Share

Bab 3 - Kabar Baik

Kana berkedip, entah kenapa merasa ucapan Helena menusuk hatinya. Apa kakak madunya itu sedang memamerkan bahwa perhatian dari Dirga begitu besar?

Selain itu, kenapa sepertinya Helena tidak sakit? Dia terdengar sehat, walau wajahnya sedikit pucat.

Itu ….’ Mata Kana memicing, mendapati ada yang aneh dari warna pucat bibir Helena. ‘Apa itu alas bedak?

Ketika Kana sedang sibuk memperhatikan wajah Helena dari dekat, wanita tersebut menggenggam tangannya pelan. “Tanganmu dingin,” komentar Helena, manik hitamnya yang terlihat menenggelamkan menatap lurus ke arah Kana. “Kenapa? Takut padaku?”

Kana berkedip, tersadar bahwa ia harus segera memulihkan diri dari keterkejutannya. Kala Helena meremas tangannya, dia yakin bahwa kakak madunya tersebut sebenarnya baik-baik saja.

Untuk apa … Helena berpura-pura sakit?’ batin Kana dalam hati, merasa sangat bingung. “Tentu tidak, Helen. Aku hanya … sedikit terkejut karena kamu mendadak berdiri dari tempat tidur. Apa kamu baik-baik saja?” tanyanya, berusaha untuk berpikir positif.

Tidak mungkin Helena berpura-pura sakit hanya untuk menarik perhatian Dirga. Kalau Kana hamil, wanita itulah yang akan paling bahagia. Lagi pula, alasan awal Dirga bisa menikahi Kana adalah karena permintaan Helena sendiri.

“Tidakkah kamu dengar yang aku katakan pada Dirga tadi?” Helena dengan terbuka menuding Kana menguping pembicaraannya. “Dibandingkan diriku, sebaiknya kamu mulai khawatir dengan dirimu sendiri,” ujar wanita tersebut sembari menampakkan sebuah senyum rupawan.

Ucapan itu membuat Kana mengernyit. “Diriku?” tanyanya.

“Yah.” Helena berujar, “Kamu tahu ‘kan alasan awal Dirga memutuskan untuk menikah lagi … adalah karena dia menginginkan keturunan?” Wanita itu mengangkat satu alis ke atas, seakan menantang Kana. “Sudah dua bulan, tapi kamu masih belum bisa memenuhi keinginan tersebut, jangan-jangan ada masalah dengan … kandunganmu.”

Tanpa sadar, tubuh Kana menegang, merasa tidak nyaman dipertanyakan oleh Helena. “Aku sehat, Helena,” balasnya dengan sebuah senyuman.

“Kamu yakin?” Helena tersenyum, sedikit miring … hampir menyerupai sebuah senyuman mengejek.

Kana merasakan seluruh tubuhnya bergetar, jantungnya berpacu cepat. Dia pun mulai berkata, “Tidak ada masalah denganku, Helena. Kalau misal–”

Ucapan Kana berhenti, dia merasa kegugupan membuat dirinya mual. Dia menutup mulut, lalu dengan cepat berlari ke arah kamar mandi, meninggalkan Helena yang memasang wajah sedikit terkejut.

Sesampainya di depan wastafel, Kana langsung memuntahkan isi perutnya. Bulir-bulir keringat menghiasi dahinya, merasa sangat tersiksa.

“Ada apa denganmu?” tanya Helena tak lama setelah Kana selesai membersihkan bibirnya.

Kana menoleh ke belakang dengan lemah, menatap Helena yang ditemani sang asisten rumah tangga di sisinya. “Aku … tidak tahu.”

Tiba-tiba, sang asisten rumah tangga membelalak. Dengan nada bicaranya yang selalu dingin dan kurang ajar, wanita tua itu mengarahkan jarinya kepada Kana. “Jangan-jangan, dia hamil!”

“Apa?”

Semua orang yang berada di tempat tersebut mengalihkan pandangan ke satu arah, pada sosok pria yang kembali karena meninggalkan sesuatu.

“Dirga …,” Helena memanggil pria tersebut dengan lemah, kentara kembali berpura-pura sakit. Ia pikir ia bisa menggunakan Kana sebagai alasan apabila Dirga bertanya Helena dapat kekuatan dari mana hingga bisa berdiri tiba-tiba begini. “Kenapa kamu–”

Namun, mengabaikan kalimat Helena yang belum selesai, Dirga segera menghampiri Kana. Pria itu mencengkeram kedua pundak wanita tersebut dan berkata dengan manik bergetar, “Kamu hamil? Apa itu benar?”

