Share

Keresahan Arlita

Hari kedua di Bandung...

Aku tuntaskan tugasku hari ini, setelah aku cek restoran dan aku kukuhkan Zahra sebagai manager pada semua pegawaiku di cabang dua di kota Bandung ini, aku kembali ke rumah orangtuaku.

"Kak Lita, mau pulang kapan?" tanya Azra.

"Tadinya mau selasa, tapi kayaknya besok juga mau pulang, kamu kapan?"

"Aku malam ini juga mau pulang, kan besok aku kerja Kak."

'Apa aku malam ini juga yah?' gumamku.

"Kenapa diem, jangan-jangan Kak Lita juga mau malam ini pulangnya?" tanya Azra, seperti tahu isi pikiranku.

"Hehehe ..!"

Lalu tiba-tiba suara ponselku berbunyi, 'Akhirnya Mas Firman nelepon.'

"Haaaai ... Sayang, aku kangen nih, kamu pulang kapan?" tanyanya sambil memperlihatkan wajahnya yang sedih.

"Besok Mas, beneran kangen? Terus kenapa kemarin gak nelepon?" Aku berpura-pura kesal.

"Aku kemarin lembur, pulangnya larut. Kalau aku nelepon takut ganggu kamu."

"Lembur? Terus Tita sama siapa? Kan Bi Inah cuma sampai magrib?" tanyaku cemas.

"Sama Maya, dia kemarin sengaja gak aku suruh ke kantor."

"Syukurlah, kamu lagi di kamar Tita?" tanyaku, kulihat ada Tita di sana sedang terlelap.

"Iya, Mah. Aku selalu nemenin dia tidur kalau Mamah lagi cek restoran di luar kota."

Tak lama aku mendengar suara pintu kamar Tita diketuk, dan suara yang aku kenal. "Paaaak ...!" suara perempuan itu sangat jelas terdengar olehku.

'Ya ampun itu suara Maya, buat apa dia malam-malam ke kamar Tita, jangan-jangan ..." Langsung pikiran negatif itu singgah lagi di kepalaku.

"Maaah ... Aku tutup dulu yah, ada yang ketuk pintu!"

"Paaah ...!" panggilku tapi Mas Firman keburu menutup panggilan video callnya.

Aku jadi gak tenang, sekarang di sana gak ada aku, apa mereka akan berbuat sesuatu seperti dalam pikiranku.

Malam itu aku tidak bisa tidur, mengingat saat tadi sewaktu video call dengan Mas Firman, tidurku gelisah aku hanya bisa membolak-balik badanku di atas tempat tidur.

"Ini gak bisa didiemin lagi!" Aku terbangun tapi kulihat jam masih jam 2 pagi.

"Baru jam segini!"

Aku paksakan untuk tidur, bagaimanapun aku harus mengistirahatkan tubuhku.

*****

Aku hanya bisa tidur dua jam semalam, aku langsung mandi, sholat subuh dan bersiap untuk kembali ke rumah.

"Loooh ... Kamu mau ke mana subuh-subuh begini?" tanya Ayah yang melihatku membawa tas besar di tanganku.

"Aku mau pulang, Yah!"

"Loh, kok... Ayah kirain kamu mau pulang besok! Biasanya kan kamu tiga malam di sini!"

"Iya, hmmm ... Aku lagi ada kerjaan di Jakarta," jawabku berbohong.

'Maafkan anakmu ini yang sudah berbohong,' batinku.

"Ayah saja belum sempat ngobrol sama kamu!" Ayah terlihat kecewa karena dua harian kemarin aku sibuk di restoran, tapi di hari ketiga aku malah mau pulang.

"Maaf yah, Yah. Tapi aku janji deh kalau nanti pas liburan aku ke sininya agak lama, sekalian bawa cucu kesayangan Ayah!" ucapku agar Ayah tidak terlalu sedih.

"Bener yah, Ayah tunggu loh!" Ayah tersenyum mendengar ucapanku.

"Yah, aku pulang yah!" Aku mencium tangan ayah sebelum aku pulang.

Dan Bunda baru saja keluar dari kamarnya dengan mukena yang masih melekat di tubuhnya.

"Litaaa ... buru-buru amat! Udah mau pulang aja!" ucapnya mendekatiku.

"Iya Bundaaa ... Bunda, doakan aku sama keluarga kecilku selalu bahagia yah!" ucapnya sambil memeluk Bunda, melihatku seperti heran aku mengucapkan hal itu.

"Kamu gak apa-apa kan, Nak. Kenapa Bunda merasa ada sesuatu sama kamu, Lita?" Kini Bunda menatap wajahku meminta penjelasan.

