Share

Part 5

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-03 15:25:26

Vanka hampir kehilangan keseimbangan saat melihatnya.

Pria itu masih sama. Masih dengan garis rahang tegas yang dulu sering ia kagumi. Masih dengan bahu bidang, tubuh tegap, dan tatapan teduh yang dulu membuat seolah di dunia ini hanya ada mereka berdua. Tapi kini tatapan itu bukan untuknya.

Vanka hampir tidak bisa bernapas. Ia berdiri di antara para tamu dengan jantung bertalu-talu dan sekujur tubuh gemetar.

Di depan sana Shankara sedang tersenyum pada perempuan berparas ayu bersamanya.

Susah payah Vanka menahan genangan air mata agar tidak luruh membasahi pipinya. Tubuhnya kaku, matanya tidak lepas menatap Shankara bersama wanitanya.

Vanka menggigit bibir menahan tangis. Ia ingin berteriak, ingin maju dan berkata bahwa lelaki itu adalah ayah dari anaknya. Tapi suaranya seakan terkunci di tenggorokan.

Ia tidak tahu berapa lama berdiri di sana memandangi Shankara dengan dada yang terasa diremas dari dalam.

'Ma, sakit ....' Suara kecil Lengkara kembali terngiang di telinganya.

Air mata Vanka akhirnya tumpah. Ia memejamkan mata, mengatur napas di antara isak yang berusaha ia sembunyikan. Ini bukanlah waktu yang tepat untuk menangis, tapi hatinya sudah terlalu lelah menahan semua beban.

Dari perkataan MC, Vanka tahu nama perempuan yang bersama Shankara adalah Anindia. Putri seorang pengusaha otomotif ternama, pemilik jaringan showroom besar.

Jadi ini kehidupan Shankara sekarang?

Memiliki usaha yang berkembang pesat, kehidupan yang semakin baik, dan kini bertunangan dengan anak pengusaha.

Ia mengembalikan pandangan ke depan sana. Seseorang sedang berbicara dengan mikrofon, memberi sambutan singkat. Kata pertunangan diucapkan beberapa kali, membuat perut Vanka terasa mual.

Lalu Shankara akhirnya berbicara.

"Terima kasih untuk kehadiran semuanya. Hari ini saya ingin memperkenalkan seseorang yang sangat berarti bagi saya, yang akan mendampingi saya"

Vanka memalingkan muka. Tidak sanggup memandangnya.

Ia tahu, Shankara berhak bahagia. Ia juga tahu, ia sendiri yang meninggalkan lelaki itu dulu karena kebodohannya. Tapi, tahu tidak selalu berarti siap. Tidak ketika melihat lelaki yang dulu dicintainya kini berdiri bersama wanita lain di hadapannya.

Suara tepuk tangan tamu terdengar riuh. Vanka tersentak. Ia menatap lagi ke depan,dan tepat di hadapannya, Shankara kini menyematkan cincin di jari manis perempuan itu.

Tangan Shankara sempat gemetar ketika memasangkan cincin itu, tapi tidak seorang pun menyadarinya. Hanya Vanka, yang terlalu hafal setiap gestur tubuh lelaki itu. Cara bahunya sedikit menegang, cara rahangnya mengeras sejenak sebelum ia tersenyum kembali.

Setelah cincin terpasang, pembawa acara menuturkan kalimat seremonial dengan suara riang.

"Dengan ini resmilah pertunangan antara Shankara Jiwa dan Anindia Larasati."

Seluruh tamu bertepuk tangan.

Dunia Vanka runtuh seketika.

Vanka menyaksikan dengan perasaan pilu saat Shankara meraih tangan tunangannya untuk berfoto di depan backdrop bertuliskan 'Pertunangan Shankara dan Anindia'.

Di antara kilatan kamera dan senyum-senyum bahagia, Vanka hanya bisa berdiri dengan tubuh lunglai. Setiap kali Shankara tertawa, hatinya seperti teriris.

Setiap kali Shankara menatap perempuan itu, dadanya semakin sesak.

Musik lembut dari piano kembali mengalun, kali ini mengiringi pasangan itu berjalan menuruni panggung untuk memberi salam kepada para tamu. Dan saat jarak mereka semakin dekat, Vanka langsung panik. Ia memalingkan wajah, bersembunyi di balik pilar besar berhias bunga mawar putih.

Langkah kaki Shankara terdengar mendekat. Vanka menahan napas.

Ia melihat ujung sepatu hitam begitu dekat dengannya.

Beberapa detik kemudian, ia mendengar suara Shankara menyapa para tamu. Suara yang dalam, maskulin, dan dulu mampu membuat jantungnya berdebar tidak karuan.

"Terima kasih sudah datang," kata Shankara kepada salah satu tamu di dekatnya.

Vanka merapatkan tubuh ke pilar. Jika saja lelaki itu tahu ia ada di sana, jika saja ia menoleh satu detik saja, mereka akan bertemu.

