Sebuah pagi yang cerah menyambut kedatangan Sebastian, pengacara yang telah beberapa kali menemui Damian di balik jeruji penjara. Kali ini, tujuannya tidak hanya untuk menyapa, tetapi untuk membawa kabar yang mungkin akan mengubah nasib pria itu.Sebastian duduk di ruang tunggu penjara, menunggu petugas sipir membawa Damian ke ruang pertemuan. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, pintu berat ruang pertemuan terbuka, dan Damian muncul di balik jeruji besi, wajahnya terlihat letih namun penuh harap."Dami!" Sebastian bangkit dari kursinya dengan senyum ramah. "Bagaimana kabarmu hari ini?"Damian mendekati meja, duduk di hadapan pengacaranya dengan ekspresi tegang. "Aku sudah siap untuk apa pun yang akan kau katakan, Sebastian. Apakah ada kabar baik?"Sebastian menyadari kegelisahan di wajah Damian, sehingga ia langsung masuk ke dalam pokok pembicaraan. "Damian, saya punya kabar bagus. Kami menemukan bukti baru yang mungkin akan membuktikan bahwa kamu tidak bersalah
Di tempat berbeda, di tengah hiruk pikuk kota yang sibuk, Oliver dan Merry sibuk menyiapkan tempat tinggal baru mereka. Mereka telah memutuskan untuk pindah ke apartemen baru demi keamanan mereka, setelah insiden yang menimpa Dave, putra Merry, yang meninggal beberapa waktu yang lalu. Meskipun Merry masih terluka oleh kehilangan yang mendalam, Oliver berusaha untuk menjadi sumber kekuatan dan dukungan baginya."Merry, aku tahu ini sulit bagimu," ucap Oliver dengan lembut, mencoba menenangkan Merry yang terlihat murung. "Tapi kita harus berusaha untuk melanjutkan hidup. Dave pasti ingin kita bahagia, meskipun dia sudah pergi."Merry menatap Oliver dengan mata yang masih dipenuhi dengan kesedihan. "Aku tahu, Oliver. Tapi rasanya begitu sulit untuk melepaskan semua kenangan tentang Dave."Oliver mendekati Merry dan memeluknya erat-erat. "Kita akan melewati ini bersama-sama, Merry. Aku janji akan selalu ada untukmu, setiap langkah dalam perjalanan ini."Mereka berdua kemudian kembali
Setelah tiba di rumah sakit, Oliver segera dilarikan ke unit gawat darurat oleh tim medis yang siap sedia menangani kasusnya.Merry dan Damian menunggu dengan cemas di ruang tunggu, hati mereka berdegup kencang menunggu kabar tentang kondisi Oliver.Beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dari ruang perawatan dengan wajah serius.Merry dan Damian segera mendekatinya dengan tatapan penuh kekhawatiran."Dokter, bagaimana kondisi suamiku?" tanya Merry dengan suara gemetar, matanya mencari tahu kabar tentang Oliver.Dokter itu menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab dengan lembut, "Maafkan saya, tapi kondisi suamimu sangat serius. Oliver mengalami cedera kepala yang cukup parah akibat kecelakaan tadi malam. Dia telah jatuh dalam keadaan koma."Merry terdiam, matanya memancarkan rasa ketakutan dan keputusasaan."Koma? Oh Tuhan...."Damian menatap dokter dengan pandangan kosong, tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja dia dengar."Apakah... apakah dia akan baik-baik saja?"Dok
Damian duduk di kursi di samping tempat tidur Oliver, wajahnya penuh dengan ekspresi kesedihan yang mendalam.Sambil menggenggam erat tangan Oliver, dia memandang wajah adik tirinya yang terbaring koma."Maafkan aku, Oliver," gumamnya lirih, suaranya tergetar oleh rasa sesal yang mendalam.Tangisnya tidak tertahankan saat dia melanjutkan, "Aku menyesal... sungguh menyesal."Dia menatap wajah Oliver dengan tatapan penuh penyesalan."Sejak kecil, kita tidak pernah dekat, bahkan sering bertengkar," ucapnya, suaranya gemetar.Air matanya semakin deras saat dia melanjutkan, "Aku... aku tidak pernah mengerti betapa berharganya hubungan kita, Oliver."Sementara tangisannya semakin menyayat hati, Damian mencoba menjelaskan dengan penuh penyesalan."Aku egois, Oliver. Aku hanya memikirkan diriku sendiri dan melupakanmu. Padahal, kamu adalah adikku... adikku yang selalu ada untukku."Suasana ruangan dipenuhi oleh tangisannya yang hampir tercekat."Aku kehilangan begitu banyak waktu yang berharg
