POV Miranda.
"Jangan menangis, ayo tersenyum," ujarnya saat aku tenggelam dalam kesedihan dan semua penolakan kekasihku secara halus. Kalau dia memang tahu kami tidak bisa bersama mengapa dia terus mempertahankan hubungan ini.Dulu aku adalah konsultan desainer untuk kantornya, aku bekerja di sebuah perusahaan penyedia jasa arsitek dan layanan interior. Aku berkenalan dengannya saat mendesain langsung kantor untuk direktur utama dan ruang kerjanya. Kami akrab karena sering bertemu lalu pada akhirnya lelaki itu mengutarakan cintanya padaku.Dia bilang dia kagum padaku yang meski seorang anak yatim piatu, tapi aku bangkit dan mampu mandiri, aku tumbuh dengan cerdas dan bisa berkarir layaknya wanita sukses yang datang dari keluarga harmonis dan kaya. Dia bilang, Aku adalah wanita edisi terbatas yang diinginkan semua pria di dunia ini.Soalnya Aku sama sekali tidak tahu kalau dia punya istri, pikir dia lajang Karena Dia menghabiskan banyak waktu untuk mengurusi karir dan bisnis. Hampir sepanjang hari dan malam dia di kantor menghabiskan waktu, bergelut dengan kertas-kertas dan asistennya, juga laptopnya. Pelan-pelan aku juga mengagumi kinerja dan betapa seriusnya lelaki ini dengan komitmen karirnya. Kupikir kalau aku dan dia menikah kamu akan jadi pasangan yang hebat karena sangat berdedikasi dengan pekerjaan dan bisa menghasilkan uang yang banyak.Harapan tinggal harapan, semuanya pupus di malam aku bercinta dengannya dan dia mengatakan yang sebenarnya, dia bilang dia sangat jatuh cinta padaku tapi dia tidak bisa menikahiku karena ternyata dia adalah milik orang lain.Hari itu aku benar-benar sangat terluka dan minta putus dengannya, tapi entah kenapa dia langsung membenturkan dirinya ke dinding dan berusaha pergi ke balkon untuk menjatuhkan diri dari lantai 4 hotel tempat kami berkencan. Tentu saja aku panik dengan sikap dramatisas Alfian, dia menangis, dia terduduk di lantai sambil tergugu dan bilang lebih baik mati saja daripada putus denganku.Ironisnya, dia bilang tidak bisa hidup tanpaku, tapi ketika aku mengajaknya menikah, dia bilang dia sangat mencintai keluarganya. Sungguh, kejomplangan hubungan yang tak bisa dimengerti. Dia mencintaiku tapi tidak bisa meninggalkan istrinya.Ada rasa penasaran di bulan benakku untuk mengetahui siapa wanita yang beruntung itu. Kutahan diriku karena kalau aku tahu, aku pasti akan mencari tahu sampai tidak bisa berhenti melakukan itu. Aku akan akan terobsesi lalu kehilangan esensi kenyamanan hidupku. Tidak, aku tak mau.*"Sayang, kau harus menjaga kelenturan tubuh dan fisikmu, karenanya aku memberimu sebuah hadiah," ucapnya sambil mengangsurkan kontak berwarna coklat."Kenapa kau selalu memberiku hadiah Mas, ini bukan lebaran atau ulang tahunku?""Tidak masalah, bagiku setiap hari adalah lebaran, kau hadiah dalam hidupku," ujarnya sambil mengecup mesra, kubuka kotak itu dan mendapatkan kartu keanggotaan game gimana aku bisa berolahraga di tempat mewah dengan tarif yang sangat mahal. Aku terkesima melihat kartu keanggotaan berwarna merah marun dengan tulisan namaku di sana.Miranda Aryadi."Sejak kapan kau menyiapkan ini?""Aku bukan cuma memperhatikan kesehatan dan dirimu, bahkan aku menyiapkan semuanya untuk kita termasuk detail-detailnya. Kita akan bangun rumah musim dingin di tepi danau, lalu ada kebun di bagian belakangnya sehingga kalau kau ingin buah atau sayur kau bisa langsung memetiknya. Kita akan duduk sambil menikmati roti buatanmu, minum Wine dan cahaya bulan. Aku juga ingin kita menabung