Share

Hati yang tak Tenang

Author: Quin Attariz
last update Last Updated: 2022-07-29 09:14:01

Setelah menempuh kurang lebih dua jam perjalanan, aku pun tiba di rumah orang tuaku.

"Assalamualaikum ... Bundaaa ... Ayaaah ...!" ucapku begitu sampai di depan pintu rumah yang cukup megah dengan didominasi warna putih itu, rumah yang pernah aku tinggali hingga puluhan tahun lamanya, hingga akhirnya orang tuaku melepasku setelah aku menikah dengan Mas Firman.

"Waalaikumsalam ... Litaa ...!" Bundaku membuka pintu dan langsung memelukku, pelukannya terasa hangat sama seperti dulu, padahal aku sudah sering ke sini kalau aku mengecek rumah makan ayam gorengku, tapi tetap saja aku merasa senang Bunda menyambutku dengan pelukan hangat seperti ini.

"Kok tumben baru ke sini, biasanya awal bulan?" tanya Bunda seraya mengurai pelukannya.

"Maaf Bunda, aku sibuk di Jakarta. Baru kali ini aku bisa ke sini, Ayaaah ... mana Bunda?" ucapku sambil celingukan mencari keberadaan ayah.

"Ayah lagi diajak jalan sama adik kamu, gak tahu ke mana!" jawab Bunda.

"Azra lagi di sini, Bun?" tanyaku antusias, adikku ini biasanya selalu sibuk bekerja, jarang ada waktu untuk berkunjung ke rumah Ayah Bunda.

"Iya, dari tadi malam."

"Oooh ... tumben ke sini, biasanya berbulan-bulan baru ke sini?"

"Iya, katanya kangen sama Ayah Bunda, lagian kerjaannya lagi gak banyak katanya, jadi dia sempetin pulang."

'Bagus juga tuh anak ada di sini, aku bisa tanya-tanya soal Maya, hehehe!' gumamku sambil menyeringai.

"Ya udah sana, simpen dulu tasnya di kamar, kamu mau berapa lama di sini?" tanya Bunda.

"Sekitar tiga harian, Bun. Ya udah aku ke kamar dulu yah!" Aku menaiki tangga menuju kamarku di lantai atas, kamar semasa aku masih gadis dan sampai sekarang aku masih menempatinya bila aku berkunjung ke Bandung.

*****

Setelah cukup beristirahat dan makan siang, aku langsung berangkat menuju restoranku di cabang satu.

Sang manager dan para karyawan menyambut kedatanganku dengan hormat.

"Gimana perkembangan restoran, Zahra?" tanyaku langsung pada Zahra, sang manager.

"Baik Bu, makin hari makin bertambah langganan kita."

"Bagus!"

Aku berkeliling dengan manager itu dan sambil diberi penjelasan oleh sang manager tentang kemajuan restoran itu, bagaimana dia memberikan promosi dan memberikan pelayanan terbaiknya.

"Bagus! Kerja yang bagus." Aku memujinya sambil menepuk pelan bahu Zahra.

"Terima kasih, Bu."

"Ayo ke ruangan saya, saya ingin lihat laporan keuangannya."

"Ini Bu," sang manager memberikan map berwarna merah berisi laporan keuangan bulan ini.

"Oke, oke!" Aku menganggukkan kepalaku, manager baruku ini meskipun dia seorang perempuan, tapi dia sangat gesit dan juga sangat smart segala cara dia lakukan agar restoran ini maju, dari promosi, penambahan menu hingga pelayanan para karyawannya.

"Saya suka kinerja kamu, Zahra"

"Terima kasih Bu." Dia tersenyum bangga.

"Zahra, kamu udah kerja sama saya selama dua tahun, tapi kinerja kamu sungguh luar biasa. Bagaimana kalau kamu kelola di cabang dua juga? Di sana belum ada managernya, saya biasanya yang langsung turun tangan."

"Iyaaa ...? Ibu percaya sama saya, mengelola dua cabang sekaligus?" Matanya terbelalak, sepertinya dia tidak percaya dengan apa yang aku katakan.

"Saya sangat percaya sama kamu, Zahra. Saya sudah lihat bagaimana kinerja kamu mengelola cabang ini, jadiii ... apa kamu bersedia, Zahra?" tanyaku lagi.

"Baik Bu, saya bersedia," jawabnya bersemangat.

"Bagus, kalau begitu besok kita akan ke sana."

"Iya Bu, siap!"

Aku sangat senang dengan semangat gadis muda ini, umurnya baru 24 tapi semangatnya begitu besar.

*****

"Eeeh ... Kak Lita, kapan sampai sini?" tanya Azra, adikku, setelah aku kembali ke rumah Bunda.

"Tadi siang, Zra."

"Hmmm ... Zra, ada yang mau Kakak tanyain sama kamu! Tapi jangan di sini!" bisikku sambil menengok keadaan rumah, tak ingin pembicaraanku ini terdengar oleh Ayah Bunda.

"Memang kenapa, Kakak mau maen rahasia-rahasiaan yah sama ayah bunda?" tanya Azra sambil berbisik pula.

"Sssst ... jangan berisik! Ayo kita taman belakang," bisikku lagi, takut ayah bunda akan mendengar ucapan Azra.

Azra mengikuti aku menuju ke gazebo yang ada di taman belakang.

"Memangnya apa yang mau tanyakan sama aku?" Azra bertanya padaku.

"Kamu tahu ada Sekretaris baru di kantor kakak ipar kamu, Zra?" tanyaku to the point.

"Tahu dong, masa gak tahu, cewek cantik nan mempesona itu kan?"

"Iya, itu si Maya, dia mau gantiiin Jihan yang bentar lagi mau cuti menikah."

"Pinter amat yah Mas Firman cari sekretaris cantik-cantik... coba Jihan belum ada jodohnya, udah lama aku lamar tuh cewek," ucapnya cuek begitu saja.

"Jihan itu udah lama pacarannya, sebelum kamu kenal juga dia udah punya pacar, jadi memang gak ada kesempatan buat kamu, Zra."

"Aaah ... Kakak bikin adikmu parah hati saja!Hmm ... kalau sama Maya yang boleh gak?" Azra menaik turunkan alisnya, ada maksud hati mendekati Maya.

"Enggak!" tegasku.

"Kok gitu amat sih Kak, jawabnya ketus amat?" Azra tampak mengerucutkan bibirnya.

"Dia sepertinya bukan wanita baik-baik, Zra," ucapku, kali ini lebih menurunkan tempo bicaraku.

"Maksud Kak Lita?" tanya Azra tampak keningnya berkerut.

Aku pun menceritakan semua tentang Maya sampai sedetail-detailnya.

"Waaah ... agak misterius juga yah, aku jadi ragu buat deketinnya."

"Iya, makanya aku gak kepengen kamu deketin Maya juga."

"Iya Kak, ternyata dibalik wajah cantik dan penampilannya yang menawan, diaaa ... aaah sudahlah, aku urungkan saja niatku buat deketin dia."

"Tapi itu belum pasti seratus persen sih Zra, makanya aku mau minta bantuin sama kamu Zra, aku ingin kamu selidiki dia selama dia di kantor yah, gimana sikap dia sama Mas Firman."

"Kak Lita, takut Mas Firman tertarik sama dia yah?" Azra kelihatan curiga padaku.

Aku mengangguk, memang itu ketakutan terbesarku, aku takut Mas Firman berpaling dariku.

"Khawatir amat, Mas Firman kan suami setia, Kak, di kerjaan juga kan dia sering ketemu cewek cantik, tapi Mas Firman gak pernah tuh lirik sana lirik sini, dia itu bukan cowok genit tukang tebar pesona Kak. Kak Lita tenang aja, dia gak mungkin tertarik sama wanita lain, dia kan cinta mati sama Kak Lita," tutur Azra berusaha menghibur dan menenangkanku.

"Aku tahu Zra, tapi gak tahu kenapa perasaanku lain mengenai Maya, makanya Kakak minta tolong sama kamu yah!" Aku memohon pada Azra berharap dia mau menuruti keinginanku.

"Iya Kak, tapi aku gak bisa full yah ngawasin dia, aku kan di divisi keuangan jarang-jarang maen tuh ke ruangan direktur. Tapi aku akan usahakan Kak, walaupun gak tiap hari yah, aku takut Mas Firman curiga kalau aku sering-sering ke ruangannya."

"Iya, iya Zra, gak apa-apa. Makasih yah!" Aku senang Azra mau mengikuti keinginanku.

******

Hingga malam tiba, janji Mas Firman untuk menghubungiku tidak juga dia ditepati, aku tengok ponselku, tak ada pesan maupun panggilan yang masuk.

'Uuuh ... katanya mau nelepon, video call, ini ngirim pesan pun enggak!' gerutuku dalam hati.

Tiba-tiba aku teringat ucapan Tita, soal Maya yang mencium Mas Firman saat tertidur, 'Ya ampun ... mudah-mudahan hal itu gak terjadi.' Aku jadi membayangkan hal yang tidak-tidak, gimana aku gak takut, hari ini aku tinggalkan mereka aku gak tahu apa yang mereka lakukan di belakangku.

Tapi aku sudah merubah letak cctv di dekat kamar Tita tanpa pengetahuan mereka, jadi begitu pulang akan aku lihat hasil rekamannya.

Aku mencoba tidur untuk melupakan pikiran-pikiran negatifku. 'Mungkin besok Mas Firman akan meneleponku!' aku mencoba menenangkan diriku sendiri.

-Bersambung-

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Permintaan yang Aneh

    Firlita POVSebulan kemudian ... Aku tak pernah bertemu dengan Pak Willy sesuai kesepakatan. Dia memenuhi janjinya tak menggangguku hingga aku siap menerimanya lagi.Hari ini aku dipanggil oleh HRD, entah apa salahku. Padahal kinerjaku bagus kata managerku."Maaf Nona Firlita, mulai hari ini Nona dipindahkan ke bagian lain," kata Manager HRD."Saya salah apa Pak?" tanyaku, padahal aku sudah mulai nyaman di divisi ini."Nona tidak salah apa-apa, hanya saja Nona lebih dibutuhkan di bagian lain. Silahkan bawa surat ini, dan Nona pergi ke lantai 10"Lantai 10? Bukankah itu lantai khusus ruangan direktur dan direksi yah."Iya selamat yah Nona, Nona terpilih menjadi sekretaris Direktur kami yang baru."Sekretaris Direktur? Beneran ini ... Bahkan aku tidak menguasai pekerjaan sekretaris.Ya sudahlah, dari pada aku tidak bekerja. Aku terima saja."Iya terima kasih Pak, saya tidak menyangka akan dipilih menjadi sekretaris Direktur." Entah aku harus senang, ataukah bimbang ... aku tidak perna

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Dilanjutkan Atau ...

    "Apaaa ... Om Firman ini adalah ..." Belum sempat Fayra selesai dengan ucapannya, Tante Mayra langsung memotongnya, "Iya, dia ayah kandung kamu, Fayra. orang yang selalu kamu tanyakan kini sudah ada di depan kamu!"What! Pak Firman ayahnya Fayra. Waw, waw ... ini jadi makin seru!Kami semua tampak terkejut, Papa Mama pun sama, hanya Firlita saja yang tampak biasa, apa dia sudah tahu yah."Aku baru tahu kemarin!" bisiknya, seolah tahu kalau aku mau menanyakannya."Oh.""Ayaaah ....!!" Fayra langsung memeluk Pak Firman dengan mata berkaca-kaca."Pantas saja aku merasa nyaman bila dekat Om, rupanya memang ada chemistry ayah dan anak di antara kita.""Aku sangat merindukanmu, Ayah! Sejak kecil aku hanya mengetahui namamu saja, wajahmu sjaa aku tidak pernah tahu, ayah! Aku hanya ingin disayang seperti anak-anak lain yang memiliki ayah," Fayra menangis sesenggukan di pelukan Pak Firman."Maafkan aku Nak, ayahmu ini bahkan tidak pernah tahu keberadaan kamu, Mamamu menyembunyikannya dari ayah

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Terungkap Semuanya

    William POVAku memilih untuk menghampiri dulu Firlita di kantor, sedangkan Papa pergi menuju kantor Pak Firman. Kita ingin semuanya clear hari ini juga, agar hidupku lebih tenang tidak terus-menerus diganggu oleh model sialan itu.Aku menuju ruangan divisi keuangan. Aku tahu ke napa dia sampai minta pindah ke sini. Pasti untuk menghindari bertemu denganku.'Itu dia, wanitaku ... sudah satu bulan lebih kamu menghindariku, aku sangat merindukannya.' Sosok perempuan cantik dengan senyum mempesona sosok gadis impianku itu tengah berjalan menuju ruangannya aku pun mengendap-endap di belakangnya.Begitu tiba di dekatnya. Aku langsung tarik tangannya."Hei apa-apaan ini Pak!" protesnya kesal, berusaha menepis tanganku, tapi tenaganya kalah kuat."Ikut saja denganku!" Aku terus menarik tangannya hingga ke depan mobil."Saya tidak mau Pa. Saya mau kerja, baru juga dua hari saya kerja. Jangan buat nama saya jelek di divisi yang baru ini dong!" bentaknya, dia menepis tanganku lagi kali ini deng

