Share

Bab VII Pertemuan Danu dan Ibnu

Bab VII

Tak Seindah Malam Pertama

(Pertemuan Danu dan Ibnu)

Setelah suasana hatinya sedikit membaik, Danu kembali menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu. Pulang. Dia hanya ingin pulang untuk menenangkan diri. Hari ini ia melewati hari yang terasa begitu berat.

*******************

Kicauan burung dan hembusan angin pagi membangunkan Danu dari tidurnya yang lelap. Perlahan ia membuka mata, ia gerakkan tangan juga kaki secara perlahan. Ketika menoleh ke kanan, ia  mendapati Mama Sukma sedang membuka jendela kamarnya.

"Bangun, Nak, sudah pagi, sholat subuh dulu." Mama Sukma berbicara sambil mendekati Danu. "Bagaimana tidurmu malam ini? Nyenyak?" tanya Mama Sukma kemudian.

"Lumayan, Ma." Danu berbohong, mana mungkin ia tidur nyenyak, sementara baru tadi malam ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa suami Maya adalah Ibnu sahabatnya. Danu terjaga hingga dini hari, ia baru bisa tidur setelah minum ctm, obat tidur yang ia beli di apotek.

Semalaman Danu berpikir, ia mencari dimana kesalahannya hingga Maya dan Ibnu tega mengkhianatinya. Tapi nihil. menurut Danu, satu-satunya kesalahannya adalah pergi berlayar tanpa berpamitan dengan Maya. Tapi bukankah ia hanya pergi selama 2 tahun? Secepat itukah Maya melupakannya.

Ibnu? Bagi Danu, Ibnu adalah sahabat terbaiknya. ia selalu ada untuk Danu. Susah senang mereka lalui bersama saat kuliah dulu. Meski berbeda jurusan, tetapi mereka saling membantu dan mensupport saat mengerjakan skripsi, hingga akhirnya mereka lulus bersama.

Ibnu tau bahwa Danu amatlah mencintai Maya. Bahkan selama ini, ibnu selalu mendukung Danu untuk menikah muda. Ibnu yang paling semangat mendorong Danu untuk segera meminang Maya meski Danu masih kuliah.

"Tenang, Bro, pernikahan itu membuka jalan rezeki, optimis aja, kamu pasti bisa menafkahi Maya dengan pantas meski masih kuliah. 'Kan kamu bisa kerja sambil kuliah?" Ibnu meyakinkan Danu kala itu. Tapi Danu tidak mau, ia ingin bekerja, ingin memantaskan diri dulu. Ia hanya ingin memastikan Maya bahagia jika kelak menjadi istrinya.

Maya pun juga telah beberapa kali bertemu dengan Ibnu, Danu yang mengenalkan Maya pada Ibnu. Selama ini, Maya tidak menunjukkan gelagat aneh ketika bertemu Ibnu. Wajar. Selayaknya teman.

"Bagaimana mungkin Maya bisa jatuh hati pada Ibnu? secepat ini?" Danu terus saja bertanya-tanya dalam hati.

Danu kembali teringat dengan malam indah yang ia lalui bersama Maya. Saat itu, Maya dan Danu sedang berada di rumah Maya. Rumah Maya sepi karena bu Ratih pergi ke Bogor mengunjungi salah satu keluarganya di sana. Awalnya, Danu hanya berniat mengantarkan Maya pulang ke rumah, tetapi karena hujan turun, Maya menawarkan Danu untuk mampir, berteduh sembari menunggu hujan reda.

Suasana malam yang dingin disertai hujan gerimis membuat Danu dan Maya terlena. Atas nama cinta, mereka berani melanggar norma. Malam itu menjadi malam terindah bagi mereka berdua. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Serasa candu, mereka ingin mengulangi lagi, lagi dan lagi. Hingga akhirnya mereka lelap dalam kenikmatan tak bertepi.

Paginya, Maya menangis histeris. Tak menyangka kekasih yang amat ia cintai tega menodai. Sedang Danu, ia bingung dengan perasaannya. Sebagai lelaki, ada rasa bangga dalam dirinya ketika ia berhasil memiliki Maya seutuhnya, ia bahagia, yakin bahwa peristiwa itu akan membuat Maya terikat dengannya. Meski tak dapat dipungkiri, ada rasa bersalah yang begitu dalam. Ia telah menyalahi kepercayaan yang diberikan Maya padanya.

"May, maafkan aku. Janji, aku akan bertanggung jawab. Kita akan menikah secepatnya." Penuh keyakinan Danu berucap.

Maya tak mampu menjawab, ia merasa kotor. Kekhawatiran juga ketakutan menggelayuti hatinya. Bagaimana jika Danu ingkar? Harta berharga yang ia miliki telah terambil darinya, lalu apa lagi yang akan ia persembahkan pada suaminya kelak. bagaimana jika ternyata Danu bukanlah jodohnya? bermacam tanya muncul di benaknya.

Menangis, menangis dan hanya menangis yang bisa dilakukan Maya. Nasi telah menjadi bubur. Maya jatuh dalam penyesalan yang begitu dalam. Ia menghabiskan hari itu dengan menangis. Rasa cinta yang awalnya demikian besar berubah menjadi rasa kecewa yang tak tak kalah besarnya.

