Share

Keresahan Arlita

Author: Quin Attariz
last update Last Updated: 2022-07-30 17:04:53

Hari kedua di Bandung...

Aku tuntaskan tugasku hari ini, setelah aku cek restoran dan aku kukuhkan Zahra sebagai manager pada semua pegawaiku di cabang dua di kota Bandung ini, aku kembali ke rumah orangtuaku.

"Kak Lita, mau pulang kapan?" tanya Azra.

"Tadinya mau selasa, tapi kayaknya besok juga mau pulang, kamu kapan?"

"Aku malam ini juga mau pulang, kan besok aku kerja Kak."

'Apa aku malam ini juga yah?' gumamku.

"Kenapa diem, jangan-jangan Kak Lita juga mau malam ini pulangnya?" tanya Azra, seperti tahu isi pikiranku.

"Hehehe ..!"

Lalu tiba-tiba suara ponselku berbunyi, 'Akhirnya Mas Firman nelepon.'

"Haaaai ... Sayang, aku kangen nih, kamu pulang kapan?" tanyanya sambil memperlihatkan wajahnya yang sedih.

"Besok Mas, beneran kangen? Terus kenapa kemarin gak nelepon?" Aku berpura-pura kesal.

"Aku kemarin lembur, pulangnya larut. Kalau aku nelepon takut ganggu kamu."

"Lembur? Terus Tita sama siapa? Kan Bi Inah cuma sampai magrib?" tanyaku cemas.

"Sama Maya, dia kemarin sengaja gak aku suruh ke kantor."

"Syukurlah, kamu lagi di kamar Tita?" tanyaku, kulihat ada Tita di sana sedang terlelap.

"Iya, Mah. Aku selalu nemenin dia tidur kalau Mamah lagi cek restoran di luar kota."

Tak lama aku mendengar suara pintu kamar Tita diketuk, dan suara yang aku kenal. "Paaaak ...!" suara perempuan itu sangat jelas terdengar olehku.

'Ya ampun itu suara Maya, buat apa dia malam-malam ke kamar Tita, jangan-jangan ..." Langsung pikiran negatif itu singgah lagi di kepalaku.

"Maaah ... Aku tutup dulu yah, ada yang ketuk pintu!"

"Paaah ...!" panggilku tapi Mas Firman keburu menutup panggilan video callnya.

Aku jadi gak tenang, sekarang di sana gak ada aku, apa mereka akan berbuat sesuatu seperti dalam pikiranku.

Malam itu aku tidak bisa tidur, mengingat saat tadi sewaktu video call dengan Mas Firman, tidurku gelisah aku hanya bisa membolak-balik badanku di atas tempat tidur.

"Ini gak bisa didiemin lagi!" Aku terbangun tapi kulihat jam masih jam 2 pagi.

"Baru jam segini!"

Aku paksakan untuk tidur, bagaimanapun aku harus mengistirahatkan tubuhku.

*****

Aku hanya bisa tidur dua jam semalam, aku langsung mandi, sholat subuh dan bersiap untuk kembali ke rumah.

"Loooh ... Kamu mau ke mana subuh-subuh begini?" tanya Ayah yang melihatku membawa tas besar di tanganku.

"Aku mau pulang, Yah!"

"Loh, kok... Ayah kirain kamu mau pulang besok! Biasanya kan kamu tiga malam di sini!"

"Iya, hmmm ... Aku lagi ada kerjaan di Jakarta," jawabku berbohong.

'Maafkan anakmu ini yang sudah berbohong,' batinku.

"Ayah saja belum sempat ngobrol sama kamu!" Ayah terlihat kecewa karena dua harian kemarin aku sibuk di restoran, tapi di hari ketiga aku malah mau pulang.

"Maaf yah, Yah. Tapi aku janji deh kalau nanti pas liburan aku ke sininya agak lama, sekalian bawa cucu kesayangan Ayah!" ucapku agar Ayah tidak terlalu sedih.

"Bener yah, Ayah tunggu loh!" Ayah tersenyum mendengar ucapanku.

"Yah, aku pulang yah!" Aku mencium tangan ayah sebelum aku pulang.

Dan Bunda baru saja keluar dari kamarnya dengan mukena yang masih melekat di tubuhnya.