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Fakta yang Sesungguhnya

    "Ayo cepat, Willy. Kita hampir terlambat!" ujarku pada William yang tengah menyetir menuju restoran yang telah ditentukan menjadi tempat pertemuan dengan orang yang telah menghubungi mereka kemarin."Sabaaar ... Pa. Ini macet banget." Willy pun kesal karena jalanan hari ini kebetulan sedang macet-macetan kami sampai terjebak di tengah-tengah.Kenapa sih, macet ini gak tahu waktu, kita lagi buru-buru ini malah macet. Aku hanya bisa berkeluh kesah karena mobil hanya maju sedikit demi sedikit.Mudah-mudahan dia mau menunggu kita. Ini sudah hampir pukul 10.00."Ini gara-gara kamu susah banget dibangunin!" makiku, karena kesal William tadi bangun jam 9.00."Maafin aku Pa, semalam aku gak bisa tidur. Aku baru tidur subuh tadi, Pa.""Kamu, Wil!" Percuma juga marahin anak itu, dia memang terkadang susah tidur mungkin memikirkan kehidupan percintaannya yang berantakan."Udah Pa, udah. Tuh mobil di depan udah maju," timpal istriku menenangkanku yang tengah kesal."Maju Wil, cepetan tuh ada jala

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   Kabar yang Mengejutkan

    "Fiir ...! Firlitaaa .. !" Suara itu mengagetkanku, sudah lama aku merindukan dia memanggilku begitu."Iya Pak." Aku masih berusaha menghormatinya sebagai atasanku."Masuklah ke ruanganku. Aku ingin bicara denganmu.""Ma-maaf Pak, sebaiknya kita bicara saja di sini.""Ayolah Fir, sampai kapan kamu akan menghindariku!" Pak Willy mencekal tanganku.Dia seperti tahu saja kalau selama ini aku memang berusaha untuk menghindarinya.Aku celingukan takut ada yang lihat. "Udah masuk saja, gak usah takut gak ada siapa-siapa ini!" Pak Willy menarik tanganku menuju ruanganku."Masuk!" Pak memaksaku masuk dan mengunci pintu."Gak usah dikunci Pak! Disangka orang kita lagi ngapain lagi!" protesku sambil hendak memutar kunci yang masih menempel di lubang kunci."Fiiiir ... jangan bikin aku terus menderita, Fir ... aku putus dari kamu saja bikin hidup aku terpuruk, apalagi melihat kedekatan kamu sama laki-laki itu saja membuatku tambah tersiksa." Sebegitunyakah yang dia rasakan, bukannya seharusnya d

  • Takkan Kubiarkan Kau Merebut Suamiku   kenyataan yang Harus dihadapi Arlita dan Firlita

    Firman POVMalam ini aku baru pulang dari kantor, entah kenapa setelah aku bertemu Mayra tadi siang perasaanku tidak enak.Baru masuk ke rumah aura rumah terasa sangat berbeda. Kulihat istriku hanya duduk di sofa tanpa menyambutku."Waalaikumsalam." Dia menjawab salamku dengan ekspresi datar."Sayaaang... ada apa sih, aku pulang kok cemberut?" godaku sambil mencolek pipinya yang mulus."Gak usah colek-colek segala!" ketus Arlita."Idih galak amat sih, Neng," jawabku sambil bercanda."Udah gak usah bercanda, duduk!" Arlita tampak serius, sikapnya begitu dingin. Ada apa dengan istriku ini kenapa mukanya gak ada manis-manisnya hari ini. Apa aku sudah berbuat salah yah."Pa, Mama sekarang minta Papa jujur! Kenapa Papa gak mau mempertimbangkan permintaan William untuk bersanding sama putri kita, padahal Mama yakin dia sungguh-sungguh mencintai anak kita?" Ini kenapa tiba-tiba Arlita menanyakan hal ini lagi yah? Aneh sekali."Jawab Pa, kenapa diem?""Bukannya Mama sudah tahu alasannya, k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status