untuk kendaraan di masa depan dan investasi di hari tua."Aku langsung meneteskan air mata begitu mendengar rencana masa depan tentang kehidupan kami. Ucapannya seakan-akan aku adalah istrinya, aku adalah calon ibu anak-anaknya dan aku pula yang akan menghabiskan hari tua dengannya. Aku tak mampu membendung keharuan sekaligus sedih pada kenyataan kalau semua itu hanya mimpi yang dibangun di atas permukaan kaca yang seketika bisa saja pecah berkeping-keping. Jika istrinya tahu, maka hidup dan hubungan kami akan hancur,impian dan semua kata-kata manis yang diucapkan Mas Alfian hanya seperti debu di atas batu yang kemudian disapu oleh air hujan, lalu semuanya hilang tak berbekas.Ingin kuakhiri hubungan ini tapi aku terlanjur mencintainya, aku terlanjur memberikan tubuh di mana aku menerima dia sebagai suamiku sehingga ia bisa menjamahku, aku juga terlalu memberikan 3/4 hatiku untuk dirinya, sisanya, Jika dia meninggalkanku, maka mungkin aku bisa gila."Aku mengerti perasaanmu kalau kau pesimis dengan hubungan kita. Tidak banyak hal yang bisa kujanjikan padamu kecuali aku akan selalu berusaha ada di sisimu dan mendatangimu setiap malam.""Tapi sampai kapan aku jadi simpanan!""Siapa bilang kau simpanan, kau memiliki seluruh hatiku meski wanita itu memiliki tubuh dan statusku," ucapnya sambil mengecup ujung jariku dengan penuh perasaan, ia memejam dan air mata perlahan menetes dari netranya. Kalau sudah begitu Aku kehilangan kata-kata untuk mendebatnya karena egoku dikalahkan oleh rasa iba dan cinta.Sungguh, aku tidak nyaman dengan hubungan ini. Aku tahu Mas Alfian begitu mencintaiku karena meski dia sudah berada bersama istrinya, kalau aku meneleponnya, maka dia akan datang. Dia selalu ada begitu aku memanggilnya jadi di bagian mana aku harus melakukan lelaki baik itu.Malam ini dia datang, aku telah mengenakan pakaian tidur saat yang berwarna marun. Saat bel pintu berbunyi aku langsung membukanya begitu daun pintu terbuka pria itu langsung memeluk dan menyergap bibirku dengan mesra."Aku rindu, sepanjang hari di kantor Aku memikirkan dirimu," bisiknya sambil menjelajahi pipi dan leherku."Benarkah?" tanyaku sambil mendorong dadanya."Sungguh, aku sangat rindu padamu." Dia menggendongku, mendudukkan diriku di atas meja mini bar, membelai tubuhku lalu kami memadu asmara di sana, dengan penuh gairah.Entah kenapa aku begitu menikmati percintaanku dengan Mas Alfian, meski aku tahu di seberang sana--istrinya yang entah siapa dia--pasti sedang gelisah memikirkan suaminya di mana dan sedang apa.POV gaida.Kenapa Mas Adrian pergi terburu-buru begitu saja saat kami baru saja hendak memadu asmara. Aku rindu sentuhan dan pelukannya yang hangat sampai pagi, di mana itu sudah jarang sekali terjadi.Aku merindukannya, sangat, aku merasa suamiku adalah milikku dalam status, tapi, kadang aku merasa sama sekali tidak memiliki hatinya atau mengenalnya, entah kenapa bisa begitu. Kenapa, di saat ia sudah mengenakan hijamah dan bersiap untuk tidur tiba-tiba dia langsung pergi."Halo, selamat malam Valerie," ucapku pada asisten pribadi Mas Alfian."Iya Nyonya...." Dia memanggilku seperti itu karena dia dulu bekerja sebagai asisten orang tuaku."Apa suamiku punya pekerjaan atau tugas penting malam-malam begini sehingga dia harus pergi.""Setahu saya tidak ada Nyonya. Apakah ada masalah? apa ada yang bisa saya bantu?""Tidak Terima kasih Valeri.""Sama sama."Benarkan! Dia sama sekali tidak punya tugas mendadak di kantornya. Lalu, ke mana dia pergi malam-malam begini, entah kenapa hatiku mu