"Litaaa ... buru-buru amat! Udah mau pulang aja!" ucapnya mendekatiku.

"Iya Bundaaa ... Bunda, doakan aku sama keluarga kecilku selalu bahagia yah!" ucapnya sambil memeluk Bunda, melihatku seperti heran aku mengucapkan hal itu.

"Kamu gak apa-apa kan, Nak. Kenapa Bunda merasa ada sesuatu sama kamu, Lita?" Kini Bunda menatap wajahku meminta penjelasan.

"Gak apa-apa Bunda, aku hanya ingin didoakan saja kok. Bunda jangan khawatir." Aku berusaha menutupinya, aku tidak mungkin memberitahukannya pada Bunda, apalagi ini masih praduga, yang belum tentu kebenarannya.

"Baiklah, kalau memang tidak ada apa-apa, kamu hati-hati yah di jalan, semoga selamat sampai rumah."

Aku tahu Bunda masih khawatir padaku, tapi berusaha untuk tetap percaya pada kata-kataku.

"Mang Ujang, ayo kita berangkat!" ajakku.

"Iya, Nya."

******

Sepanjang perjalanan, hatiku benar-benar tak tenang. Aku pun teringat pada Rossa, aku memberanikan diri untuk meneleponnya.

"Halo, Bu Rossa," ucapku membuka pembicaraan.

"Haaai ... Bu Arlita, tumben masih sepagi ini telepon ada apa?"

"Bu Rossa, lagi di mana?"

"Maaf yah, suara Bu Arlita kecil sekali, saya tidak terlalu jelas mendengarnya, saya lagi di Kalimantan, ikut suami saya lagi dines di sini."

Yaaah .... memang suara Bu Rossa tidak terlalu jelas, terus putus-putus, mana ada suara geresek-geresek lagi.

"Tumben Bu Rossa, ikut sama suami?" tanyaku heran.

"Iya, Bu Arlita mau nanyain apa, suara Bu Arlita makin gak jelas, di sini sinyalnya jelek banget."

"Pantesan suara Bu Rossa putus-putus. Sebenarnya ada yang mau saya tanyakan."

"Bu Arlita, maaf yah. Gimana kalau nanti saja kita bicara lagi, kalau saya sudah kembali ke Jakarta, saya kembali lusa."

Suara Rossa makin kecil lalu menghilang.

"Bu Rossa, Bu ...!" teriakku, tapi percuma suaranya hilang dan nada sambungnya terputus.

Yaaah ... aku kecewa, ya sudah aku akan tunggu lusa. 'Sabar Arlita, dua hari lagi aku akan dapat jawabannya.' Aku berusaha menenangkan hatiku sendiri.

Karena hari masih sangat pagi, mobil dapat leluasa melaju di jalan tol, hanya satu jam lebih aku sudah sampai di rumah.

Aku setengah berlari masuk ke dalam rumah, ingin tahu apa yang sedang mereka lakukan pagi ini, syukur-syukur tidak terjadi apa-apa.

Kutengok, keadaan rumah, masih sepi. "Mana mereka?" Aku langsung naik ke lantai atas menuju kamar atas.

Perlahan, aku mengintip kamar anakku dari balik dinding.

Ceklek! Kamar anakku terbuka, aku terkejut setengah mati yang keluar dari kamar anakku adalah maya dengan baju tidur yang tipis dan menerawang.

"Astaghfirullahaladzim, kenapa dia keluar dari kamar anakku, sepagi ini?" gumamku sambil memegang dadaku yang berdebar kencang.

Setelah Maya meninggalkan kamar anakku, aku mengendap-endap masuk ke kamar anakku.

Kubuka perlahan pintu kamar Tita, kulihat pemandangan yang menyejukkan anakku masih tertidur sambil memeluk suamiku.

"Mereka masih tertidur rupanya, lalu apa yang dilakukan Maya barusan yah?" pertanyaan itu masih mengusik hatiku.

Aku masuk ke ruang kerja suamiku, membuka laptop yang terhubung dengan cctv rumahku.

Aku langsung membuka rekaman video semalam, di depan kamar Tita. Aku masih ingat jamnya saat itu.

Di rekaman video itu aku melihat Maya sambil membawa segelas susu di atas nampan menuju kamar Tita.

