"Sepertinya, nasib kita tidak hanya bertabrakan sekilas saja."
Enam bulan kemudian….
Beberapa kursi model kubus ditata berjajar merenggang di kedua sisi. Bunga yang bermekaran diletakkan secara diagonal di sepanjang area catwalk. Puluhan pasang mata terkesima, pada busana yang melekat apik ditubuh sintal yang berlenggok mengikuti alunan musik instrumental. Tak sedikit yang mencoba mengabadikan momen itu.
Seorang wanita dengan surai blonde, memamerkan bralette renda dengan cetakan flora di bagian dadanya, serasi dengan rok tutu berwarna hijau. Bando kupu-kupu yang menghiasi kepalanya menambah kesan musim semi yang paling ditunggu. Diakhir perjalanan, wanita itu mengibaskan rok tutunya dan kembali melenggang. Membuat suara riuh tepuk tangan yang saling bersahutan.
Karir modelling Rossie menjadi cukup bersinar. Walaupun belum setenar Gigi Hadid maupun Cara Delevingne, tetapi ia sudah mendapatkan beberapa kontrak dari dua brand terkenal. Rossie menarik kedua sudut bibirnya dan menghaturkan senyuman yang merekah. Ia melenggang menuju backstage dan mengakhiri pagelaran busana kali ini dengan sempurna.
BRUKKK!!!
Rossie melempar ponselnya kasar, dengan raut wajah yang terlihat masam. Beberapa menit yang lalu semua tampak biasa-biasa saja, Rossie masih tertawa ha ha hi hi bersama rekan setim-nya. Sampai ia membaca pesan singkat yang dikirimkan ke nomornya. Ya, siapa lagi kalau bukan kekasih gilanya. Bukannya membaik, tetapi sikap Edric semakin parah. Bahkan ia harus melaporkan setiap kegiatannya pada Edric.
"So Disgusting!" teriak Rossie. Ia sudah tidak tahan dengan sikap Edric, rasanya ingin berlari dan menghindar dari pria itu. Namun, bertahan bersama Edric adalah pilihan yang diambilnya enam bulan yang lalu. Ia masih terlalu takut untuk kehilangan semua guyuran kemewahan dari Edric.
***
Chan melirik arloji yang melilit tangan, sambil mengamati beberapa supercar yang berjejer rapi di depan Club. Suara gahar Buggati Chiron, Lamborghini Aventador mengaung bersahutan memenuhi jalanan. Beverly Hills memang gudangnya orang kaya, banyak bintang Hollywood yang menetap disana.
"Chan, sudah lama di sini?” tanya Thomas berlari kecil menghampiri Chan.
“Sangat lama. Kebiasaan leletmu susah sekali dihilangkan,” kesal Chan sambil merangkul pundak sepupunya itu.
Untuk menghilangkan penat karena pekerjaan di kantor, Chan cukup sering menghabiskan waktu di tempat tersebut selama satu bulan tinggal di Beverly Hills. Suara musik yang memekkan telinga dengan tegukan beberapa tequila akan sedikit mengurai beban berat sebagai CEO di perusahaan yang berpusat di California. Kali ini Chan akan membuka perusahaan baru di Beverly Hills. Ingin semuanya berjalan sesuai rencana, maka ia memilih untuk tinggal di kota itu sementara waktu.
Baru saja duduk di kursi bulat tanpa sandaran, Chan sudah menghabiskan tiga sloki tequila. Hal itu membuat Thomas tidak berhenti memberikan godaan kepada sang sepupu.
“Sedang pusing?” tanya Thomas sambil menelan tegukan pertama minumannya.
“Seperti biasa, pekerjaan kantor tidak ada habisnya,” jawab Chan sambil mengedarkan kedua mata berkeliling. Alunan musik keras membuat beberapa orang menggoyangkan tubuh di lantai dansa.
“Perusahaan ayahmu berjalan dengan sangat baik. Aku rasa Paman Hwang akan sangat bangga kepadamu,” tutur Thomas. Well, sepeninggal sang ayah, Chan adalah satu-satunya penerus perusahaan Hwang. Pria berdarah campuran itu merupakan putra tunggal dari perusahaan yang menawarkan beberapa perhiasan elegan dan berkualitas tinggi—Hwang Jewelry.
Ia kembali meneguk sloki keempat, hingga kedua pupil miliknya membesar ketika menangkap sosok wanita yang selama ini masih memenuhi benak.
“Chan! Mau kemana?” Panggilan Thomas yang terabaikan.
