"Apaaa ... Om Firman ini adalah ..." Belum sempat Fayra selesai dengan ucapannya, Tante Mayra langsung memotongnya, "Iya, dia ayah kandung kamu, Fayra. orang yang selalu kamu tanyakan kini sudah ada di depan kamu!"What! Pak Firman ayahnya Fayra. Waw, waw ... ini jadi makin seru!Kami semua tampak terkejut, Papa Mama pun sama, hanya Firlita saja yang tampak biasa, apa dia sudah tahu yah."Aku baru tahu kemarin!" bisiknya, seolah tahu kalau aku mau menanyakannya."Oh.""Ayaaah ....!!" Fayra langsung memeluk Pak Firman dengan mata berkaca-kaca."Pantas saja aku merasa nyaman bila dekat Om, rupanya memang ada chemistry ayah dan anak di antara kita.""Aku sangat merindukanmu, Ayah! Sejak kecil aku hanya mengetahui namamu saja, wajahmu sjaa aku tidak pernah tahu, ayah! Aku hanya ingin disayang seperti anak-anak lain yang memiliki ayah," Fayra menangis sesenggukan di pelukan Pak Firman."Maafkan aku Nak, ayahmu ini bahkan tidak pernah tahu keberadaan kamu, Mamamu menyembunyikannya dari ayah
Firlita POVSebulan kemudian ... Aku tak pernah bertemu dengan Pak Willy sesuai kesepakatan. Dia memenuhi janjinya tak menggangguku hingga aku siap menerimanya lagi.Hari ini aku dipanggil oleh HRD, entah apa salahku. Padahal kinerjaku bagus kata managerku."Maaf Nona Firlita, mulai hari ini Nona dipindahkan ke bagian lain," kata Manager HRD."Saya salah apa Pak?" tanyaku, padahal aku sudah mulai nyaman di divisi ini."Nona tidak salah apa-apa, hanya saja Nona lebih dibutuhkan di bagian lain. Silahkan bawa surat ini, dan Nona pergi ke lantai 10"Lantai 10? Bukankah itu lantai khusus ruangan direktur dan direksi yah."Iya selamat yah Nona, Nona terpilih menjadi sekretaris Direktur kami yang baru."Sekretaris Direktur? Beneran ini ... Bahkan aku tidak menguasai pekerjaan sekretaris.Ya sudahlah, dari pada aku tidak bekerja. Aku terima saja."Iya terima kasih Pak, saya tidak menyangka akan dipilih menjadi sekretaris Direktur." Entah aku harus senang, ataukah bimbang ... aku tidak perna
"Maaa... Dede pernah lihat Mbak Maya ciumin Papah sewaktu Papah lagi tidur di kamar aku!" ucap anak balitaku yang masih berusia empat tahun."Apaaaa ....!!" Sontak aku merasa terkejut tidak mungkin gadis lugu itu berani berbuat hina seperti itu.Dadaku terasa sesak anak balitaku bisa berkata demikian, Apa benar yang dikatakan anakku, apa mungkin saja dia sedang bermimpi lalu dia ucapkan begitu saja."Dede gak salah lihat? Masa sih Mbak Maya kayak gitu?" tanyaku meyakinkan kalau Tita tidak salah lihat."Tapi waktu itu Dede memang lagi bobo di kamar, yah gak tahu juga sih Ma ... hehehe ..." ucapnya sambil tertawa.******Mudah-mudahan Tita memang salah lihat, karena aku gak pernah tahu apa yang dilakukan baby sitterku yang baru bekerja di rumahku sekitar tiga bulan ini.Aku terkadang pergi mengontrol restoran ayam gorengku yang sudah ada beberapa cabang di beberapa kota.Tapi semenjak ucapan anakku aku menjadi was-was meninggalkan rumah.'Mungkinkah gadis polos dan lugu itu melakukan ha
Perkataan anakku soal Maya masih terngiang di telingaku, apa benar dia serendah itu, kini aku menjadi semakin paranoid.'Aaah ... Kenapa sekarang aku jadi mencurigai Maya, padahal aku masih ingat bagaimana beraninya dia menyelamatkanku dari seorang penodong, dia mengorbankan tangannya terluka cukup dalam terkena sabetan pisau sang penodong.'#Flashback OnSiang itu aku baru saja mengambil uang di ATM, aku merasa ada pengendara motor yang mengikutiku.Karena aku takut aku lajukan mobilku dengan kecepatan tinggi, aku pikir motor yang mengikutiku itu sudah jauh tertinggal.Aku tengok ke belakang, tak ada siapapun orang mencurigakan di belakangku, akupun mengusap dada, karena lega. 'Syukurlah mereka sudah tidak ada.' Hatiku sedikit lega.Aku berniat ke restoran yang biasa aku datangi untuk makan siang, kulihat parkirannya begitu sesak. 'Penuh amat, ini pas jam makan siang sih!' Aku putuskan untuk parkir di tempat lain, jaraknya cukup jauh, yah gak apalah, hanya berjarak sedikit menuju r
Aku memperhatikan map coklat yang diberikan Maya tadi sore. Satu persatu berkasnya aku keluarkan."Maya Vanisha, Aaaaah ... Nama yang cukup keren untuk seorang gadis yang berasal dari kampung." Aku baca CV nya, umurnya baru akan menginjak dua puluh satu tahun ini.Aku tidak menyangka dia baru berumur dua puluh tapi sudah lulus D3 bahkan sudah pernah bekerja.Ternyata dia orang yang sangat pintar dalam akademik, dia lulus SMA dengan umur yang sangat muda, 16 tahun. "Waaaw ... hebat sekali di balik penampilannya yang sederhana dan sopan itu ternyata dia adalah orang yang sangat pintar, nilai akademisnya sangat amazing." Aku menatap kagum pada nilai-nilainya yang nyaris sempurna.Lalu aku beralih pada ijazah D3nya, nilai IPKnya sangat tinggi mendekati 4. Aku semakin salut pada Maya, gak pernah aku sangka penampilannya sederhana, sikapnya yang biasa saja, tidak menyombongkan diri soal latar belakang pendidikannya, ternyata dia itu termasuk anak yang cerdas.Aku lihat lagi dari pengalaman
Aku masih belum terima Maya akan menggantikan Jihan, sekretaris Mas Firman yang sudah bekerja selama 4 tahun harus digantikan oleh Maya."Paaa ... apa Papa yakin, mau memberikan pekerjaan itu pada Maya?" aku masih berusaha untuk merubah keputusan Mas Firman."Memangnya kenapa, Ma?" tanyanya heran, aku masih membahas urusan Maya yang akan menggantikan posisi Jihan."Mamah gak yakin aja, soalnya dia kan belum berpengalaman jadi sekretaris, Pa.""Papa yakin kok dia bisa Ma, apalagi nilai akademiknya sangat menunjang, meskipun dia belum pernah kerja sebagai sekretaris, Papa yakin dia bisa cepat belajar, Ma!" Mas Firman sepertinya memang sudah yakin sama Maya, aku sudah tidak dapat mempengaruhinya lagi."Ya sudah kalau Papa sudah yakin, Mama juga cuma bisa ikut aja sama keputusan Papa." Aku hanya bisa pasrah saja."Maa ... Kalau mulai besok mulai kerja, gak apa-apa kan?" "Apaaa ... besok? Kan Jihan cutinya akhir bulan ini kan? Masih lama Pa, kan masih bisa minggu depan, atau minggu depann
Pagi itu Maya telah bersiap dengan setelan kerjanya, aku merasa heran, kenapa dia masih bersiap ke kantor, apa Mas Firman lupa memberitahunya."Pak, saya sudah siap!" katanya begitu bertemu dengan Mas Firman di meja makan."Papa, gak bilang?""Heee .... aku lupa." Aku kesal ternyata Mas Firman lupa mengatakannya."Maaf yah, May. Untuk hari ini kamu gak usah ke kantor dulu, kamu bantuin Ibu dulu yah, hari ini ada arisan.""Terus gimana kerjaan kantor, Pak?" Maya seolah mempedulikan kerjaan di kantor padahal aku tahu sebenarnya dia malas membantuku."Kamu tenang saja, kan masih ada Jihan dia masih seminggu lagi kerja di kantor sebelum cuti.""Oh begitu yah, Pak. Ya udah kalau begitu saya mau ke kamar dulu ganti baju." Maya terlihat kecewa, dia harus membatalkan niatnya untuk bekerja, aku bisa melihat dari ekspresinya.*****"Maya, gak apa-apa yah, hari ini kamu bantu saya dulu. Soalnya saya nanti akan kerepotan," ucapku sambil menyiapkan beberapa kotak kue yang baru saja aku beli."Iya
Setelah menempuh kurang lebih dua jam perjalanan, aku pun tiba di rumah orang tuaku. "Assalamualaikum ... Bundaaa ... Ayaaah ...!" ucapku begitu sampai di depan pintu rumah yang cukup megah dengan didominasi warna putih itu, rumah yang pernah aku tinggali hingga puluhan tahun lamanya, hingga akhirnya orang tuaku melepasku setelah aku menikah dengan Mas Firman."Waalaikumsalam ... Litaa ...!" Bundaku membuka pintu dan langsung memelukku, pelukannya terasa hangat sama seperti dulu, padahal aku sudah sering ke sini kalau aku mengecek rumah makan ayam gorengku, tapi tetap saja aku merasa senang Bunda menyambutku dengan pelukan hangat seperti ini."Kok tumben baru ke sini, biasanya awal bulan?" tanya Bunda seraya mengurai pelukannya."Maaf Bunda, aku sibuk di Jakarta. Baru kali ini aku bisa ke sini, Ayaaah ... mana Bunda?" ucapku sambil celingukan mencari keberadaan ayah."Ayah lagi diajak jalan sama adik kamu, gak tahu ke mana!" jawab Bunda."Azra lagi di sini, Bun?" tanyaku antusias, ad