu, maka sudah jelas bahwa komunikasi antara Ibnu dan Dini tidaklah baik. Hal itu yang muncul di benak sang dokter, bahwa pasiennya kali ini memiliki persoalan komunikasi dengan sang suami.“Sebagai Dokter seharusnya
Bab 64Tak Seindah Malam Pertama(Akibat Zina)"Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu tega meninggalkan Maya di saat kamu telah menanamkan benih di dalam rahimnya? Kenapa kamu se pengecut itu, DANU?!" Ibnu menyebut nama Danu dengan penuh penekanan.Peristiwa yang menjadi sumber masalah dalam kehidupannya, juga kehidupan orang-orang di sekitarnya. Karena perbuatan zina yang telah dilakukan dua sahabatnya, ada banyak hati yang harus tersakiti."Apa maksudmu?" Danu menggelengkan kepalanya.Ia tak paham, dan tak pernah sedikitpun terlintas dalam benaknya jika Maya mengandung benihnya. Ibnu diam, tak mau menjawab pertanyaan Danu. Berkali ia menghela nafas untuk menetralisir perasaannya yang carut marut. Sementara Danu, pikirannya mulai terbuka, ia menggabungkan peristiwa demi peristiwa yang telah terjadi. Dari mulai Maya yang marah saat bertemu dengannya, Ibnu yang menikahi Maya tetapi justru menikah lagi dengan Dini, hingga akhirnya perpisahan antara Ibnu dan Maya."Ya Allah, apa yan
Bab 63Tak Seindah Malam Pertama(Terbuka satu Rahasia)"Mau kemana, Mas?" Dini mendekati Ibnu yang sedang mengenakan jaket."Aku mau ketemu dengan Bagas, Dek. Baru saja dia telepon, ngajakin ketemu, mau cerita sesuatu katanya," jawab Ibnu."Oh, ketemuan dimana, Mas?" tanya Dini.Sebenarnya, ia sangat ingin Ibnu tetap di rumah bersamanya, entah kenapa sedari tadi siang kepalanya terasa nyeri. Ingin mengeluh, tapi takut dikira cari perhatian."Di rumah Ibu. Nggak apa-apa 'kan ditinggal sebentar? Insha Allah sebelum maghrib aku sudah pulang, Dek," ujar Ibnu sambil menyodorkan tangannya pada Dini agar disalami oleh istrinya."Nggak apa-apa, Mas," jawab Dini.Ia mencium tangan Ibnu dengan penuh takzim. Entah kenapa, perasaannya kali ini begitu melow, seakan setelah ini ia tak bisa lagi bertemu dengan Ibnu."Mau dibawain apa pulangnya?" tanya Ibnu sambil menyambar kunci motor di atas nakas."Lagi nggak pengen apa-apa, Mas. Hmm … Mas hati-hati aja," ujar Dini sambil berjalan mengikuti Ibnu.
Bab 62Tak Seindah Malam Pertama(Hanya Raganya Saja)Dini mengusap pipinya yang basah dengan telapak tangannya, sedang mata menatap sendu ke arah luar. Menatap seorang pria yang sedari dua jam lalu, duduk termenung di teras rumahnya."Maafkan aku, Mas. Jika tahu semua ini hanya membuatmu tersiksa batin, aku tak akan membiarkan Mbak Maya pergi. Andai waktu bisa diulang, aku akan memilih tak pernah jatuh cinta dengan kamu, Mas." Dini berbicara sendiri.Sejak kepergian Maya, Ibnu berubah, Ibnu yang awalnya begitu hangat memperlakukannya, kini berubah menjadi dingin. Suaminya itu memang tak pernah berlaku kasar, baik ucapan maupun perbuatan. Semua kewajibannya sebagai suami pun tetap dipenuhi, bahkan kebutuhan biologis bagi Dini tak pernah alpa dilakukannya. Hanya saja, semua tanpa rasa, hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja. Tak ada rasa, semua diterima hambar oleh Dini."Aku rindu kamu yang dulu, Mas. Tidakkah bakal bayi dalam rahimku ini membuat engkau melupakan Mbak Maya, Mas?" D
Bab 61Tak Seindah Malam Pertama(Maya Hamil?)Ibnu melipat surat dari Maya yang ditemukannya di atas meja. Disekanya bulir air mata yang sudah dengan lancang menetes di pipi.Cengeng. Belum pernah ia merasa se cengeng ini. Sedari kecil, ayahnya selalu menanamkan jika laki-laki tak boleh menangis, jika laki-laki tak boleh cengeng. Nyatanya, hari ini ia menangis untuk wanita yang ternyata begitu ia cintai."Maafkan, Mas, Dek," bisik Ibnu, seakan Maya ada disana dan bisa mendengar permintaan maafnya.Pagi tadi, Riska datang ke rumah mengantar akta cerai untuknya. Rumah tangganya bersama Maya sudah usai.Setelah melewati berbagai pertimbangan, akhirnya Ibnu bersedia melepaskan Maya. Meski berat, akhirnya ia memutuskan hal itu."Ibu kecewa, Le. Bagaimana bisa kamu menyembunyikan hal sebesar ini dari Ibu selama bertahun-tahun?" ungkapan kekecewaan Ibu beberapa bulan yang lalu kembali terngiang di telinga Ibnu.Saat itu, ia menceritakan alasan kenapa dulu ia menikahi Maya secara terburu-bu
Bab 60Tak Seindah Malam Pertama(Pengacara, Utusan Maya)"Selamat pagi, Pak Ibnu." Seorang wanita tersenyum menyapa Ibnu, begitu pintu terbuka.Sesaat Ibnu terdiam. Ia mencoba mengingat-ingat siapa wanita yang kini berada di hadapannya, tapi ia tak mengingatkan apa pun, sepertinya ini memang kali pertama ia bertemu dengan wanita berpenampilan rapi di hadapannya.Wanita itu mengenakan rok panjang berwarna maroon, dengan atasan berupa kemeja dengan motif garis berwarna merah muda. Jilbab yang ia kenakan juga berwarna maroon, senada dengan warna rok plisket yang ia kenakan."Perkenalkan, Saya Riska Sundari, pengacara yang ditunjuk oleh Bu Maya untuk mengurus perceraian beliau dengan Pak Ibnu," ucap wanita yang ternyata bernama Riska itu.Hati Ibnu berdenyut nyeri kala mendengar kata perceraian. Ia tak menyangka Maya akan secepat ini mengurus semua, tidak sampai hitungan hari. Bukan akhir seperti ini yang ia mau.Setelah mengatur nafas dan berdehem satu kali, Ibnu pun mempersilahkan Risk
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments