Home / Romansa / Takdir Cinta Khairunnisa / BAB. 6 GADIS BERKERUDUNG BIRU

Share

BAB. 6 GADIS BERKERUDUNG BIRU

last update Last Updated: 2023-06-14 21:13:05

GADIS BERKERUDUNG BIRU

Hai, Gadis Berkerudung Biru ....

Tahukah kau apa yang ada di kalbu?

Saat tatap mata kita bertemu

Saat senyum tersungging di bibirmu

Saat pipimu menjadi merah dadu

Lalu kau tertunduk malu

Hai, Gadis Berkerudung Biru ....

Tahukah kau apa yang ada di kalbu?

Saat jarak memisahkanku darimu

Saat tak kudengar merdu suaramu

Ada selaksa rindu yang menggebu

Entah kapan tiba waktu itu ?

Waktu di mana kan ungkap rasaku padamu

Hai, Gadis Berkerudung Biru ....

Tahukah kau apa yang ada di kalbu?

Saat kusebut namamu di untaian doaku

Hanya satu yang kuminta pada Rabb-ku

Jadikanlah engkau Ratuku

Dan bersemayam abadi di kalbu

M. I. Hambali

Berulang kali kubaca tiga bait puisi pada secarik kertas berwarna biru. Aku bisa memastikan kalau puisi itu Mas Iqbal yang membuat, karena di sudut kanan bawah tertera inisial namanya, Muhammad Iqbal Hambali.

Gadis Berkerudung Biru? Siapakah dia? Aku bertanya dalam hati, penasaran dengan sosok berkerudung biru yang dimaksud dalam puisi tadi.

Apakah itu aku? Ah, Nisa ... kau terlalu GR .... Terlalu percaya diri, hati kecilku berbisik.

Biru memang warna favoritku, tapi bukankah yang berkerudung biru itu banyak, bukan hanya aku ....

Mungkin teman Mas Iqbal di kampus, bisa juga teman SMA-nya, atau temannya di pesantren.

Bahkan Mak Dijah juga sering memakai kerudung biru ... Eh ... tapi Mak Dijah bukan gadis lagi ya ... hehehe ....

Selama menunggu pengumuman kelulusan, siswa kelas tiga diliburkan, begitu pun denganku. Untuk mengisi waktu, aku membantu Bu Nyai atau Yu Girah di rumah. Dan pagi ini Bu Nyai memintaku untuk membersihkan kamar Mas Iqbal. Kata Bu Nyai besok sore Mas Iqbal akan pulang.

Asyiiiik ... Mas Iqbal mau pulang .... Aku bersorak dalam hati.

Untuk pertama kalinya selama di sini aku masuk ke kamar Mas Iqbal.

Meski tak ada pemiliknya, aku deg-degan juga berada di dalamnya, bagaimana kalau ada Mas Iqbal di sini. Baru membayangkan saja aku sudah panas dingin, apalagi kalau benar terjadi hihhihi .... Ah, pikiranku semakin kacau, mungkin karena kemarin-kemarin waktuku habis berkutat dengan buku pelajaran dan imbasnya sekarang jadi mikir yang aneh-aneh.

Luas kamar ini sama dengan kamar yang aku tempati, bedanya ada meja rias di kamarku, sementara di kamar ini hanya ada ranjang, lemari pakaian, meja belajar dan meja kecil di sudut ruangan. Saat akan mengganti taplak meja kecil inilah tanpa sengaja aku melihat secarik kertas di bawah taplak.

Aku buru-buru mengembalikan kertas tadi ke tempat semulas--terdengar suara langkah Bu Nyai mendekat ke arahku-- dan menutupnya dengan taplak meja yang telah kusiapkan sebelumnya.

"Mak Dijah mencarimu, Nis," kata Bu Nyai di ambang pintu kamar.

"Mak Dijah? Ada apa ya, Mi?" Aku mulai terbiasa dengan sebutan Umi untuk Bu Nyai.

"Temui saja dulu, Nis, dia menunggumu di ruang tamu. Nanti dilanjutkan lagi bersih-bersihnya. Umi ke dapur dulu ya, biar Yu Girah buatkan minum untuk Mak Dijah." Umi menepuk pundakku.

"Baik Umi, ini juga hampir selesai, tinggal masang seprei sama sarung bantal." Aku beranjak keluar kamar menuju ruang tamu di mana ada Mak Dijah.

Selain Mak Dijah, ternyata ada Pak Lurah, Pak Kyai tentunya dan satu lagi seorang pemuda yang aku pastikan bukan warga desa ini.

Aku menyalami mereka satu persatu, lalu duduk di samping Mak Dijah.

"Mas Ilham ... ini Khairunnisa, pemilik rumah di samping rumah Mak Dijah tadi." Pak Lurah memperkenalkan aku pada pemuda yang ternyata bernama Ilham itu, dia mengangguk dan tersenyum padaku.

"Nisa, ini Mas Ilham, beliau adalah Penyuluh Pertanian yang ditugaskan di desa kita." Pak Lurah bergantian memperkenalkan Mas Ilham padaku.

