Share

Cemburu Buta

Aku masih belum terima Maya akan menggantikan Jihan, sekretaris Mas Firman yang sudah bekerja selama 4 tahun harus digantikan oleh Maya.

"Paaa ... apa Papa yakin, mau memberikan pekerjaan itu pada Maya?" aku masih berusaha untuk merubah keputusan Mas Firman.

"Memangnya kenapa, Ma?" tanyanya heran, aku masih membahas urusan Maya yang akan menggantikan posisi Jihan.

"Mamah gak yakin aja, soalnya dia kan belum berpengalaman jadi sekretaris, Pa."

"Papa yakin kok dia bisa Ma, apalagi nilai akademiknya sangat menunjang, meskipun dia belum pernah kerja sebagai sekretaris, Papa yakin dia bisa cepat belajar, Ma!" Mas Firman sepertinya memang sudah yakin sama Maya, aku sudah tidak dapat mempengaruhinya lagi.

"Ya sudah kalau Papa sudah yakin, Mama juga cuma bisa ikut aja sama keputusan Papa." Aku hanya bisa pasrah saja.

"Maa ... Kalau mulai besok mulai kerja, gak apa-apa kan?"

"Apaaa ... besok? Kan Jihan cutinya akhir bulan ini kan? Masih lama Pa, kan masih bisa minggu depan, atau minggu depannya lagi!" Aku gak tahu kalau Papa akan menyuruh Maya kerja secepat itu.

"Iya Papa tahu, tapi kan lebih cepat lebih baik kan, jadi Maya bisa belajar dulu dari Jihan sebelum dia cuti!"

"Aaaah ... Papa ngambil keputusan kok mendadak sih! Mama kan belum siap, kalau sekarang Mama juga harus ngurangin waktu Mama ke restoran, soalnya kan gak mungkin juga Bi Inah bisa handel semuanya," gerutuku.

"Udah, Papa yakin Mama bisa atur-atur. Lagian Papa udah bilang kok sama Maya, besok mulai kerja."

'Kalau gini sih bukan sebulan, hampir dua bulan itungannya. Papa gak ngomong dulu sama aku lagi, tahu-tahu udah bilang aja gitu sama Maya, haaah ...!' Aku benar-benar kesal dibuatnya.

******

Keesokan harinya...

Maya keluar dari kamarnya sudah bersiap dengan setelan kerjanya, Aku benar-benar takjub melihat penampilannya hari ini, dia terlihat sangat cantik.

Biasanya dia hanya berpakaian sederhana dengan wajah yang polos tanpa make up. Tapi hari ini dia memakai blouse berwarna terang, dipadukan dengan blazer yang ngepas dengan tubuhnya, bawahan rok di atas lutut memperlihatkan kakinya yang putih dan mulus. rambutnya yang biasanya dia ikat asal, sekarang dia ikat rapih agak ke atas, memperlihatkan lehernya yang jenjang.

Belum lagi polesan make up yang tidak terlalu tebal makin membuat penampilannya tambah memukau.

'Ya ampun dia kelihatan begitu cantik, apa Mas Firman gak akan tergoda dengan gadis muda ini,' batinku merasa takut.

"Kenapa Bu, saya kelihatan jelek yah?" tanyanya padaku yang sedang terdiam menatapnya.

"Ooh ... enggak kok May, kamu malahan kelihatan sangat cantik!" pujiku.

"Ibu bisa saja, saya jadi malu." Dia tersenyum senang mendengar pujianku.

Mas Firman pun tak kalah terpukaunya melihat penampilan Maya pagi ini, begitu dia menghampiri kami, sorot matanya terlihat begitu takjub menatap Maya dengan penampilan di luar kebiasaannya sehari-hari.

"Mayaaa ... ! Waaw ... kamuu ... cantik sekali, luar biasa, kamu tampak sangat berbeda!" Mas Firman memujinya setinggi langit, dia sampai melongo, menatap penampilan Maya, matanya tak berkedip, dia bahkan lupa aku sedang ada di sampingnya menatap suamiku dengan tatapan kesal dan cemburu menyelimuti hatiku, wanita mana yang tak marah mendengar suaminya memuji-muji wanita lain di hadapannya.

"Makasih Pak, pujiannya." Bisa kulihat wajah Maya yang merona, bahkan dia tersenyum manja pada suamiku.

"Eheeem ...!" Aku sengaja berdehem melihat suamiku yang masih tak berkedip melihat Maya.

"Eeeeh ... Mama!" Mas Firman telihat malu melihat wajahku yang terlihat kesal.

"Tenang Ma, kamu masih yang tercantik di hati aku, tak akan pernah tergantikan siapapun, meskipun bidadari sekalipun, Mama tetap nomor satu di hatiku!" bisiknya di telingaku sambil mengecup pipiku tanpa malu di depan Maya.

Mas Firman bisa saja membuat hatiku luluh.

"Bisa saja kamu ngegombalin aku pagi-pagi, Mas!"