Seperti dituntun, Chan terus berjalan menghampiri wanita yang sedang asyik menggoyangkan tubuhnya di lantai dansa. Wanita dengan rambut blonde yang dibiarkan terurai tersebut tersenyum ketika melihat Chan. Nampaknya sebagian kesadaran sudah lolos dari diri wanita tersebut.
“Ro-Rossie?” panggil Chan memastikan. Ia yakin sekali bahwa wanita itu adalah Rossie yang sempat dikenal olehnya. Mantan kekasih yang lima tahun lalu tiba-tiba memutuskan hubungan keduanya tanpa sebab. Kemudian hilang seperti tertelan bumi.
Senyuman Chan semakin merekah ketika melihat wajah wanita itu secara jelas. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan mantan terindahnya.
Tiba-tiba Rossie mengalungkan kedua tangannya pada pundak Chan. Kepala wanita itu terasa berat. Entah apa yang mendorong diri Rossie untuk merapatkan tubuh dan memberikan kecupan pada bibir Chan. Kecupan yang cukup lama dan menantang.
Chan yang mendapatkan serangan tiba-tiba tersebut, tentu saja terkejut. Namun, ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Rindu yang selama ini memenuhi relung hati tidak bisa dibendung lagi. Bagi Chan, tidak ada wanita yang bisa menggantikan sosok Rossie dalam hidupnya. Wanita itu masih sama seperti dulu, mampu menghidupkan rasa panas dalam tubuh.
“Aku menyewa room, maukah kamu menemaniku malam ini?” bisik Rossie di salah satu telinga Chan. Di mana membuat bulu kuduk pria itu meremang.
Seperti dibimbing, Chan menurut saja. Melihat Rossie yang berjalan sempoyongan membuat Chan langsung membopong tubuh sintal wanita itu, dan membawanya masuk ke dalam kamar.
Rossie yang sudah dikuasai oleh alkohol, tidak bisa menahan diri lagi. Ditariknya tubuh Chan mendekat, ketika Chan baru saja menjatuhkan Rossie di atas ranjang.
Demi Tuhan, ini adalah godaan yang tidak bisa ditolak oleh pria yang memiliki nama lengkap Hwang Chaniago itu. Bibir ranum warna merah menyala seakan menantang Chan. Tatapan Rossie yang seakan menuntut lebih, membuat bagian dari dirinya memberontak.
Akhinya, Chan tidak kuasa lagi. Ia memberikan kecupan rakus untuk Rossie yang dibalas dengan senang hati. Wanita itu terus mengerang nikmat ketika lidah Chan bermain di sana.
Gerakan tangan Chan dengan cepat meloloskan helaian kain yang membungkus tubuh Rossie. Sekarang, wanita itu terlihat lebih menggoda tanpa sehelai kain yang menutupi tubuhnya.
Rossie mengerang, ketika penyatuan keduanya berlangsung. Dengan perlahan, Chan memompa tubuhnya dan membuat Rossie semakin menikmati permainan ini. Kedua kaki Rossie melingkari pinggang Chan, seolah tidak ingin mengakhiri kenikmatan yang disuguhkan.
Ini terasa lebih hangat dan berbeda dari penyatuan yang biasa ia lakukan bersama Edric. Tatapan dari pria yang Rossie tidak yakin siapa namanya seperti memberikan sengatan kasih. Seperti rasa cinta yang tercurah begitu dahsyat.
TO BE CONTINUED....