"Gak apa-apa Bunda, aku hanya ingin didoakan saja kok. Bunda jangan khawatir." Aku berusaha menutupinya, aku tidak mungkin memberitahukannya pada Bunda, apalagi ini masih praduga, yang belum tentu kebenarannya.

"Baiklah, kalau memang tidak ada apa-apa, kamu hati-hati yah di jalan, semoga selamat sampai rumah."

Aku tahu Bunda masih khawatir padaku, tapi berusaha untuk tetap percaya pada kata-kataku.

"Mang Ujang, ayo kita berangkat!" ajakku.

"Iya, Nya."

******

Sepanjang perjalanan, hatiku benar-benar tak tenang. Aku pun teringat pada Rossa, aku memberanikan diri untuk meneleponnya.

"Halo, Bu Rossa," ucapku membuka pembicaraan.

"Haaai ... Bu Arlita, tumben masih sepagi ini telepon ada apa?"

"Bu Rossa, lagi di mana?"

"Maaf yah, suara Bu Arlita kecil sekali, saya tidak terlalu jelas mendengarnya, saya lagi di Kalimantan, ikut suami saya lagi dines di sini."

Yaaah .... memang suara Bu Rossa tidak terlalu jelas, terus putus-putus, mana ada suara geresek-geresek lagi.

"Tumben Bu Rossa, ikut sama suami?" tanyaku heran.

"Iya, Bu Arlita mau nanyain apa, suara Bu Arlita makin gak jelas, di sini sinyalnya jelek banget."

"Pantesan suara Bu Rossa putus-putus. Sebenarnya ada yang mau saya tanyakan."

"Bu Arlita, maaf yah. Gimana kalau nanti saja kita bicara lagi, kalau saya sudah kembali ke Jakarta, saya kembali lusa."

Suara Rossa makin kecil lalu menghilang.

"Bu Rossa, Bu ...!" teriakku, tapi percuma suaranya hilang dan nada sambungnya terputus.

Yaaah ... aku kecewa, ya sudah aku akan tunggu lusa. 'Sabar Arlita, dua hari lagi aku akan dapat jawabannya.' Aku berusaha menenangkan hatiku sendiri.

Karena hari masih sangat pagi, mobil dapat leluasa melaju di jalan tol, hanya satu jam lebih aku sudah sampai di rumah.

Aku setengah berlari masuk ke dalam rumah, ingin tahu apa yang sedang mereka lakukan pagi ini, syukur-syukur tidak terjadi apa-apa.

Kutengok, keadaan rumah, masih sepi. "Mana mereka?" Aku langsung naik ke lantai atas menuju kamar atas.

Perlahan, aku mengintip kamar anakku dari balik dinding.

Ceklek! Kamar anakku terbuka, aku terkejut setengah mati yang keluar dari kamar anakku adalah maya dengan baju tidur yang tipis dan menerawang.

"Astaghfirullahaladzim, kenapa dia keluar dari kamar anakku, sepagi ini?" gumamku sambil memegang dadaku yang berdebar kencang.

Setelah Maya meninggalkan kamar anakku, aku mengendap-endap masuk ke kamar anakku.

Kubuka perlahan pintu kamar Tita, kulihat pemandangan yang menyejukkan anakku masih tertidur sambil memeluk suamiku.

"Mereka masih tertidur rupanya, lalu apa yang dilakukan Maya barusan yah?" pertanyaan itu masih mengusik hatiku.

Aku masuk ke ruang kerja suamiku, membuka laptop yang terhubung dengan cctv rumahku.

Aku langsung membuka rekaman video semalam, di depan kamar Tita. Aku masih ingat jamnya saat itu.

Di rekaman video itu aku melihat Maya sambil membawa segelas susu di atas nampan menuju kamar Tita.

Dia hanya mengenakan baju tidur yang tipis berwarna putih, dengan rambut sengaja dia urai dan waw ... lihatlah sebelum dia mengetuk pintu, dia masih sempat menghias wajahnya, dia mengeluarkan cermin kecil dan lipstick dari balik bajunya.

Dia oleskan lipstik warna merah menyala di bibirnya yang ranum itu.

'Apa maksudnya dia berbuat seperti itu, apa dia memang mencoba menggoda Mas Firman?' Aku mendengus kesal melihat kelakuan Maya yang genit menatap dirinya dalam cermin sambil memainkan bibirnya yang merah menyala.

Maya merapihkan rambutnya lalu mengetuk pintu kamar Tita.

Tak lama kulihat Mas Firman membuka pintu dan mempersilahkan dia masuk dan selanjutnya aku tidak tahu apa yang mereka lakukan.

-Bersambung-

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nurul Fajar
iklan GK bisa d buka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status