Tapi Shankara berlalu begitu saja. Tanpa tahu bahwa wanita yang dulu pernah menjadi bagian hidupnya kini berdiri di belakangnya dengan mata basah.

Vanka mengusap air matanya dengan punggung tangan. Ia berjalan cepat ke arah pintu keluar, melewati barisan tamu yang sibuk berbincang dan berfoto. Ia belum siap bertemu dengan Shankara.

Tangannya gemetar hebat saat membuka tas untuk mengambil ponsel yang berbunyi.

Mamanya yang menelepon.

"Halo, Ma," sapa Vanka pelan.

"Kamu ke mana saja, Vanka? Kamu bilang cuma sebentar. Ini Lengkara nangis nggak mau berhenti! Katanya sakit!" cerocos ibunya dari seberang sana.

Sayup-sayup Vanka mendengar tangis kecil putrinya yang menyayat hati.

"Ma, sakit, Ma, sakit ...."

Vanka menahan pilu. Jantungnya serasa diremas oleh tangan tidak kasat mata. Ia sungguh tidak tega mendengarnya.

Sampai kapan ia akan membiarkan anaknya menderita begini?

Lengkara masih kecil. Masih depannya masih panjang. Akankah Vanka tega membiarkannya di saat masih ada satu kesempatan?

"Ma ... sakit ... Mama di mana?"

"Iya, Sayang. Sabar sebentar ya." Vanka mengeraskan suaranya agar terdengar oleh Lengkara. "Ma, sebentar lagi aku pulang. Tolong bujuk Lengkara dulu," ucapnya pada Martha.

Tanpa memberi waktu pada ibunya itu untuk mengomelinya, Vanka kembali ke ballroom. Ia mencari sosok Shankara di tengah-tengah keramaian dan menemukannya tengah duduk berdua menikmati hidangan dengan tunangannya.

Vanka tidak ingin merusak hubungan mereka. Ia datang bukan untuk merebut. Tapi demi putri mereka.

"Abang!" panggil Vanka setelah memberanikan diri. Suaranya terdengar lebih keras daripada yang dimaksudkan, membuat lelaki itu dan tunangannya memandang pada Vanka.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 109

    Ucapan putrinya tentu saja membuat Shankara tercengang. "Tante Anin?" Shankara mengulangi seolah ingin memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar."Iya, Pa. Di depan." Lengkara menunjuk ke arah pintu dengan wajah sedikit tegang, berbeda dari ekspresi cerianya sejak tadi.Tidak ada dalam pikiran Shankara bahwa Anindia akan datang ke rumahnya setelah kejadian kemarin. Pagi-pagi pula. Bayangan kejadian malam itu berkelebat cepat di kepalanya. Teriakan, tangisan, darah, dan kegigihan Anindia yang membuatnya tidak nyaman. “Lengkara masuk ke kamar dulu ya,” katanya setenang mungkin sambil berjongkok di hadapan putrinya. “Papa mau bicara sebentar.”Lengkara mengangguk patuh tanpa banyak bertanya lalu berjalan perlahan menuju kamarnya. Shankara memastikan pintu kamar tertutup sebelum melangkah ke arah depan.Anindia sudah duduk manis di sofa ruang tamu. Perempuan itu tampak kacau. Wajahnya pucat, rambutnya tidak disisir. Dan yang paling jelas adalah matanya yang merah dan bengkak pertanda

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 108

    Hari masih pagi ketika Lengkara terjaga dari tidurnya. Matanya yang masih setengah mengantuk bergerak ke kanan dan kiri sebelum akhirnya membulat penuh kegembiraan. Di sebelahnya, Mama dan papanya ada di sana. Berdekatan dan saling memeluk satu sama lain."Wah, Papa meluk Mama!" serunya ceria. Ini adalah untuk pertama kalinya anak itu melihat orang tuanya tidur bersama.Lengkara memerhatikan keduanya dengan mata berbinar, seolah menemukan pemandangan paling indah pagi itu. Bibir mungilnya tersenyum lebar, lalu ia duduk sambil menepuk-nepuk kasur.“Papa sama Mama tidur bareng.” Anak itu menggumam takjub dengan mata tidak lepas dari keduanya.Tak lama kemudian Vanka terbangun. Ketika kelopak matanya terbuka, ia bertemu dengan wajah penuh binar anaknya. Pipinya seketika memanas. Ia hendak bergerak menjauh, tapi lengan Shankara justru mengerat di perutnya.“Bang, lepasin. Lengkara udah bangun,” bisiknya malu.Shankara membuka mata dengan santai, lalu tersenyum ketika menyadari siapa yang

