Share

Bab VI Kawan Atau Lawan?

Bab VI

Tak Seindah Malam Pertama

Mama Sukma terpana melihat Danu. Mata Danu memancarkan begitu banyak cinta, juga rasa kagum. Putra bungsunya begitu mendamba perempuan bernama Maya. Sebagai seorang ibu, ia merasa iba pada putranya. Ia hanya bisa berdoa. ”Semoga Danu dapat melewati semuanya. Semoga Danu menemukan cinta yang sebenarnya.”

***********************

Sore ini, Danu memilih untuk berkeliling kota Jogja. Dua tahun membuatnya kangen dengan suasana Jogja. Ia mengendarai mobil melewati jalan ‘ring road’ lingkar utara. Ternyata dua tahun saja sudah banyak yang berubah. Di jalur utara, tepatnya di perempatan Jombor, telah dibangun ‘Underpass’, jembatan besar yang membuat jalan menjadi dua lajur, yaitu lajur atas dan lajur bawah. ‘Underpass’ ini membuat arus lalu lintas yang dulunya sering macet menjadi lancar.

Dari Perempatan Jombor, Danu berbelok ke arah selatan menuju Jalan Magelang. Malioboro adalah tujuannya. Sesampainya di Malioboro, Danu pun juga merasa ‘pangling’. Di sepanjang Malioboro yang dulu penuh dengan sepeda motor terparkir, saat ini sudah bersih dan rapi. Parkir sepeda motor dipusatkan menjadi satu di Malioboro sebelah utara, tepatnya di dekat Stasiun Tugu. Disana telah dibangun parkir bertingkat yang sangat luas.

Kiri dan kanan jalan sepanjang Malioboro dibuat taman. Banyak tempat duduk cantik yang disediakan. Aneka patung unik terpajang di sana, juga lampu berwarna warni, mempercantik suasana malioboro, khususnya di malam hari. 

Danu terus mengendarai mobilnya, hingga tanpa disadari, ia telah sampai di depan rumah Maya. Danu tertegun saat menyadari bahwa ia berada di jalan menuju rumah Maya. Akhirnya ia memutuskan untuk menghentikan mobilnya di bawah pohon, agak jauh dari rumah Maya, tetapi masih cukup jelas untuk melihat keadaan rumah itu.

Angan-angan Danu melayang. Membawanya kembali ke masa dua tahun yang lalu. Dulu, Danu sering bertandang ke rumah itu, setiap malam minggu. Bahkan bu Ratih sudah sangat mengenalnya, menganggap ia seperti anak sendiri. Rumah Maya laksana rumah kedua baginya saat itu. 

Danu kembali teringat saat dulu, ia dan Maya membuat pesta kebun di depan rumah itu untuk merayakan ulang tahun bu Ratih yang ke-48. Maya dan Danu sengaja merahasiakan acara tersebut, mereka membuat kue bersama ketika bu Ratih sedang pergi keluar rumah. Tidak hanya itu, mereka juga memborong banyak bunga anggrek untuk membuat taman. Bu Ratih sangat menyukai bunga anggrek, sama seperti Maya. Kejutan mereka berhasil, bu Ratih sangat bahagia mendapat hadiah sebuah kebun anggrek.

Masih jelas di ingatan Danu, saat Maya dan bu Ratih berkabung atas meninggalnya Pak Roni, Ayah Maya. Pak Roni meninggal karena sakit Diabetes Melitus atau penyakit gula. Pak Roni dirawat di Rumah Sakit selama dua bulan. Selama itu pula Danu selalu mendampingi Maya dan bu Ratih. Ia ikut menunggui Pak Roni di rumah sakit, membantu Maya membereskan rumah saat bu Ratih menginap di rumah sakit, juga memastikan Maya selalu makan tepat waktu, karena dalam keadaan bersedih, Maya kerap lupa makan. Hingga pada akhirnya Pak Roni menghembuskan nafas terakhir. Danu selalu ada untuk Maya.

