Share

Suami orang

"Ada hubungan apa kamu dengan laki-laki itu, Nak? Mama lihat kamu sudah begitu dekat dan Nayra pun begitu menyukainya."

"Tidak ada hubungan apa-apa, Mama,"

*Mama lihat Ammad menyukaimu," bantah ibunya.

"Naila hanya menganggapnya sebatas teman dan saudara, Ma. Buat Naila, bang Ammad hanya sebatas abang yang baik dan perhatian kepada Naila dan Nayra."

"Hubungan kalian sudah terlalu dekat, Sayang. Mama bisa melihat, bagaimana sorot mata laki-laki itu memandangmu. Mama ini juga pernah muda, Nak."

Naila menghela nafas panjang, seolah ingin membuang segala rasa di dalam dadanya. Matanya kosong menatap langit-langit kamar. Ibunya masih setia memperhatikan dari sisinya.

"Naila juga bukan anak kecil lagi, Mama. Naila pun mengerti arti dan sikap seorang laki-laki, tapi Naila tidak mau gegabah. Karena boleh jadi, perhatian dan sikap bang Ammad selama ini hanya sekedar untuk mengekspresikan rasa sayangnya kepada Naila dan Nayra. Mungkin dia merasa menemukan keluarga baru di sini," tegas Naila.

"Kita tidak boleh menduga-duga, Ma. Itu tidak baik."

"Bukan soal menduga-duga, Nak, tapi Mama hanya tidak enak kalau kamu dijadikan bahan omongan orang sekampung. Kedekatan kalian mungkin akan diartikan lain oleh mereka. Apakah kamu tidak berpikir untuk menikah saja dengan laki-laki itu?" 

"Mama, pernikahan itu bukan mainan yang bisa kawin dan cerai sesuka kita. Pernikahan itu adalah perjanjian dengan Tuhan. Perjanjian yang maha berat yang tidak bisa kita ingkari dengan mudah."

"Bang Ammad itu seorang perantau. Kedatangannya ke sini hanya untuk bekerja dan dia masih memiliki keluarga yang menunggunya di sana. Dia hanya satu setengah tahun di sini dan setelah itu dia kembali pulang. Bagaimana nasib Naila kalau seandainya setelah kontrak kerja berakhir, dia harus meninggalkan Naila dan Nayra di sini? Tidakkah Mama berpikir, bahwa itu akan semakin memburuk kehidupan Naila ke depannya?"

Perempuan tua itu menghela napas panjang. 

"Mama juga tidak ingin hal yang buruk menimpa kalian." Perempuan tua itu bergumam.

"Mama hanya tidak ingin Kamu mendapat cap buruk sebagai janda murahan yang dengan begitu mudah akrab dengan laki-laki, apalagi dia laki-laki asing, Nai. Mama juga mengerti kalau dia seorang perantau."

"Biarkan saja semuanya begini, Ma. Naila hanya tidak ingin merubah situasi yang sudah baik ini. Biarkan saja orang lain berbicara, lagi pula Naila tidak pernah melakukan hal-hal yang melanggar batas. Asal Mama tahu, jangankan menyentuh Nayla, melihat aurat Nayla pun dia tidak pernah, kecuali muka dan tangan. Naila cukup sadar diri bahwa Naila adalah seorang perempuan yang harus bisa menjaga diri dari pandangan laki-laki yang tidak berhak untuk memandangnya."

"Nayra menyukai laki-laki itu, Nak. buktinya dia selalu ingin diajak jalan oleh Ammad. Apakah kamu tidak pernah berfikir sampai ke situ?"

"Naila mengerti, Ma, tapi Naila rasa itu wajar. Mungkin karena bang Ammad perhatian dengan Nayra, jadi dia merasa menemukan sosok seorang ayah di dalam diri laki-laki itu." Naila tersenyum miris.

"Nah, kurang apalagi? Mama lihat Ammad itu laki-laki baik, apalagi dia juga menyukai Nayra, putrimu." Kata-kata ibunya mirip dengan perkataan yang pernah terlontar dari ibu Diana tadi siang

"Lagi pula Mama khawatir kalau kalian khilaf, Sayang. Ammad itu laki-laki dewasa yang jauh dari istri dan kamu sudah lama menjanda. Amit-amit." Ibunya menggelengkan kepala.

"Mama terlalu mengkhawatirkan Naila. Insya Allah, Naila dan bang Ammad akan jaga diri. Mama banyak berdoa ya."

"Doa yang terbaik untuk dirimu, Sayang. Ini hanya kekhawatiran seorang ibu, karena Mama tidak mau kebobolan punya cucu baru yang tak di inginkan."

"Astagfirullah ... Mama sudah terlalu jauh berpikir!" keluh Nayla. Terlihat jelas di wajahnya yang memerah seperti kepiting rebus

"Sekali lagi ya, Mama ini juga pernah muda dan pernah merasakan bagaimana jatuh cinta. Kamu tidak bisa berbohong kepada Mama, kalau kamu sebenarnya juga menyukai laki-laki itu. Setiap laki-laki yang datang kepadamu kamu selalu bisa menghindari, tapi tidak untuk laki-laki yang satu ini," tebak ibunya.

❣️❣️❣️

Naila masih belum bisa memejamkan mata meski malam sudah semakin larut. Ia melirik jam dinding. Jarum pendek sudah menunjukkan angka 11. Ucapan ibunya barusan dan ibu Diana tadi siang masih terngiang di dalam pikirannya. 

Belum lagi sikap Syifa tadi sore yang terang-terangan menghina, menyebut dirinya janda kegatelan.

Ah, kenapa semuanya menjadi begitu rumit sih?

"Perasaan Abang saja aku tidak tahu. Sikap Abang masih tidak jelas. Bagaimana mungkin semua orang tiba-tiba mendesakku untuk menikah dengannya?" Naila tidak habis pikir.

"Sementara perasaanku? Ya Allah ..." Naila melirik sang putri yang lelap di sisinya.

"Aku harus selalu berada di dalam kontrol. Ingat, Abang itu suami orang!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status