Aku sama sekali tidak curiga padanya, aku percaya bahwa Miranda adalah gadis yang baik, dia sopan dan tahu diri. Sejak bergaul dengannya aku jadi merasa punya teman yang benar-benar mengerti perasaanku, aku sering mengajaknya curhat dan dia merupakan pendengar yang baik, ia selalu memberiku solusi dan bisa membuatku terhibur. Suatu hari kuajak ia ke rumah, tadinya ia menolak dengan alasan sibuk, tapi karena aku mengundangnya dengan cara mendesaknya maka dia tidak punya pilihan lain.Pertama kali masuk ke rumahku wanita itu tercengang melihat interior rumah, baru di masuk saja kami sudah disambut dengan foyer dan meja konsole marmer italy, ada cermin estetik di bagian, lalu menuju ke tengah, ada tangga kembar menuju lantai, sebelah kanan ruang tamu dan sebelah kiri ruang keluarga dengan smart tv ukuran jumbo. Di bagian void ada lampu gantung dengan desain mewah dan meja bundar dengan vas rangkaian bunga Peony berukuran besar.Dia tercengang menatap rumahku."Kenapa aku suka desain
"Kemarilah ...." aku langsung mendekap wanita itu ke dalam pelukanku, sementara ia semakin tergugu di bahu ini dengan pilu.Aku mengerti sekali bagaimana dilema perasaan yang sedang dialami wanita itu. Ia pasti sangat jatuh cinta dengan kekasih kebanggaannya di mana ia selalu menceritakan hal baik-baik tentang pria pujaannya itu. Dia bahagia bersamanya dan bangga memilikinya.Tapi di sisi lain lelaki itu punya istri. Bagaimanakah perasaan istrinya yang sudah setia menunggu di rumah. Pasti wanita itu akan tercabik-cabik perasaannya kalau tahu suaminya berkhianat. Ketika seorang wanita sudah dilukai dan kecewa maka akan sulit mengembalikan perasaan dan kepercayaannya. Jika wanita itu merasa murka dan memilih bercerai bagaimana pula nasib anak-anak mereka. Ah, aku harus menghentikan Miranda untuk terus berada di antara hubungan pasangan halal. Dia cantik dan karirnya cemerlang, dia pantas mendapatkan lelaki yang lebih baik dan hanya mencintai dia satu-satunya sebagai wanita."Kemarilah,
Sudah dua tahun hubungan kami, tapi Mas Alfian belum kunjung menunjukkan keinginannya untuk melamarku. Ya, dia tidak mungkin melakukannya karena kesepakatan Kami adalah melanjutkan hubungan seperti ini saja tanpa pernah terungkap ke publik apalagi sampai dibawa ke jenjang pernikahan.Kata orang, Hanya wanita bodoh yang mau jadi gundik seumur, hanya wanita yang tidak tahu diri dan tidak menghargai solidaritas sesama wanita yang akan menyakiti makhluk yang sama seperti dirinya."Aku harus bagaimana?" Aku kembali termenung sambil memeluk diriku, duduk di sisi dinding yang pemandangannya langsung mengarah ke gedung gedung dan situasi kota di malam hari. Kelip lampu lampu begitu cerah, berbeda dengan masa depanku yang belum jelas arah tujuannya.Ting tong!Bel apartemenku berdering, aku langsung bangkit karena sudah tahu siapa yang datang. Begitu kubuka pintu, mas Alfian yang sudah di sana dan menatap diri ini dengan tajam."Sayang, Alhamdulillah kamu mampir juga," ucapku yang tak sa