Begitupula saat Maya sakit. Maya memiliki sakit maagh akut, ia sering terlambat makan, bahkan sampai lupa makan. Sibuk, selalu menjadi alasan Maya. Pernah suatu malam, bu Ratih menelpon Danu mengabarkan bahwa Maya kesakitan. Tidak peduli dengan hujan deras diikuti angin kencang, Danu datang ke rumah Maya untuk memberikan pertolongan. Danu dan bu Ratih membawa Maya ke rumah sakit. Danu setia menemani disaat Maya terbaring tak berdaya, hingga akhirnya dokter mengijinkan Maya pulang. Sejak saat itu, Danu menjadi orang pertama yang paling cerewet mengingatkan Maya untuk makan. Tak jarang Danu datang ke rumah hanya untuk mengantar makanan kesukaan Maya. Seperti itulah Danu, ia selalu berusaha ada untuk Maya. Baginya, Maya dan bu Ratih adalah keluarga keduanya. Masa depannya.

“Andai saja waktu bisa kuputar kembali, May. Aku tak akan pergi berlayar. Buat apa aku mendapatkan banyak uang, jika pada akhirnya aku kehilangan kamu,” batin Danu.

Danu terus saja menyesali keputusannya. Belum bisa menerima segala yang terjadi. Ia masih tidak percaya Maya mengkhianati janji mereka. “Bahkan kita telah melakukan banyak hal, May … semudah itukah kamu berpaling?” Batin Danu kembali bertanya-tanya.

Disaat Danu berkecamuk dengan banyak penyesalan dan pertanyaan di benaknya. Dari tempatnya duduk, Danu melihat Maya keluar rumah bersama seorang laki-laki. Sesaat Danu tertegun, “bukankah itu Ibnu?” tanyanya seorang diri.

Ibnu adalah salah satu sahabatnya di kampus. Sebenarnya mereka berdua berbeda jurusan. Danu mengambil jurusan IT sedangkan Ibnu mengambil jurusan Hukum. Awalnya mereka tidak saling kenal, hingga akhirnya mereka dipertemukan dalam organisasi kampus. Banyaknya kegiatan organisasi yang mereka ikuti bersama membuat mereka menjadi akrab dan dekat. Danu tidak menyangka bahwa Ibnu lah laki-laki yang telah menikahi Maya. Merebut Maya darinya.

Danu menajamkan penglihatannya, memastikan bahwa ia tak salah lihat. Betul, memang Ibnu yang saat ini bersama Maya. Menggandeng tangan Maya dengan penuh rasa sayang. Dan Maya, ia tampak begitu bahagia, wajahnya begitu cantik dengan jilbab pashmina berwarna biru muda. Warna kesukaan Maya, juga Danu. Bahkan mereka memiliki selera warna yang sama.

“Tega kalian!?” Luka Danu kembali menganga.

Danu merasakan lukanya semakin dalam, dua orang yang ia sayangi, kekasih dan sahabatnya, justru menikamnya dari belakang. Tak pernah terbayang oleh Danu bahwa Ibnu, sahabatnya, juga menginginkan Maya. Sama seperti dirinya.

Danu terus mengamati Maya dan Ibnu dari kejauhan. Ia melihat dengan jelas betapa Ibnu memperlakukan Maya begitu lembut, penuh cinta. Maya pun terlihat demikian. Ibnu membukakan pintu mobil untuk Maya dan membantu Maya masuk ke dalam mobil, kemudian ia duduk di depan kemudi, menjalankan mobil perlahan keluar dari rumahnya. Meninggalkan Danu yang masih terdiam di dalam mobilnya dengan sejuta luka di hati.

Lama Danu belum juga beranjak dari tempat itu. Ia masih memegang dadanya, merasai sakit yang begitu dalam. Andai bukan Ibnu, mungkin Danu tidak akan merasakan sakit sampai sesakit ini. Maya adalah cinta pertamanya. Besar harapan Danu untuk menjadikan Maya sekaligus sebagai cinta terakhirnya. Merelakan Maya adalah hal tersulit yang paling ia benci. Danu tidak yakin bisa melakukannya. 

Berulang kali Danu mengucap Istighfar. Ia ingat pesan Mama Sukma. “Nak, ketika hatimu dilanda gelisah, kesakitan, juga kekhawatiran, perbanyaklah istighfar. Ingat Allah, agar hatimu tenang kembali!” Pesan Mama Sukma beberapa hari yang lalu.

“Astaghfirullah hal 'adzim,” lagi Danu beristighfar.

Setelah suasana hatinya sedikit membaik, Danu kembali menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu. Pulang. Dia hanya ingin pulang untuk menenangkan diri. Hari ini ia melewati hari yang terasa begitu berat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status