Bab 45
Tak Seindah Malam Pertama
(Ibnu Cemburu)
Sesampainya di taman, Danu tersenyum mendapati taman itu masih tertata dengan apik, bahkan jauh lebih indah dari yang dulu dibuatnya. Ia menikmati keelokan bunga anggrek yang menjadi koleksi Maya, hingga pandangan matanya berhenti pada sosok wanita yang sedang berdiri di pinggir kolam ikan.
"Maya …."
*********************
Danu berjalan mendekati wanita yang sedari tadi ingin ditemuinya. Maya tampak sedang menyemprotkan air pada anggrek berwarna merah tua yang terlihat sedikit layu, meski anggrek itu tetap cantik memukau.
"Sama." Danu tiba-tiba berkata, membuat M
Bab 46 Tak Seindah Malam Pertama (Takut Kehilangan)
Bab 47Tak Seindah Malam Pertama(Adilkah?)
Bab 48 Tak Seindah Malam Pertama(Permintaan Maya) Bu Marni menangkap gelagat Maya yang terlihat keberatan, tapi tak kuasa menyampaikan. Bu Marni memancing Maya untuk menjawab. “Bagaimana dengan kamu, May?” tanya Bu Marni. Maya mengangkat wajahnya, ia menatap Ibnu sebelum akhirnya menjawab. ****************************** “Jujur saya tidak tahu mesti menjawab apa, Bu. Tapi …." Maya menghentikan bicaranya. Ragu. "Tapi kenapa, May?" tanya Bu Marni penasaran. "Tapi … Saya merasa kehilangan Mas Ibnu. Selama ini Mas Ibnu hanya mendatangi saya di siang hari saat makan siang, hanya sekedar mengingatkan untuk makan dan minum obat. Maaf, Mas.” Maya berucap sembari menunduk, tak kuasa menatap Ibnu. Satu sisi, Maya takut suaminya itu tersinggung, tapi disisi lain, ia berharap Bu Marni dapat menjadi penengah dan mengingatkan sikap Ibnu yang lalai. “Kamu dengar, Le? Artinya, apa yang kamu lakukan itu belum ad
Bab 49 Tak Seindah Malam Pertama (Rumah Baru)
Bab 50Tak Seindah Malam Pertama(Bertiga, lebih bahagia)
Bab 51 Tak Seindah Malam Pertama (Membuka Aib)
Dokter menatap Ibnu dan Dini bergantian. Setelahnya, ia menghembuskan nafas panjang. "Bagaimana kondisi istri saya, Dok?" Ibnu mengulangi pertanyaannya karena tak kunjung mendapat jawaban dari dokter. Dokter justru tersenyum, kemudian berkata, "Alhamdulillah, kondisi bu Dini dan kandungannya sehat, dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan jika semua normal." "Alhamdulillah," Ibnu dan Dini mengucap syukur bersamaan. Mereka saling menoleh, kemudian tersenyum, terlihat sangat lega. "Tapi, Dok, perdarahan yang kemarin saya alami, apa tidak bahaya, Dok?" Rupanya Dini masih belum puas mendengar penjelasan dokter. "Tidak apa-apa, Bu Dini. Flek-flek yang Ibu alami kemarin adalah hal yang wajar untuk seorang ibu hamil. Meskipun tidak semua ibu hamil mengalami flek-flek seperti yang Ibu alami, tetapi tidak apa-apa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Dokter berusaha menjelaskan dengan bahasa paling mudah. "Maksudnya normal gimana ya, Dok?" Tanya Dini lagi, masih belum puas. "Flek-flek y
Akhirnya Ibnu dan Dini kembali sampai di rumah baru mereka. Ibnu mematikan mesin mobil dan dengan hati-hati sekali memapah Dini untuk turun dari mobil, seolah Dini adalah benda rapuh yang harus dilindungi sedemikian rupa. “Hati-hati, Dek, jalannya pelan-pelan saja!” Pesan Ibnu saat melihat Dini berjalan dengan cepat. “Iya, suamiku yang bawel,” jawab Dini. Ia bahagia Ibnu mengkhawatirkannya. Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang istri selain mendapat ribuan perhatian juga kasih sayang dari suami. “Dibilangin suami kok malah begitu to, Dek?!” Ucap Ibnu. Ia sungguh khawatir dan tak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada istri keduanya itu. “Iya, Mas,” jawab Dini pada akhirnya. Ia menghentikan langkah agar sejajar dengan Ibnu, setelah Ibnu berada di sampingnya, ia melingkarkan tangannya di tangan kokoh Ibnu, bergelayut manja di sana. “Aku seneng, Mas perhatian sama aku.” Dini berucap manja, membuat Ibnu menyunggingkan senyum. Ia lupa dengan perasaan bersalahnya pada Maya.