Satu tamparan keras mendarat di pipi Risa yang putih dan mulus sehingga meninggalkan bekas lima jari yang sangat kentara, bahkan sudut bibirnya pun mengeluarkan cairan berwarna merah.“Beraninya kamu menolakku! Jalang sepertimu sama sekali tidak pantas untukku,” ucap Adi dengan berapi-api, sorot matanya tajam seperti pisau yang siap menusuk jantung istrinya.“Saya bukan jalang ... kamu tidak bisa menghinaku seperti ini. Saya sudah menyelamatkan keluargamu dari aib yang begitu besar. Harusnya kamu tahu itu,” jawab Risa dengan berani karena ia benar-benar tidak terima dikatain jalang oleh suaminya sendiri.“Dasar wanita tidak tahu diri! Tidak ada seorang pun yang boleh membantah saya, apalagi wanita murahan sepertimu.” Adi menarik tangan Risa dengan kasar, lalu mendorongnya dengan sekuat tenaga.“Aaa ….” Risa berteriak saat kepalanya menghantam tembok hingga mengeluarkan darah segar. Dirabanya dahi yang terluka dan ini sudah yang ke sekian kalinya ia mendapat perlakuan kasar dari suamin
Keesokan harinya. Pagi-pagi buta, Adi sudah bangun dan mendapati tubuhnya dalam keadaan polos. Matanya menyapu ke setiap sudut tempat tidur, lalu netranya menangkap sesuatu yang terdapat di sprei putih yang sudah berantakan.“Hah? Darah,” ucap Adi. Ia kaget melihat bercak darah yang lumayan banyak pada sprei putih itu.Memori tentang kejadian tadi malam pun berputar di otaknya, ia ingat semua yang telah dilakukannya pada Risa. Ada perasaan aneh yang dirasakan pria itu saat melihat bercak darah yang terdapat pada sprei. “Apa itu artinya dia …,” ucap Adi tak percaya. “Argh, bodoh-bodoh! Kenapa jadi seperti ini?” Pria itu mengutuk dirinya sendiri.Adi benar-benar tidak menyangka bahwa dia adalah orang pertama yang merenggut kesucian Risa. Bahkan Sonya kekasihnya pun sudah tidak perawan lagi saat ia melakukan hubungan intim dengannya. Adi memang merasa ada yang aneh saat dia melakukannya bersama Risa semalam. Ia merasa ada sensasi yang berbeda dari semua perempuan yang pernah ditiduriny
Siang harinya. Adi baru saja selesai meeting bersama Andre Kusuma. Pemilik perusahaan otomotif terbesar di Jakarta, yang bekerja sama dengan perusahaan asing. Perusahaan itu juga telah memiliki cabang di beberapa kota lainnya.“Yogi, kita makan siang dulu sebelum balik ke kantor,” kata Adi sambil menoleh ke arah asisten pribadinya. Mereka berdua keluar dari perusahaan Kusuma dengan perasaan bangga karena meeting berjalan sesuai rencana.“Siap, Bos.” Yogi mengangkat satu tangannya ke atas.“Sudahlah, tidak usah terlalu formal. Kita lagi nggak di kantor,” ucap Adi seraya masuk ke dalam mobil.“Oke, Bro!” sahut Yogi.Kedua pria tampan itu pun pergi ke sebuah restoran ternama di Jakarta. Restoran itu adalah tempat favorit Adi dan Sonya. Mereka sering menghabiskan waktu berdua di sana saat akhir pekan. Namun, setelah pernikahannya batal, Adi tidak pernah lagi mengunjungi restoran itu karena ia belum bisa melupakan apa yang dilakukan mantan kekasihnya.Adi sangat mencintai Sonya, walaupun i
Matahari sudah mulai menghilang di upuk barat. Pertanda malam akan segera menjelang. Risa masih berada di rumah mertuanya hingga saat ini, rasanya ia tidak ingin kembali ke apartemen lagi. Kejadian tadi malam membuatnya trauma dan sangat membenci tempat terkutuk itu.“Risa, kamu menginap di sini saja, ya?” tawar ibu Airin, itu seperti angin syurga bagi Risa.“Mama, dia itu punya suami. Nanti kalau Adi nyariin bagaimana,” ujar Pak Arya. Risa meremas jarinya saat mendengar ucapan Pak Arya yang menyebut nama Adi dengan sebutan suami.“Biarkan saja, Pa. Nanti kalau misalnya Adi tidak bisa tidur, dia bisa ke sini untuk menyusul Risa. Pokoknya, Risa akan menginap di sini. Mama nggak mau tahu,” tandas Ibu Airin dengan tegas dan tak ingin ada penolakan. Keputusan yang dibuatnya sudah final sehingga Pak Arya tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika sudah begitu.Sama seperti Pak Arya, Risa juga tidak bisa menolak keinginan ibu mertuanya. Karena sebenarnya, ia memang tidak ingin pulang ke aparteme