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 107

    Vanka sudah berkali-kali memandang jam dinding sejak sore menjadi malam. Tangannya juga tidak berhenti meremas ponsel, membuka, menutup layar, berharap ada pesan masuk atau apa pun dari Shankara. Tapi tidak ada. Lengkara juga sudah berkali-kali menanyakan kenapa papanya masih belum pulang. Tadi Vanka mengatakan padanya bahwa Shankara pergi ke bengkel. Lengkara terus menunggu sampai akhirnya tertidur sendiri. Ia berjalan ke jendela, menyingkap tirai sedikit, lalu kembali duduk. Lalu berdiri lagi. Jantungnya tidak tenang sejak Shankara pergi bertemu Anindia. Vanka tahu pertemuan itu tidak akan sederhana. Ia mencoba menenangkan diri dengan membuat teh, tapi cangkir itu hanya disentuhnya sekali sebelum diletakkan kembali. Pikirannya terus berkelana pada kemungkinan paling terburuk. Ketika akhirnya suara pintu dibuka terdengar, Vanka hampir berlari. "Abang." Kata itu terhenti di bibirnya. Shankara berdiri di ambang pintu dengan wajah letih. Vanka melangkah mendekat, hendak memeluk

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 106

    Shankara membeku hanya sepersekian detik. Lalu nalurinya mengambil alih segalanya.“Anindia!”Ia menerjang ke depan, menangkap pergelangan tangan Anindia sebelum sayatan itu menjadi lebih dalam. Pecahan vas terlepas dan jatuh ke lantai dengan bunyi nyaring. Darah tetap keluar, tapi tidak seperti yang Anindia niatkan. Shankara menggenggam tangannya kuat-kuat, menekan pergelangan itu ke dadanya sendiri, menahan dengan telapak dan lengan bajunya.“Gila kamu! Kamu mau bunuh diri cuma buat maksa aku?!”Anindia memberontak, menangis, menjerit, memukul dada Shankara dengan tangan satunya yang bebas. “Lepasin! Lepasin aku! Aku lebih baik mati daripada kamu tinggalin!”“Diam!” Shankara membentaknya dengan keras, penuh amarah dan panik. “Diam, Nin! Dengar aku!” Ia menyeret Anindia ke sofa, memaksanya duduk. Anindia terisak keras, tubuhnya gemetar hebat. “Kamu nggak peduli aku mati atau hidup, kan?” suaranya serak, penuh kekecewaan dan luka. “Kamu cuma peduli sama dia.”“Aku peduli sama kamu. M

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 105

    Sedikit pun tidak ada dalam prediksi Shankara mengenai hal yang diinginkan Anindia. Tadi dirinya pikir perempuan itu akan langsung menyerah setelah mengetahui kondisinya. Tapi dugaannya salah."Ayo! Kenapa diam? Kamu takut?" Anindia tersenyum mengejek melihat bungkamnya pria itu."Takut apa?""Takut ketahuan bohong." Anindia mendesis. “Takut ketahuan kamu sebenarnya masih bisa. Takut ketahuan semua omongan kamu cuma alasan murahan biar bisa balik ke dia.”“Aku nggak bohong, Nin. Itu memang kondisiku,” jawab Shankara tanpa nada emosi. “Dan aku nggak akan membuktikan apa pun dengan cara itu.”Anindia mendengkus. Tangannya tiba-tiba mencekal lengan Shankara, menariknya masuk ke dalam rumah. “Ke kamar. Sekarang!”Shankara menghentikan langkahnya. Seketika cengkeraman itu terlepas bukan karena Anindia melepaskan, melainkan karena Shankara mengunci pergelangan tangannya. Cekalannya tidak kasar, tapi cukup kuat untuk membuat Anindia terdiam.“Lepasin aku!” Anindia memberontak.“Nin.” Shankar

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 104

    Shankara menutup pintu kamar mandi dengan kakinya. Vanka masih berada dalam gendongannya saat pria itu menurunkannya perlahan. Kala tangan besar itu melucuti pakaian wanitanya, tatapan mereka bertemu, penuh dengan rasa yang tidak perlu diucapkan. Tetes-tetes air yang berjatuhan dari shower membasahi tubuh mereka berdua. Kali ini mereka tidak banyak bicara. Hanya tubuh mereka yang berbahasa. Vanka diam membisu ketika Shankara menyabuni punggungnya, turun dan semakin turun ke bawah sampai tangan lelaki itu berada di kakinya. Shankara kembali berdiri. Tangannya mencengkeram pinggul Vanka untuk kemudian memasukinya dari belakang. Vanka memejamkan mata, menikmati sensasi itu. Sekujur tubuhnya melemah. Sendi-sendi penyanggahnya seakan goyah mendapat manuver yang sebegitu hebatnya. Shankara menahan tubuh Vanka agar tidak jatuh, dadanya menempel di punggung wanita itu. Napas mereka berbaur di bawah titik-titik air. Air mengalir di bahu Vanka, menyusuri lekuk tubuhnya, seolah i

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status