Dia hanya mengenakan baju tidur yang tipis berwarna putih, dengan rambut sengaja dia urai dan waw ... lihatlah sebelum dia mengetuk pintu, dia masih sempat menghias wajahnya, dia mengeluarkan cermin kecil dan lipstick dari balik bajunya.

Dia oleskan lipstik warna merah menyala di bibirnya yang ranum itu.

'Apa maksudnya dia berbuat seperti itu, apa dia memang mencoba menggoda Mas Firman?' Aku mendengus kesal melihat kelakuan Maya yang genit menatap dirinya dalam cermin sambil memainkan bibirnya yang merah menyala.

Maya merapihkan rambutnya lalu mengetuk pintu kamar Tita.

Tak lama kulihat Mas Firman membuka pintu dan mempersilahkan dia masuk dan selanjutnya aku tidak tahu apa yang mereka lakukan.

-Bersambung-

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nurul Fajar
iklan GK bisa d buka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Permintaan yang Aneh

    Firlita POVSebulan kemudian ... Aku tak pernah bertemu dengan Pak Willy sesuai kesepakatan. Dia memenuhi janjinya tak menggangguku hingga aku siap menerimanya lagi.Hari ini aku dipanggil oleh HRD, entah apa salahku. Padahal kinerjaku bagus kata managerku."Maaf Nona Firlita, mulai hari ini Nona dipindahkan ke bagian lain," kata Manager HRD."Saya salah apa Pak?" tanyaku, padahal aku sudah mulai nyaman di divisi ini."Nona tidak salah apa-apa, hanya saja Nona lebih dibutuhkan di bagian lain. Silahkan bawa surat ini, dan Nona pergi ke lantai 10"Lantai 10? Bukankah itu lantai khusus ruangan direktur dan direksi yah."Iya selamat yah Nona, Nona terpilih menjadi sekretaris Direktur kami yang baru."Sekretaris Direktur? Beneran ini ... Bahkan aku tidak menguasai pekerjaan sekretaris.Ya sudahlah, dari pada aku tidak bekerja. Aku terima saja."Iya terima kasih Pak, saya tidak menyangka akan dipilih menjadi sekretaris Direktur." Entah aku harus senang, ataukah bimbang ... aku tidak perna

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Dilanjutkan Atau ...

    "Apaaa ... Om Firman ini adalah ..." Belum sempat Fayra selesai dengan ucapannya, Tante Mayra langsung memotongnya, "Iya, dia ayah kandung kamu, Fayra. orang yang selalu kamu tanyakan kini sudah ada di depan kamu!"What! Pak Firman ayahnya Fayra. Waw, waw ... ini jadi makin seru!Kami semua tampak terkejut, Papa Mama pun sama, hanya Firlita saja yang tampak biasa, apa dia sudah tahu yah."Aku baru tahu kemarin!" bisiknya, seolah tahu kalau aku mau menanyakannya."Oh.""Ayaaah ....!!" Fayra langsung memeluk Pak Firman dengan mata berkaca-kaca."Pantas saja aku merasa nyaman bila dekat Om, rupanya memang ada chemistry ayah dan anak di antara kita.""Aku sangat merindukanmu, Ayah! Sejak kecil aku hanya mengetahui namamu saja, wajahmu sjaa aku tidak pernah tahu, ayah! Aku hanya ingin disayang seperti anak-anak lain yang memiliki ayah," Fayra menangis sesenggukan di pelukan Pak Firman."Maafkan aku Nak, ayahmu ini bahkan tidak pernah tahu keberadaan kamu, Mamamu menyembunyikannya dari ayah