"Biarin gombalin istri sendiri mah pahala, Mah!" goda Mas Firman.

Aku melirik Maya, aku ingin lihat reaksinya, apa dia terlihat kesal melihatnya.

Dia sepertinya sengaja memalingkan muka ke arah lain, mungkin dia merasa tidak enak melihat kemesraan kami tadi.

"Ya sudah Ma, kami berangkat dulu yah!"

"Buuu ... saya permisi, maaf yah, mulai hari ini Ibu jadi repot," ucap Maya merasa tidak enak padaku, entah itu tulus apa tidak.

"Gak apa-apa May, Mas Firman kayaknya lebih membutuhkan tenaga kamu, lagian kan hanya sementara," jawabku mencoba bersikap biasa saja, padahal hatiku merasa risau membayangkan seharian Maya akan bersama suamiku mulai hari ini.

*****

Semenjak Maya bekerja dengan Mas Firman, aku selalu merasa was-was, apalagi bila berangkat bekerja mereka selalu berangkat bersama-sama dalam satu mobil.

'Wajarkah aku bila merasa cemburu?' Apalagi Mas Firman selalu memujinya di depanku.

"Hebat sekali Maya, dia sangat cekatan dan smart, baru bekerja satu minggu tapi dia sudah menguasai semua pekerjaan sekretaris, dia seperti sudah fasih dengan pekerjaan sekretaris, heran aku, bahkan Jihan yang mengajarinya terheran-heran, Mah," puji Firman bila sedang membicarakannya.

"Oooh ... gitu yah," ucapku datar.

Bukan hanya telingaku yang panas, tapi hatiku juga merasa panas. 'Apa tidak ada tema lain selain Maya, rasanya aku makin kesal, yang dia bicarakan hanya kehebatan Maya di kantornya.

Kini sudah dua minggu Maya bekerja di kantor Mas Firman, berarti seminggu lagi dia akan benar-benar berdua karena Jihan akan segera cuti.

"Pa, aku akan ke Bandung minggu ini," ucapku memotong ceritanya soal Maya.

"Iya, Ma. Kamu pergi hari apa?"

"Aku mau pergi hari Jum'at tadinya, tapi ternyata aku lupa ada acara arisan Pa, dan kebetulan diadakan di sini Pa."

"Jadi, aku perginya hari sabtu yah, Pah!"

"Iya."

"Dan satu lagi, aku mau pinjem Maya sehari aja untuk bantu-bantu aku yah!"

"Hmmm ... iya deh, kali ini aku ngalah. Lagian masih ada Jihan, dia masih ada seminggu lagi kerja sama aku." Mas Firman kali ini mengalah.

"Naaah ... gitu dong!" Aku pun tersenyum lega, Jum'at nanti Maya bisa membantuku menyiapkan sajian untuk arisan.

Lalu Mas Firman tiba-tiba menggeser duduknya mendekatiku dan menatapku malu-malu.

"Hmmm ... Maaa ... udah lama nih, hehe ..." ucap Mas Firman menaikkan kedua alisnya.

"Kode, Pa?" tanyaku sambil tersenyum, aku sudah mengerti maksud Mas Firman.

"Hehehe ... Mama ngerti aja, heeee!" Aku senang Mas Firman mengajakku bercumbu malam ini.

Baru saja kami sedang asyik-asyiknya menikmati surga dunia, terdengar suara benda terjatuh di luar kamar.

Gudubrak!

"Apa itu, Pa?" ucapku sedikit takut.

"Gak tahu, Ma?" Mas Firman segera memakai celana piyamanya.

Dia membuka pintu kamarnya, aku pun mengikutinya dari belakang.

"Ada apa, Pa?"

"Ini, bunga hiasan jatuh, Mah!" Mas Firman mengambil Vas bunga dan bunga hiasan yang terbuat dari plastik itu dari lantai tepat di depan pintu kamar.

"Kok bisa jatuh yah, padahal ini kan ada di pinggir, aneh ...!" Mas Firman berucap pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya.

Hanya perasaanku saja atau bukan yah, aku kok merasa ada seseorang sedang mengawasi kami, aku jadi bergidik ngeri, apalagi mendengar kata-kata Mas Firman tadi, 'Apa memang tadi ada orang yang sedang memata-matai kami, hiiii ... aku jadi takut!'

"Hayu Mas, kita masuk saja, aku takut ah," tanganku dari tadi memegang erat tangan Mas Firman.

"Iya, iya ... ayo kita masuk, mendingan kita teruskan yang tadi!" goda Mas Firman sambil mengedipkan matanya.

"Apaan sih Pa!" Aku mencubit pinggang suamiku.

"Hahaha ...!" Mas Firman sepertinya tahu aku sedang ketakutan, dia sengaja membuatku agar aku lebih tenang dan melupakan kejadian itu.

Mas Firman memang pintar mencairkan suasana, ketegangan itu pelan-pelan mulai menghilang digantikan dengan kenikmatan di atas ranjang.

-Bersambung-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status