Kana merasa bingung. Pada dasarnya, dia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. “Aku tidak tahu, aku–”

“Kita ke dokter sekarang!”

***

"Lima minggu?" Dirga terkejut. Di sebelahnya, Kana menampakkan wajah yang sama.

Saat ini, keduanya sedang berada di obgyn. Setelah Dirga mendengar perihal kemungkinan istri keduanya itu hamil, pria tersebut tidak jadi berangkat ke kantor dan langsung membawa Kana ke rumah sakit.

Usai meyakinkan dirinya sendiri dengan informasi terbaru, Dirga meremas tangan istrinya pelan dan berbisik, "Terima kasih, Kana." Sebuah senyuman terlukis di wajah pria itu, terlihat begitu tulus dan penuh kebahagiaan. “Terima kasih.”

Mendengar kata itu berulang kali dari bibir Dirga, Kana merasa hatinya hangat. Dia mengusap lembut perutnya seraya membatin, ‘Terima kasih, Nak. Karena kehadiranmu, ayahmu kembali menjadi sosok yang Ibu kenal.’

Sepanjang mereka berada di ruang konsultasi, Dirga mendengarkan penjelasan dokter dengan saksama. Hal tersebut membuat Kana merasa hangat. Ini dia Dirga yang dia kenal, Dirga yang begitu perhatian padanya.

“Kamu tidak boleh bekerja berat. Tidak, kamu tidak boleh kerja sama sekali. Pastikan untuk menjaga dirimu dengan baik,” jelas Dirga ketika dirinya dan Kana berada dalam perjalanan pulang ke rumah. “Sesampainya di rumah, aku akan minta Sasmi untuk membuatkan sup ayam untuk menghangatkan tubuhmu.”

Dengan senyuman terlukis di bibirnya, Kana berkata, “Iya, Dirga. Aku paham.” Dia menambahkan, “Jangan terlalu gugup, aku akan baik-baik saja.”

Mendengar hal itu, sebuah senyuman terpasang di wajah Dirga. Dia mengusap kepala Kana, mengejutkan wanita itu karena mendapatkan perlakuan serupa seperti Helena beberapa waktu lalu.

Sesampainya di rumah, terlihat sosok Helena telah menunggu di ruang tamu. Melihat Dirga tersenyum semringah sembari menggandeng Kana, wanita itu menampakkan wajah dingin selama sesaat sebelum tersenyum dan bertanya, “Bagaimana hasilnya?"

"Positif. Sudah berusia lima minggu," jawab Dirga. Di sampingnya, Kana tersenyum sopan.

Helena menatap istri kedua suaminya tersebut dengan senyum tipis. "Selamat, Kana," ucapnya. Kemudian pada suaminya, ia melanjutkan, "Ini sebuah kabar bahagia, kita perlu merayakannya."

Walau bibir Helena berkata manis, tapi entah kenapa pancaran matanya terlihat mengerikan. Hal tersebut membuat Kana sedikit tersentak dan mencengkeram lengan pakaian Dirga dengan cukup kuat.

Merasakan cengkeraman tangan Kana pada lengan pakaiannya menguat, Dirga langsung memeluk wanita tersebut, terlihat begitu protektif. “Perayaan bisa dilakukan nanti, sekarang Kana perlu istirahat,” ujar pria tersebut sebelum berlalu meninggalkan Helena untuk pergi mengantar Kana ke kamarnya.

Di tempatnya, senyuman di wajah Helena berangsur menghilang. Ekspresi lembut yang dia tunjukkan berubah dengan ekspresi penuh ketidaksukaan.

“Ya ampun, baru hamil saja sudah begitu manja, apa lagi nanti kalau lahiran, Nyonya? Bisa ngelunjak dia!” desis Sasmi yang berada di sisi Helena. “Kita harus beri dia pelajaran!”

Helena mendengus. “Dia dinikahi hanya untuk anaknya. Setelah itu, Dirga akan menceraikannya.” Wanita itu menambahkan, “Aku tidak perlu takut pada wanita tidak berguna seperti itu.”

Guardiangel

Waduh! Ternyata tujuan asli Dirga dan Helena seperti ini ya. Tapi kok Dirga juga kelihatan peduli ke Kana? Menurut kalian gimana?

| Like
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Emeli Emelia
Alhamdulillah ternyata kabar baik Helena hamil semoga kehamilan mu membawa berkahnya Helena jangan bergitu Dirga ntar kamu jatuh cinta benaran sama Helena baru tahu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status