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Terungkap Semuanya

    William POVAku memilih untuk menghampiri dulu Firlita di kantor, sedangkan Papa pergi menuju kantor Pak Firman. Kita ingin semuanya clear hari ini juga, agar hidupku lebih tenang tidak terus-menerus diganggu oleh model sialan itu.Aku menuju ruangan divisi keuangan. Aku tahu ke napa dia sampai minta pindah ke sini. Pasti untuk menghindari bertemu denganku.'Itu dia, wanitaku ... sudah satu bulan lebih kamu menghindariku, aku sangat merindukannya.' Sosok perempuan cantik dengan senyum mempesona sosok gadis impianku itu tengah berjalan menuju ruangannya aku pun mengendap-endap di belakangnya.Begitu tiba di dekatnya. Aku langsung tarik tangannya."Hei apa-apaan ini Pak!" protesnya kesal, berusaha menepis tanganku, tapi tenaganya kalah kuat."Ikut saja denganku!" Aku terus menarik tangannya hingga ke depan mobil."Saya tidak mau Pa. Saya mau kerja, baru juga dua hari saya kerja. Jangan buat nama saya jelek di divisi yang baru ini dong!" bentaknya, dia menepis tanganku lagi kali ini deng

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Fakta yang Sesungguhnya

    "Ayo cepat, Willy. Kita hampir terlambat!" ujarku pada William yang tengah menyetir menuju restoran yang telah ditentukan menjadi tempat pertemuan dengan orang yang telah menghubungi mereka kemarin."Sabaaar ... Pa. Ini macet banget." Willy pun kesal karena jalanan hari ini kebetulan sedang macet-macetan kami sampai terjebak di tengah-tengah.Kenapa sih, macet ini gak tahu waktu, kita lagi buru-buru ini malah macet. Aku hanya bisa berkeluh kesah karena mobil hanya maju sedikit demi sedikit.Mudah-mudahan dia mau menunggu kita. Ini sudah hampir pukul 10.00."Ini gara-gara kamu susah banget dibangunin!" makiku, karena kesal William tadi bangun jam 9.00."Maafin aku Pa, semalam aku gak bisa tidur. Aku baru tidur subuh tadi, Pa.""Kamu, Wil!" Percuma juga marahin anak itu, dia memang terkadang susah tidur mungkin memikirkan kehidupan percintaannya yang berantakan."Udah Pa, udah. Tuh mobil di depan udah maju," timpal istriku menenangkanku yang tengah kesal."Maju Wil, cepetan tuh ada jala

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Kabar yang Mengejutkan

    "Fiir ...! Firlitaaa .. !" Suara itu mengagetkanku, sudah lama aku merindukan dia memanggilku begitu."Iya Pak." Aku masih berusaha menghormatinya sebagai atasanku."Masuklah ke ruanganku. Aku ingin bicara denganmu.""Ma-maaf Pak, sebaiknya kita bicara saja di sini.""Ayolah Fir, sampai kapan kamu akan menghindariku!" Pak Willy mencekal tanganku.Dia seperti tahu saja kalau selama ini aku memang berusaha untuk menghindarinya.Aku celingukan takut ada yang lihat. "Udah masuk saja, gak usah takut gak ada siapa-siapa ini!" Pak Willy menarik tanganku menuju ruanganku."Masuk!" Pak memaksaku masuk dan mengunci pintu."Gak usah dikunci Pak! Disangka orang kita lagi ngapain lagi!" protesku sambil hendak memutar kunci yang masih menempel di lubang kunci."Fiiiir ... jangan bikin aku terus menderita, Fir ... aku putus dari kamu saja bikin hidup aku terpuruk, apalagi melihat kedekatan kamu sama laki-laki itu saja membuatku tambah tersiksa." Sebegitunyakah yang dia rasakan, bukannya seharusnya d

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   kenyataan yang Harus dihadapi Arlita dan Firlita

    Firman POVMalam ini aku baru pulang dari kantor, entah kenapa setelah aku bertemu Mayra tadi siang perasaanku tidak enak.Baru masuk ke rumah aura rumah terasa sangat berbeda. Kulihat istriku hanya duduk di sofa tanpa menyambutku."Waalaikumsalam." Dia menjawab salamku dengan ekspresi datar."Sayaaang... ada apa sih, aku pulang kok cemberut?" godaku sambil mencolek pipinya yang mulus."Gak usah colek-colek segala!" ketus Arlita."Idih galak amat sih, Neng," jawabku sambil bercanda."Udah gak usah bercanda, duduk!" Arlita tampak serius, sikapnya begitu dingin. Ada apa dengan istriku ini kenapa mukanya gak ada manis-manisnya hari ini. Apa aku sudah berbuat salah yah."Pa, Mama sekarang minta Papa jujur! Kenapa Papa gak mau mempertimbangkan permintaan William untuk bersanding sama putri kita, padahal Mama yakin dia sungguh-sungguh mencintai anak kita?" Ini kenapa tiba-tiba Arlita menanyakan hal ini lagi yah? Aneh sekali."Jawab Pa, kenapa diem?""Bukannya Mama sudah tahu alasannya, k

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Ini Tidak Mungkin, Tidaaak...!!