Aku ikut mengangguk dan membalas senyumnya.

Tak berapa lama Umi datang membawa seteko teh hangat lengkap dengan cangkir dan pisang rebus pada sebuah nampan.

"Ah, Bu Nyai repot-repot." Hampir bersamaan Mak Dijah dan Pak Lurah berbasa-basi.

"Sama sekali tidak ... kebetulan kemarin pisang samping rumah ada yang roboh, sebenarnya sudah tua ... tapi belum begitu masak. Nah, tadi pagi direbus sama Yu Girah. Monggo Pak Lurah, Mak Dijah dan Mas ... siapa ini?" tanya Umi pada Mas Ilham.

"Saya Ilham, Bu ...." Mas Ilham mengulurkan tangan bersalaman dengan Umi.

Aku menuang teh hangat ke cangkir, lalu meletakkannya di meja, di depan mereka masing-masing. Kami menikmati teh hangat dan pisang rebus sambil mengobrol ringan. Sampai akhirnya Pak Lurah menyampaikan maksud kedatangannya menemuiku.

"Jadi begini, Nis ... Mas Ilham bermaksud akan menyewa rumahmu selama beliau tugas di sini. Nah, kedatangan kami mau minta izin padamu, Nis." Pak Lurah menyampaikan inti dari pembicaraan.

"Iya, Nis. Daripada kosong ndak ada yang merawat, kalo ada yang nempatin kan jadi keurus." Mak Dijah menimpali apa yang Pak Lurah sampaikan.

"Betul, Mbak Nisa. Kalau dijinkan nanti saya bersama rekan saya, namanya Mas Juned. Tapi dia belum bisa hadir di sini, masih ada keperluan keluarga katanya." Mas Ilham dengan sopan menyampaikan langsung maksudnya padaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir Cinta Khairunnisa    BAB. 41 TERSINGKAPNYA TABIR RAHASIA

    POV IrsyadHari ini adalah jadwalku untuk terapi. Meski Nisa sudah sembuh, tapi ia tidak kuperbolehkan mengantar ke rumah sakit. Aku tidak ingin ia terlalu capek dan jatuh sakit lagi seperti kemarin."Mas Irsyad yakin, nggak mau aku antar? "Iya, Nis ... kamu di rumah saja ya, biar Iqbal yang mengantar. Semalam, aku sudah minta tolong, paling sebentar lagi dia menjemputku. Kamu baik-baik di rumah, ya!" Kuelus lembut punggungnya."Suntuk kalau di rumah sendiri, Nisa ke toko saja ya? Ndak papa kan, Mas Irsyad aku tinggal sekarang?""Aduh ... kamu baru sembuh, Nis. Kalau di toko pasti ndak bisa istirahat." "Nisa sudah sehat, Mas. Janji deh di toko ndak ngapa-ngapain, cuma_""Cuma apa? Ketahuan nih, cuma ... cuma ... kangen sama Syarif, ya?" godaku yang membuat Nisa memajukan bibir beberapa centi."Iiih ... Mas Irsyad tega banget sih! Boleh, ya Nisa ke toko?" rajuknya dengan bergelayut di lenganku, kalau sudah begini rasanya tak tega untuk tidak menuruti keinginannya."Ok ... boleh ke

  • Takdir Cinta Khairunnisa    BAB. 40 SULITNYA MENGUBAH RASA

    Segera kututup panggilan, dan bergegas pamit pada Syarif. Kukayuh pedal dengan cepat. Saat seperti ini, jarak antara toko ke rumah yang tak sampai satu kilometer tiba-tiba terasa begitu jauh. Dari pintu pagar, kulihat mobil Abah sudah di halaman rumahku. Setelah memarkir sepeda, aku bergegas masuk ke rumah. Di kamar, sudah ada Mas Iqbal bersama kedua temannya, bersiap menggotong Mas Irsyad. "Mas Irsyad ...," pekikku tertahan. Mak Dijah mendekat, mencoba menenangkanku, disusul Umi dengan lembut meraihku dalam pelukannya. Umi tergugu. Tiba-tiba kekhawatiran menyelimuti hati ini. Aku yakin, Mas Irsyad benar-benar pingsan, bukan sedang akting seperti dulu sesaat sebelum kami menikah. Abah memintaku masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, agar ada yang menerima Mas Irsyad. Agak kerepotan memasukkan tubuh jangkungnya. Kini, kepala Mas Irsyad ada di pangkuanku. Hanya Abah, aku dan Mas Iqbal yang mengantar ke rumah sakit. Sementara Umi menunggu kabar selanjutnya di rumah. Dari dala