Aku terbangun dalam posisi tidur sendirian, kucari suamiku dengan dada berdebar, isu perselingkuhan yang sedang merebak di komplek kami membuat diriku khawatir kalau ternyata pelakunya adalah suamiku.Dengan langkah yang begitu cepat kau cari dia ke semua sudut rumah sehingga aku mendapatinya tertidur di sofa dalam keadaan TV yang masih menyala. Kuhampiri dirinya lalu kubangunkan dia dengan perlahan."Mas.""Iya?""Pindah ke kamar yuk, kau dari mana aja sih.""Urusan kerjaan." Ia menggeliat lalu bangun dan beranjak di kamar dengan langkah yang lesu. Waktu menunjukkan pukul 03.00 pagi dan aku sama sekali tidak menyadari kedatangannya."Maaf ya, karena belakangan ini aku jarang menemanimu atau memberimu nafkah batin.""Iya Mas, tak apa, aku mengerti kau sibuk.""Aku menyiapkan hadiah dibawa sofa ruang tv sebagai bentuk permintaan maafku yang jarang menemanimu.""Oh ya, kok sempat-sempatnya kamu menyiapkan hadiah padahal kamu sangat pusing dan sibuk dengan kerjaan Mas?""Bagiku, Tidak ad
Lututku langsung gemetar, dadaku berdebar seolah jantung direnggut dari rongga dada. Aku syok sekaligus mulai timbul berbagai penafsiran dalam benakku mengingat sekarang ini santer sekali isu perselingkuhan di mana pelakunya adalah salah satu diantara kami yang ada di komplek ini."Ada apa sayang?" Tanya suamiku yang mengejutkanku dari belakang aku langsung membalikkan badan dan gugup.Aku berusaha tersenyum meski bola mataku dipenuhi genangan air mata, ia terheran-heran melihatku."Ada apa sih?" Ketika melihatku memegang label pakaian pria itu langsung mengerti."Oh aku bisa jelasin, sebenarnya aku mau beli baju berwarna putih tapi ketika melakukan pembayaran, aku berubah pikiran kalau warna merah lebih pantas untukmu, makanya tanpa sengaja ada dua struk belanja.""Oh begitu ya...."Aku seketika langsung merasa lega."Aku yakin Kau pasti syok dan banyak pikiran," ujarnya sambil memelukku."Iya Mas, aku nyaris saya tak mampu bernapas membayangkan semua masalah ini.""Sudahlah, jangan k
"Ada apa Miranda?" Aku langsung mendekat dan menanyai wanita itu sementara ia semakin pucat dan terus menggelengkan kepala dengan muka yang syok."Mas ...." Ia langsung meneteskan air mata, mimik bibirnya mengisyaratkan bahwa ia kenal betul suamiku."Jadi kau kekasih suamiku?" tanyaku dengan tenggorokan tercekat. Ia juga menelan ludah dengan susah payah. Wanita itu kehabisan kata-kata kecuali hanya bisa menggeleng dan menolak argumenku."Jadi, ini gaun yang katamu kau berubah pikiran, Mas?" tanyaku pada Mas Alfian.Mas Alfian dengan segala kegugupan dan rasa bersalahnya segera mendekat dan menarik tanganku lalu mengajakku untuk bicara lebih jauh ke pintu utama."Tolong jangan bikin keributan aku bisa menjelaskannya," desisnya, Miranda yang juga tengah kebingungan dan syok juga mengikuti kami lalu langsung mendengarkan perkataan, suamiku."Mas, inikah sebabnya kamu melarang saya bersahabat dengan mbak Ghaida, ternyata dia istrimu, Mas?" Kelihatannya wanita itu juga terkejut, ekspresi
Sebenarnya aku tidak ingin pergi ke acara jamuan makan itu karena aku punya tugas untuk mendesain ruangan sebuah apartemen milik klienku.Mungkin aku berusaha membantu Mbak Gaida meski aku tak jarang meluangkan waktu dan meninggalkan pekerjaan. Bagiku menjaga hubungan pertemanan dan keakraban sungguh sangat baik, ditambah sekarang ini jarang sekali kita bisa mengenal orang-orang yang tulus.Mbak Gaida sangat baik dan memperlakukanku dengan layak. Dia sangat tulus padaku bahkan membelaku meski aku sudah mengatakan padanya bahwa saat ini aku telah menjadi hubungan dengan seorang lelaki yang sudah punya istri. Dia tidak menghakimi apa lagi menghujatku. Dia menghargai pilihanku meski Ia tetap memintaku untuk mengakhiri hubungan karena mengingat hal itu akan menyakiti istri dari pacarku.*"Aku izin pergi ke mall bersama temanku ya," ucapku kepada kekasihku saat aku sedang meneleponnya di jam istirahat. 2 jam lagi mbak gaida akan menjemputku jadi aku harus segera bersiap."Temanmu yang m