Hingga satu bulan kemudian, Danu menghilang. Satu hal yang paling Maya takutkan benar-benar terjadi. Danu pergi, meninggalkan benih dalam rahimnya yang terus bertumbuh dan berkembang.

"Nak, nanti siang, ikut Mama, Yuk. Mama pengen ajak kamu minum di Gerai Kopi kita," Mama Sukma datang sambil membawa segelas teh hangat, membuyarkan lamunan panjang Danu.

"Oh… iya, Ma. Gerai kopi yang waktu itu Mama ceritain ya," jawab Danu tergeragap.

Mama Sukma membuka Gerai Kopi di salah satu mall di Kota Jogja ini. Berawal dari kecintaannya pada kopi, hingga akhirnya menuntun Mama Sukma untuk membuka Gerai Kopi sendiri. Siapa sangka, Gerai Kopinya banyak disukai anak-anak muda. Hingga ia berhasil membuka 5 cabang Gerai Kopi sekaligus hanya dalam waktu satu tahun.

"Betul, Nak. Mama siap-siap dulu ya." jawab Mama Sukma sembari tersenyum. Ia berharap dengan keluar rumah jalan-jalan, Danu bisa melupakan segala rasa yang membuatnya patah hati.

*************

Siang harinya, Danu menepati janjinya untuk menemani Mama Sukma. Suasana Gerai kopi terlihat begitu nyaman. Konsep duduk lesehan ditemani musik instrumental yang mengalun lembut membuat pengunjung merasa begitu damai juga tenang. Di sisi kanan kiri gerai digantung aneka lampion dengan lampu temaram, membuat suasana semakin syahdu. Fasilitas Wifi gratis yang disediakan menjadi daya tarik tersendiri, khususnya bagi para pelajar dan Mahasiswa. Rupanya Mama Sukma memang pandai membaca pangsa pasar. Ia tahu bahwa dengan predikat sebagai kota pelajar, Jogja memiliki banyak pelajar dan mahasiswa yang merupakan target market paling menggiurkan.

Danu memilih duduk di salah satu meja yang ada di pojok Gerai. Dari tempatnya duduk, Danu bisa melihat seluruh pengunjung dengan leluasa. Hingga pandangannya jatuh pada seseorang yang sangat ia kenal. Postur tubuh dan wajahnya sangat ia hafal. Seseorang yang telah membuatnya kehilangan wanita yang paling ia cintai.

Danu melihat Ibnu sedang duduk menikmati secangkir kopi sambil tangannya memainkan Hp. Sesekali Ibnu tampak tersenyum. Dalam bayangan Danu, saat ini Ibnu sedang berkirim pesan dengan Maya. Mereka saling bercanda, bermesraan melalui dunia Maya. Ibnu tampak bahagia, sedangkan Danu dirajam rasa nelangsa.

"Seharusnya aku yang saat ini bahagia bersama Maya." Rintih Danu dalam hati.

Danu tak henti menatap tajam Ibnu, dadanya bergemuruh. Cemburu. Emosinya merajai. Tak dapat menahan diri, Danu melangkah menuju meja dimana Ibnu berada. Mama Sukma yang sedang mengadakan briefing dengan karyawannya terheran melihat Danu beranjak dari tempat duduk tanpa berpamitan padanya. Mama Sukma merasa ada yg tidak beres, ingin mengejar Danu, tapi langkahnya tertahan karena sedang memimpin briefing.

"Jadi itu tujuanmu selama ini bersikap baik padaku?! Selamat, kamu berhasil merebut Maya." Ucap Danu begitu ia sampai di depan Ibnu.

"Danu? Hai, apa kabar, Bro?" Ibnu keget, justru menyapa Danu dengan ramahnya, ia ulurkan tangan mengajak Danu berjabat tangan.

Danu tidak menanggapi. Tangannya justru mengepal, ia merasa dipermainkan oleh Ibnu. Keramahan Ibnu ia terima sebagai bentuk ejekan atas kekalahannya telah kehilangan Maya.

"Selama ini kemana aja, Bro?kok nggak ada kabar?" Masih Danu memberondong Danu dengan banyak pertanyaan.

Merasa Jengah. Danu tak dapat lagi menahan emosi. Danu menghantam perut Ibnu dengan begitu kerasnya. Ibnu yang tak menyangka mendapat serangan tidak bisa mengelak. Ia terlempar ke belakang, jatuh, menimbulkan suara keras. Mereka menjadi tontonan para pengunjung yang ada di sana.

"Itu hadiah karena kamu telah berani merebut Maya." Danu berkata sembari berbalik, berniat meninggalkan Ibnu. Ia merasa tak lagi mampu menahan gejolak amarah di Dada. Ia takut semakin melukai Ibnu. Betapa kagetnya Danu saat berbalik badan, ternyata di belakangnya telah berdiri wanita yang selama beberapa hari ini berhasil menyiksa batinnya. Maya menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

Danu dan Maya berhadapan. Diam. Sesungguhnya ada banyak tanya yang ingin Maya lontarkan ke Danu, tapi begitu melihat Danu melukai Ibnu, ia urungkan. Ia merasa bahwa Danu telah berubah. Danu yang ia kenal adalah laki-laki penyayang yang tak pernah bersikap kasar. Bukan Danu yang saat ini berada di depannya. Semakin besar rasa kecewa Maya pada Danu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status