"Semuanya serba tiba-tiba dan tak terprediksi, memangnya siapa yang bisa memprediksi takdir?" Kring...kring...kring... Rossie memicingkan matanya dan mendapati nama Edric tercetak di layar ponsel. [“Babe, kamu masih tidur?]” “ Ehm, iya ada apa Edric? Kapan kamu pulang dari Yunani?” tanya Rossie sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang terkspos. [“Sore ini, aku akan kembali. Persiapkan dirimu. Baiklah, aku tutup dulu ya. I love you.”] Panggilan keduanya terputus, Edric yang melakukan. Tubuh Rossie
“Apakah arti dari sebuah pertemuan ulang? Apakah ini sebuah kesempatan untuk memperbaiki semuanya?”"Sial mengganggu saja!" umpat Edric yang sesenti lagi bisa meraup bibir mungil Rossie. Tangan kekarnya merogoh ponsel yang tertaut di saku celana dan menerima panggilan itu.Rossie mengembuskan napas lega. Siapapun yang menghubungi Edric, ia sungguh berterima kasih. Sedari tadi pria itu tidak membiarkan Rossie untuk menyampaikan maksudnya."Babe, aku harus terbang ke Vegas sekarang. Lagi ada masalah di Delight Demon. Lusa kita akan bertemu, kenakan gaun yang nanti akan kukirimkan, bersiaplah untuk memuaskanku," ucapnya sambil melepaskan kecupan tipis di bibir Rossie."Edric tapi ada yang---." Pria itu tidak menghiraukan ucapan
“Bisakah aku mengendalikan kehidupanku sendiri? Ini hidupku, dan hanya diriku yang berhak atas itu.” Kris menikmati potongan croissant yang mengkilap karena olesan butter. Netranya menatap ke arah sang putra yang sedang mengelus lembut buntalan hitam dipangkuannya, Toby. Satu-satunya makhluk hidup yang sangat manja apabila bersama Chan. Terlebih ketika majikannya itu selesai memberikan vaksin. Seperti yang baru saja ia lakukan, memberikan obat cacing pada Toby. Anjing poodle yang sudah berusia 6 bulan memang sebaiknya diberikan obat cacing untuk ketahanan tubuh, khususnya sistem pencernaan. "Chan," panggil Kris hati-hati. "Mommy
"Hanya dia yang aku punya di dunia ini. Akan kubuat jutaan senyum terukir di wajahnya."Mr. Ramos mengalami peningkatan gula darah hingga 350 mg/dL. Hal itu yang menyebabkan beliau mengalami pengurangan kesadaran. Selama ini pasien tidak melakukan pengobatan rutin. Kalau dibiarkan begini terus, tentu akan berakibat fatal.Kata-kata itu terngiang di kedua telinga Rossie. Kenapa ayahnya harus berbohong? Selama ini Alexander selalu bilang kalau rutin melakukan check up. Tetapi nyatanya tidak, sekarang Rossie harus melihat sang ayah terbaring di bed pesakitan.Rossie menggenggam tangan Alexander yang masih terlelap. Ia berusaha membuat matanya tetap terjaga. Dua belas jam perjalanan udara membuat tubuhn
"Hugo, jaga Daddy yah-" "Rossie, Daddy udah seperti baby saja ya. Sampai kamu harus menitipkan kepada Hugo seperti itu." Alexander terkekeh ketika mendengar percakapan Rossie dan Hugo di kursi yang tidak jauh dari ranjangnya. "Itu karena Daddy suka berbohong sama Rossie," ujar Rossie. Kemudian tatapannya beralih kepada Hugo. "Hugo, please perhatikan Daddy,
Menyadari tatapan dari Rossie, Chan meluruskan posisi tubuh. "Apa yang kamu lihat?" "No-nothing, anyway thanks." Rossie meneguk ludah sembari merapikan letak pakaiannya. Tanpa menjawab Chan langsung berlalu begitu saja. Namun, langkahnya terhenti oleh ucapan dari sang mantan kekasih. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Ma-maksudku sebelum pertemuanku dengan Mamamu dan Granny?" Chan menoleh dan memeta tubuh Rossie dari ujung kaki hingga puncak kepala. "Iya, kita pernah bertemu sebelumnya di klub, saat kamu mabuk." Kembali menelan saliva ketika mendengar jawaban dari Chan. Rossie mulai mengingat serpi
Catherine mencuri dengar percakapan Rossie. “Who?”Pandangan Rossie tertuju kepada Catherine dan menjawab, “Mom Kris, Mamanya Chan.”“Chan? Chan Who?” Catherine mengerutkan kening dan mencoba mengingat nama yang terdengar tidak asing di telinga. “Wait, jangan bilang Chan mantan kamu?” tambahnya.Menaikkan kedua bahu sambil bangkit dari duduknya. Rossie meraih jar yang berisi jus segar dan menuangkannya ke gelas panjang. Ia tidak memberikan jawaban kepada sang sahabat.“Are you serious?
Mendorong tubuh Chan agar menjauh, Rossie menghela napas sebelum memulai ucapan. "Karena memang hubungan kita harus berakhir seperti itu." Chan masih menatap Rossie lurus-lurus, fokusnya tertarik pada warna merah di sudut bibir wanita tersebut. "Kau terluka?" Pertanyaan dari Chan diabaikan begitu saja. Kemudian Rossie berjalan melewati Chan begitu saja. Hingga langkahnya terhenti karena ucapan Chan yang tiba-tiba. "Jadi begitu?" Chan terkekeh. "Kau membuangku seperti sampah yang sudah tidak ada artinya." Rossie menoleh dengan tatapan dingin. "Apa kau masih mencintaiku?"