    Fayra POV"Kamu senang kan bisa bertunangan dengan pria yang kamu cintai?" tanya Mama."Tentu saja, Ma. Akhirnya aku bisa miliki dia," jawabku dengan senyuman yang lebar."Pertahankan dia Fay, jangan kayak Mama. Mama dulu terlalu mementingkan ego Mama untuk menjadi model yang terkenal. Hingga Mama kehilangan Papa kamu. Dia memilih menikah dengan wanita lain." Mama terlihat begitu sedih, mungkin itu penyesalan yang tak berujung dalam hidupnya, kehilangan cinta sejatinya.Aku tidak boleh seperti Mama, aku harus bertahan demi cintaku pada Pak Willy."Maaf Ma, aku dari dulu ingin sekali menanyakan hal ini? Apaaa... Papaku masih ada? Kenapa Mama selalu menyembunyikannya dariku?"Mungkin ini saatnya aku mendesak Mama untuk memberitahu secara mendetail soal Papaku."Maaf Fay, belum saatnya kamu tahu. Suatu hari nanti pasti Mama akan kasih tahun kamu, Fay.""Mama selalu begitu, kenapa sih Ma?" Mama tetap tak mau bilang soal Papa. Sampai hari ini hanya namanya saja yang aku tahu."Kamu kan uda

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Sungguh Menyedihkan

    Sial banget hidupku, kenapa harus kenal sama gadis itu, padahal dari awal pun aku tidak tertarik sedikit pun sama dia. Aku harus menemui Papanya Firlita siapa tahu dia bisa membujuk Papaku untuk membatalkan pertunangan ini."Pak Firmaaaan .... Saya mohon tolong saya, saya benar-benar tidak ada hubungan apa-apa sama gadis itu. Saya hanya mencintai putri Pak Firman." Aku mengucapkannya dengan sungguh-sungguh, entah Pak Firman akan melihat kesungguhanku ini."Saya tidak yakin setelah saya mendengar ucapan gadis itu!" Pak Firman tampaknya sudah terlanjur percaya dengan ucapan gadis itu."Pak, saya sangat yakin kalau saya ini dijebak, tolong izinkan saya tetap bersama Firlita? Dan tolong bilang sama Papa saya untuk Menolak pertunangan saya dengan Fayra, Pak.""Maafkan aku Willy, aku belum seratus persen percaya sama kamu." Aku tahu ini bakalan sulit, tapi demi Firlita Aku harus terus membujuknya."Tante Arlita, saya sungguh-sungguh sama Firlita... tolong bantu saya. Saya tahu, kalau saya

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Kejadian yang Sebenarnya

    Flashback on"Pak Willy tolong saya, saya disekap oleh seseorang di sebuah apartement!!" Suara Fayra terdengar panik di ujung telepon."Ka-kamu di mana Fay?" tanyaku ikut panik."Saya ada di apartement Berlian lantai 7 kamar 52, cepat Pak! Saya takut ini!"Tok! Tok! Tok !! "Wei, cepaaaat.... kalau gak saya akan mendobrak pintu kamar mandi itu!"Terdengar suara laki-laki yang berteriak sambil menggedor pintu dengan keras."Udah yah Pak, kayaknya mereka udah curiga! Pak Willy harus cepat, saya takut Paaak...!" katanya sambil berbisik dan terdengar begitu gugup.Tut! Dia mematikan sambungan telepon.Aduh, gimana ini? Aku harus menolongnya, tapii... bagaimana dengan pertunanganku.Aku melihat ke arah jam tanganku, masih ada Waktu sekitar dua jam.Aku pun bergegas makin cepat pergi, makin cepat beres urusannya dan aku bisa pergi ke pertunanganku."Lho Willy, kamu mau ke mana? Kok malah pergi acara pertunangan kamu sebentar lagi?" tanya Papa saat melihatku hendak pergi."Ada urusan sangat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status