  • Takdir Cinta Khairunnisa    BAB. 39 KHAYALAN TABU

    POV. KhairunnisaAroma minyak kayu putih menusuk indra penciumanku. Susah payah aku membuka netra, tapi pening di kepala memaksa kembali memejamkannya. Samar terdengar orang berbicara. Setelah beberapa saat, akhirnya netra ini dapat terbuka sempurna. Aku seperti orang linglung, tak tahu apa yang terjadi. Ada Mas Irsyad duduk di sampingku. Umi dan Mak Dijah juga ada di dekatku. “Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar, Nis,” ujar Mas Irsyad sambil menggenggam tanganku. “Aku kenapa, Mas?” tanyaku kemudian. Lelaki berbaju koko putih itu mengacuhkan pertanyaanku. Ia menerima segelas teh dari Umi lalu membantuku meminumnya. Hanya kucecap beberapa kali. Lidah ini terasa pahit, perut juga rasanya mual. “Tadi, saat pada asyik ngobrol di depan, kamu pingsan di ruang tengah, Nis. Untungnya Iqbal pas lewat, kebetulan dia mau ke belakang,” terang Umi yang membuat hatiku tak menentu. Kuhela napas panjang, sambil mengumpulkan serpihan memori yang berserakan. Perlahan dapat kuingat semuany

  • Takdir Cinta Khairunnisa    BAB. 38 INGIN HIDUP SERIBU TAHUN LAGI

    Malam ini aku tidak bisa tidur. Entah mengapa rasa kantukku hilang begitu saja, karena tiba-tiba teringat peristiwa dua hari yang laluaa--qbal membopong Nisa. Ingatanku merembet ketika aku melihat langsung Nisa terlihat begitu gugup menerima telepon dari Iqbal beberapa waktu lalu. Bahkan, dengan buru-buru ia menyerahkan ponsel padaku. Adakah kaitannya semua itu dengan kepindahan Nisa ke rumah ini yang terkesan terburu-buru? Tiba-tiba ada ketakutan menyelimuti perasaan. Jika sebelumnya aku takut, karena cepat atau lambat pasti akan meninggalkan Nisa. Kini sebaliknya, khawatir Nisa meninggalkanku.Kupandangi seraut wajah di sampingku, wajah yang mengingatkan akan peristiwa konyol di kamar mandi—saat aku opname di salah satu rumah sakit di Magelang. Wajah dengan semburat merah karena malu bercampur kesal yang menggiringku kembali ke rumah orang tuakuhal--ng sebelumnya tak kuinginkan sama sekali.Bukan tanpa alasan enggan pulang ke rumah, sejak terlibat penggunaan obat-obatan terlarang

  • Takdir Cinta Khairunnisa    BAB. 37 INSTUISI SUAMI

    POV Irsyad Dari ruang tengah terdengar Iqbal memekik, menyebut nama Nisa. Setengah berlari aku menuju ke arahnya, diikuti Abah Umi dan yang lain. "Nisa pingsan," ujar Iqbal ketika melihatku membuka pintu. Ada kecemasan pada nada suaranya. Aku tak percaya melihat Nisa tergolek di pelukkan Iqbal. Sebelumnya ia tak mengeluh apa pun. Hanya telapak tangannya kurasakan hangat, ketika tadi pagi kami bergandengan dari rumah sampai ke sini. Belum hilang rasa kagetku, kembali aku disuguhi pemandangan yang membuat diri ini tercengang. Tanpa kuduga, Iqbal membopong tubuh Nisa, lalu dengan hati-hati dibawanya masuk ke dalam kamar kamarnya, merebahkannya pelan-pelan di atas tempat tidur. Rasanya seperti ada silet yang tanpa ampun menyayat-nyayat hati, melihat Iqbal dengan sigap menolong Nisa. Ah, betapa kerdilnya pemikiranku. Bukankah Iqbal hanya membantu istriku, yang ambruk bersamaan saat dirinya akan masuk ke ruang tengah. Meski hati kecilku memihak pada Iqbal, tapi tetap saja ada sesuatu

  • Takdir Cinta Khairunnisa    BAB. 36 MENYEMBUHKAN LUKA LAMA

    Maaf, Nis ... Umi ada? Aku mau bicara sebentar." Seketika lamunanku buyar, saat suara Mas Iqbal terdengar kembali. "Eh, iya ... maaf, Mas ... Nisa yang terima, emm ... soalnya emm ... Umi sedang ke pasar." Aku terbata-bata menjawab pertanyaan lelaki yang pernah bertakhta di hati, tak bisa kusembunyikan rasa gugup. Ya Allah ... dosakah hamba? Jika cintaku pada Mas Iqbal masih tersisa. Sudah setahun lebih aku menikah dengan Mas Irsyad, tapi kenapa belum bisa lepas dari rasa itu? "Dari siapa, Nis? Kok grogi begitu, kayak ngobrol sama mantan saja ... hehehe ...?" Aku tersentak mendengar kata-kata Mas Irsyad yang ternyata sudah duduk di kursi makan. Mantan? Tentu dia hanya bercanda. Akan tetapi ucapannya seperti anak panah yang melesat tepat mengenai dada, tembus hingga ke jantungku. Masyaallah ... sudah berapa lama dia ada di sini? "Eh, Mas ... bukan ...! Ini dari Mas Iqbal,” jawabku salah tingkah. ”Maaf, dilanjutkan bicara sama Mas Irsyad saja ya, tiba-tiba perut N

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status