Selesai makan malam, Ibu Airin membawa Risa duduk di gazebo yang terletak di pinggir taman di samping rumah. Mereka bersantai sambil menikmati suasana malam, ditemani sinar rembulan yang terlihat malu-malu menampakkan dirinya di balik awan. Secangkir teh dan beberapa cemilan yang tadi siang Risa buat bersama ibu mertuanya, menambah suasana malam menjadi lebih hangat. *** Keesokan harinya, Risa terbangun seperti biasa dan segera melaksanakan ibadah shalat subuh setelah mendengar suara adzan berkumandang. Ia bersyukur karena tidak ada satu orang pun yang mengetahui jika malam ini dia tidur di kamar tamu. Usai shalat, Risa buru-buru keluar dari kamar itu setelah merapikan tempat tidur terlebih dahulu. Ia ingin kembali ke apartemen lebih pagi agar bisa menyiapkan sarapan untuk Adi. Meskipun pria itu tidak menganggapnya sebagai istri, Risa tetap merasa berdosa jika mengabaikan tanggung jawabnya sebagai istri. “Nyonya Muda sudah bangun?” tanya Bi Ratih saat melihat Risa berjalan ke
Risa masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu bersiap-siap pergi ke sekolah, tetapi ia terus kepikiran dengan ucapan Mia.“Apa mungkin terjadi sesuatu padanya? Tidak biasanya dia seperti itu,” gumam Risa sambil merapikan penampilannya lalu keluar dari kamar.“Nyonya Muda sudah mau berangkat kerja, ya?” tanya Mia.“Iya, Mbak. Saya sudah terlambat ini,” ujar Ris sambil melirik jam di pergelangan tangannya.“Pak Dodi ... tolong antarkan Nyonya Muda!” teriak Mia ke arah balkon. Risa menutup telinga mendengar teriakannya.“Nyonya Muda sudah siap?” tanya Pak Dodi.“Iya, Pak. Bisa cepat sedikit nggak, Pak? Kasian anak-anak pasti nungguin saya,” ujar Risa.“Siap, Nyonya Muda!” sahut Pak Dodi dengan tegas dan terkesan membentak. Risa dan Mia sampai terkejut mendengarnya.“Nggak usah ngegas juga kali, Pak!” cicit Mia.“Bukan ngegas, Iyem. Itu namanya tegas,” sahut Pak Dodi, tak mau disalahkan.“Iyem pala lu peang? Nama saya bagus-bagus gini malah Bapak ganti dengan nama jelek begitu
Risa kembali ke kamar dengan membawa mangkuk berisi air di tangannya. Sementara Pak Dodi masih menunggu kedatangan dokter yang akan memeriksa kesehatan Adi.“Nyonya Muda, apa perlu kita bawa Tuan Muda ke Rumah Sakit?” tanya Pak Dodi.Risa terdiam sejenak sambil memeriksa suhu tubuh Adi, untuk memastikan apakah panasnya sudah turun atau belum.“Tidak perlu, Pak. Setelah dikompres panasnya berangsur turun. Ini sudah tidak terlalu panas lagi, kok. Kita tunggu saja sampai dia sadar,” ujar Risa sambil menempelkan handuk basah di kening Adi.Dokter yang sedang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Pak Dodi langsung memintanya untuk segera mengecek kesehatan Adi.Dengan cekatan, wanita muda itu mengeluarkan peralatan medis dari dalam tasnya lalu memeriksa keadaan Adi. “Maaf, Ibu. Sejak kapan Pak Adi demam?” tanya dokter itu sambil menatap Risa.“Ada apa, Dok?” Pak Dodi mengajukan pertanyaan balik pada dokter itu.“Sejak semalam, Dokter. Apa ada sesuatu yang mengkhawatirkan?” Risa pun me
“Alhamdulillah … akhirnya selesai juga, Mbak.” Risa tersenyum melihat hasil kerja kerasnya bersama sang asisten.“Iya, Nyonya Muda. Apa ini semua nggak kebanyakan, Nyonya?” tanya Mia sembari melihat berbagai macam menu makanan yang telah tersedia di atas meja makan.“Biarkan saja, Mbak. Yang penting kita sudah melakukan sesuai permintaannya,” jawab Risa.“Ya sudahlah. Ayo kita bersantai sejenak, Nyonya Muda. Semua pekerjaan kita sudah selesai,” ujar Mia.“Baiklah, Mbak. Ayo kita menonton televisi!” sahut Risa sambil berjalan ke arah ruang tamu.Mia dengan sigap menyalakan televisi, lalu memilih acara komedi. Mia tahu kalau Risa tidak suka menonton sinetron yang menguras emosi dan air mata. Karena kehidupan rumah tangganya saja sudah seperti sinetron.“Nyonya Muda, saya permisi sebentar,” ucap Mia tiba-tiba.“Mau ke mana, Mbak?” tanya Risa saat melihat asisten rumah tangganya pergi ke arah kamar Adi.“Saya mau melihat keadaan Tuan Muda,” sahut Mia sambil berjalan menaiki tangga. Risa h