Damian duduk di tepi ranjang Oliver, memperhatikan Merry yang tertidur pulas di kursi sebelahnya. Dia tersenyum melihat wajah tenang Merry meskipun dalam situasi yang sulit seperti ini.Perlahan, Damian mendekati Merry dengan lembut, memeluknya dengan penuh kasih sayang. Dia merasa terharu melihat kekuatan dan kesetiaan Merry yang tak pernah berhenti mendampingi Oliver."Tidurlah dengan tenang, sayang," bisik Damian sambil mengecup lembut dahi Merry.Merry merespon pelukan Damian dengan senyum lembut, meskipun dia masih tertidur.Damian kemudian menggendong Merry dengan hati-hati, mengangkatnya dari kursi dan membawanya ke sofa sudut ruangan. Dia menutupinya dengan selimut dengan penuh kelembutan, lalu duduk di sampingnya sambil memperhatikan mereka berdua.Sementara itu, Oliver secara tak sengaja terbangun dari tidurnya dan melihat adegan romantis di hadapannya. Hatinya terasa hancur saat menyaksikan Merry dan Damian bersama-sama dalam kebersamaan yang intim.Dia merasa seperti m
Setelah dua minggu berlalu, kondisi Oliver mulai membaik, meskipun ia masih harus bergantung pada kursi roda. Damian merasa bertanggung jawab untuk membantu saudaranya dan meminta izin kepada Merry untuk datang berkunjung.Damian menghampiri Merry dengan wajah penuh kerendahan hati. "Merry, apakah aku bisa datang dan membantu kalian berdua?"Merry menatap Damian dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Tapi aku merasa khawatir, Damian. Apa jika sesuatu terjadi padanya lagi?"Damian menggeleng dengan lembut. "Kita akan ada di sana untuknya, Merry. Bersama-sama, kita bisa mengatasi semua rintangan yang muncul."Namun, Merry masih ragu. "Aku tidak yakin, Damian. Aku tidak ingin mengambil risiko."Damian merasa putus asa. "Merry, kita harus bersatu untuk Oliver. Kita tidak bisa membiarkannya sendirian dalam perjuangannya ini."Mereka berdua terlibat dalam perdebatan panjang, masing-masing mencoba mempertahankan pandangannya. Namun, akhirnya, Damian mencoba menjelaskan lebih lanjut."Merr
Damian berdiri di depan jendela kaca yang menghadap ke ruang ICU, memandang dengan tatapan kosong. Di balik kaca itu, adiknya, Oliver, terbaring tak bergerak di ranjang rumah sakit, dipenuhi oleh berbagai alat medis yang menghubungkan dirinya dengan dunia luar.Setiap detik terasa seperti berat baginya. Dia merasa begitu tak berdaya, begitu tidak mampu melindungi orang yang dicintainya.Pikirannya dipenuhi oleh rasa bersalah yang melilit hatinya."Maafkan aku, Oliver," gumamnya pelan, meskipun tahu bahwa kata-kata itu takkan pernah didengar oleh adiknya yang terlelap dalam keadaan koma.Damian terus menatap Oliver dengan mata penuh kekhawatiran dan penyesalan. Dia merasa seperti telah gagal dalam menjaga dan melindungi adiknya. Rasanya, dia tak tahu lagi harus berbuat apa.Merry datang menghampiri Damian, melihatnya berdiri di sana dengan ekspresi yang begitu terpuruk. "Damian, apa yang terjadi pada Oliver? Mengapa dia jatuh?" tanyanya dengan suara penuh kekhawatiran.Damian menoleh
Perjuangan Damian dan Merry untuk menjaga Oliver dan melindungi Merry sangat mengharukan. Meskipun dihadapkan pada situasi yang sulit dan penuh tekanan, mereka tetap bersatu dan saling mendukung satu sama lain. Langkah Damian untuk mengambil tindakan hukum terhadap Eric menunjukkan tekadnya untuk membawa keadilan bagi saudaranya dan Merry."Oliver... Oh, Tuhan, kau bangun!" Merry terkejut."Ya, Merry. Aku... aku mencoba.""Kenapa, Oliver? Kenapa kau melakukan hal bodoh itu? Kau hampir membuat kami kehilanganmu.""Maafkan aku, Merry. Aku... aku tidak tahu lagi harus berbuat apa.""Tapi kenapa, Oliver? Kenapa kau melakukan ini?""Ketika kecelakaan itu terjadi, semuanya berubah. Aku... aku merasa tidak berguna, Merry. Tidak berguna untuk siapapun.""Oh, Oliver... Kamu begitu penting bagi kami semua. Kamu adalah adik yang luar biasa bagi Damian, suami yang baik bagi saya....""...Tapi aku tidak pantas menjadi itu semua, Merry. Aku... aku merasa seperti beban bagi kalian semua.""Tidak,